Share

Cinta dalam Diam

"Hallo, Kia. Kamu masih di sana?" terdengar suara Linda di ujung telepon sana mengagetkan dan memutus lamunanku. 

"Ya, Lin ... oh ya, aku nggak tau siapa yang dibonceng Gilang waktu itu. Mungkin dia adiknya atau sepupunya. Kita nggak tau kan," ucapku menjelaskan supaya Linda tidak berlarut dalam tanda tanya besar.

"Kia, mana mungkin itu adiknya, orang sama-sama pakai seragam SMA 'kan? kalau sepupunya bisa jadi ...," ucapnya terhenti.

''Udah aah jangan ngomongin Gilang terus, kebagusan tuh anak," kataku sambil ketawa lepas.

Terdengar dari ujung telepon sana suara Linda pun tampak bahagia. Berhasil aku membuatnya terkekeh.

"Hari ini jam berapa mau ke rumahku?"

"Nanti aku telepon lagi, ya, aku mau siap-siap," jawab Linda.

Ahirnya kami pun mengahiri obrolan lewat telepon karena sebentar lagi akan ketemu dan pasti obrolan tentang Gilang ini bakal berlanjut.

Aku bersiap-siap di depan cermin untuk pergi dengan Linda hari ini. Akan tetapi dia belum menghubungiku lagi sampai sekarang. Ahirnya beres juga, lalu aku keluar dari kamar

Tak lama kemudian ponselku berdering. Lalu aku mengambilnya dari dalam tas selempangku sambil berjalan serta menerima panggilan dari Linda.

"Ya, Lin, dah nyampe mana?" tanyaku sambil melihat ke bawah karena sedang berjalan menuruni tangga.

"Aku di depan rumahmu." Linda memberitahuku.

"Sini masuk aja."

Ahirnya aku menutup sambungan telepon tadi. Tak lama kemudian suara bel berbunyi. Pasti itu Linda. Aku membuka pintu dan benar saja itu sahabatku....

Kami berpelukan dan saling cipika cipiki.

"Ayo masuk, Lin."

Aku mencari Mama. Di mana dia.

"Ma, Kia pergi dulu," teriakku sambil celingak celinguk mencari Mama.

Lalu keluarlah Om Aldi dari kamarnya. Mungkin dia merasa bising dengan teriakanku yang membahana.

"Ada apa?" tanya Omku sambil matanya melirik ke arah Linda. Lalu menyambut kedatangan Linda dengan senyuman kemudian ia duduk di kursi.

"Mama mana, Om?" tanyaku.

Tak lama Mama muncul di atas dan menghampiri kami.

"Ada apa? Mama tadi habis berjemur di balkon atas."

"Kia, pergi dulu ya, Ma," kataku. Kemudian Linda mendekat dan menghampiri Mamaku lalu salim padanya.

"Hati-hati ya kalian berdua."

"Ya, tante, kami jalan dulu," ucap Linda.

Lalu kami pun keluar dari rumah, kemudian berjalan ke arah jalan raya. Dan menghentikan salah satu kendaraan umum yang lewat. Kemudian, kurang dari satu jam kami pun sampai di tempat tujuan kami.

Ramai sekali suasananya mungkin karena hari minggu. Jakarta jam segini sudah panas sekali. Kami masuk ke salah satu pusat perbelanjaan dan kami menikmati momen hari ini.

"Kia, pakaian ini lucu, ya? Lihat deh," ucap Linda sambil sibuk melihat dan memilih dress itu.

"Coba lihat ... jangan lah, ini terlalu terbuka di bagian dadanya," kataku.

Tiba-tiba aku melihat Gilang dari kejauhan dengan cewek lain. Tangannya diapit oleh cewek itu. Aku berusaha mengalihkan pandangan ke tempat lain supaya tak terlihat oleh Linda.

"Lin, di sebelah sana kayaknya bagus-bagus deh dressnya," ucapku.

Aku berjalan ke arah deretan dress yang tadi kutunjukan ke Linda. Kemudian dia mengekor di belakang. Aku berhasil mengalihkannya.

Aku tak ingin membuatnya sedih dengan melihat pemandangan yang tidak penting. Gilang, ternyata lelaki yang disukainya sudah punya pasangan.

"Kia, aku dah dapat ini ... bagus nggak?"

"Ya, Lin. Bagus ... udah itu aja," kataku sambil melirik ke tempat yang ada Gilang tadi. Akan tetapi mereka udah nggak ada di sana lagi.

Ketika kami berjalan ke arah kassa pembayaran. Tiba-tiba punggungku beradu dengan siku orang lain, lumayan keras dan membuatku bersuara karena kesakitan.

Ketika aku berbalik ke arah orang yang menyiku. Mataku terbelalak kaget, tangan kananku menutup mulut. Mereka ada di sini! Gilang dan cewek itu. Ahirnya Linda pun melihat semuanya.

"Kalian! Ternyata di sini juga," ucap Gilang sambil tersenyum ke arah kami dan cewek yang di sampingnya itu melepaskan gandengan tangan.

 Linda tersenyum sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Aku mengerti Linda bersikap seperti itu karena sedang menyembunyikan kesedihannya.

"Ya ... kami tinggal dulu, ya," ucapku karena tidak ingin berlama-lama melihat pemandangan ini.

"Kia, bener kan? Dia bukan siswa di sekolah kita. Aku yakin mereka pacaran," ucapnya sedih sambil melihat ke atas supaya air matanya tak menetes.

Siapa yang tidak sedih, lelaki yang disukainya ternyata punya pasangan. Sekarang Linda hanya bisa mengubur perasaannya seperti kebanyakan wanita lain. Membiarkan bunga asmara terindahnya bersemi secara diam-diam.

"Kayanya Iya, Lin," ucapku sambil menggandengnya ke arah tempat pembayaran.

Setelah membayar semua belanjaan, kami lalu pergi lagi ke tempat lain. Kali ini mencari sesuatu yang bisa membuat perut kenyang. Lalu kami berlabuh di Restauran yang lumayan ramai.

Kami pun masuk dan mencari meja yang kosong. Pas lagi mencari meja kosong ternyata di sana ada Pak Yuda dan dia menyapa kami berdua.

"Kalian di sini?" ucapnya tersenyum.

Jantungku berdebar sangat cepat seakan mau keluar dari tempatnya, darahku bedesir. Linda lalu melirikku kemudian tersenyum. Dia tahu bahwa aku menyukai Pak Yuda.

"Aku gugup gimana ini. Tenang Kia, atur napas, jangan malu-maluin," batinku.

"Eh Pak Yuda ... ternyata Bapak ada di sini juga," ucap Linda sambil nyengir kuda.

"Kalian mau gabung di sini?" tanyanya.

Aku menggelengkan kepala sekilas ke Linda dan dia pun mengerti.

"Nggak, Pak, makasih. Kami di sana aja. Tuh masih ada kursi yang kosong," kata Linda sambil menunjuk ke arah pojok kursi yang masih tersisa satu-satunya.

"Okay kalo gitu."

"Mari Pak," ucap Linda sambil menundukan kepala sedikit.

Pak Yuda membalasnya dengan senyuman. Lalu kami pun duduk di kursi dengan nyaman. Posisiku menghadap Pak Yuda. Biar leluasa memandangnya dari kejauhan. Tiba-tiba ponsel Linda berdering.

"Kia, Gilang menelponku. Ada apa, ya? Tadi kita lihat dia sama cewek 'kan?" ucap Linda sedikit keheranan.

Pikiranku kemana-mana. Aku terpana dengan ketampanan Pak Yuda hingga nggak berhenti menatapnya. Sekarang dia ada di sini. Aku sesekali melihat lagi ke arahnya, tepat di depan sana.

Wajahnya masih terlihat jelas karena sejajar denganku. Aku menyukainya. Ya, aku mencintainya. Sudah lama rasa ini terpendam.

"Kia, kamu denger nggak sih ucapanku?" tanya Linda kesal dan membuyarkan semua lamunanku.

"Ya, Lin, maaf ... ada apa?"

Linda memperlihatkan teleponnya padaku. Lalu aku pun terkesiap kaget karena nama yang terpampang di layar ponselnya tertera nama Gilang.

"Apa!"

Aku kaget karena Gilang tadi jalan dan gandengan dengan cewek lain. Sekarang dia menelpon sahabatku.

"Gimana?" tanya Linda mengeryitkan dahi karena bingung.

"Udah, angkat aja. Loudspeaker biar aku bisa dengar," kataku.

"Hallo." Terdengar suara Gilang dari ujung telepon sana.

"Ya, hallo. A-da apa?" Linda menjawab dengan terbata karena gugup.

"Maaf yah ... tadi aku telah membuat perasaanmu nggak enak," ucap Gilang.

Aku pikir Gilang sepertinya ada rasa ama Linda. Sepertinya, dia memberikan harapan palsu pada sahabatku. Aku bingung dibuatnya.

Aku memberikan isyarat pada Linda supaya menanyakan cewek tadi pada Gilang.

Linda menghela napas pelan untuk menghilangkan sedikit rasa gugupnya.

"Emangnya ... cewek tadi itu siapa?" tanya Linda langsung ke pointnya.

Aku mengangguk sambil tersenyum dan mengangkat dua jempol pada Linda.

"Dia temanku," ungkap Gilang dengan tenang.

Aku dan Linda saling bertatapan. Kami dibuat kaget dengan penuturan Gilang, tapi aku seneng melihat kembali senyum bahagia yang terpancar di wajah Linda yang dari kemarin hilang entah kemana.

"Oh gitu ya."

"Udah ya ... nanti malam aku telepon lagi. Aku hanya ingin mengatakan itu aja," ujar Gilang.

"Ya," ucap Linda seraya tersenyum padaku.

Kami pun berdua tertawa bahagia. Kemudian setelah itu memilih makanan yang ada di buku menu yang sedari tadi sudah ada di meja.

Aku mengangkat tanganku pada waiter, tidak lama setelah itu dia menghampiri meja kami. Lalu mencatat semua pesanan kami berdua.

"Okay ditunggu, ya," kata waiter itu sambil tersenyum.

"Waiternya ganteng juga, ya," ucap Linda diiringi senyum.

Aku pun membalasnya dengan senyum, tak menanggapi omongan Linda karena sedang fokus ke arah Pak Yuda.

Dia masih di sana sendirian. Ingin rasanya aku menghampiri tempat duduknya. Lalu mengutarakan semua isi hatiku.

"Lin, Pak Yuda sendirian terus ya dari tadi, tuh lihat," kataku sambil tersenyum menatapnya.

"Kamu mau ke sana, Kia?" Linda menatap tajam padaku.

"Nggaklah! Di sini banyak orang, rame sekali. Mana berani aku mengutarakan rasa cinta di depan umum. Walaupun aku sangat mencintainya," kataku sambil menunduk.

"Kirain, aku pikir kamu akan nembak Pak Yuda di sini," ujar Linda sambil tertawa.

Tak lama kemudian waiter datang menghampiri meja kami. Membawa makanan yang dipesan, lalu meletakannya di meja.

"Terima kasih." Serempak kami berdua mengatakannya pada waiter sambil tersenyum.

Kemudian kami pun menikmati makanan yang di pesan tadi.

"Enak ya makanannya," ucap Linda sambil mengunyah makanan di mulutnya.

"Ya pake banget."

Tak sampai 30 menit, ahirnya makanan yang dipesan pun habis tak tersisa. Jam menunjukan pukul 13.30 Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Aku membuka aplikasi warna hijau untuk menghubungi Om Aldi.

"Hallo, Om, bisa jemput Kia nggak?"

"Ya boleh, Om ke sana sekarang, ya."

Aku tersenyum bahagia karena Om Aldi mau menjemput aku dan Linda. Setelah itu aku melihat lagi ke arah Pak Yuda. Aku kaget dan tertegun.

Di sana terlihat Pak Yuda ditemani oleh seorang wanita yang memakai kerudung. Siapa dia? Duduknya membelakangiku.

Apakah Pak Yuda sengaja janjian dengan seseorang di sini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status