Share

Sahabatku mencintaiku

Aku dikagetkan dengan pertanyaan Arya yang menunggu jawaban dariku, tapi aku tak ingin menyakitinya ....

"Jawab, Kia."

Arya memandangku lekat, membuatku tanpa sadar menggigit bibir bawah. Aku menghela napas perlahan.

"Arya, kita ini temenan dari kelas X kan? Aku udah nyaman seperti ini," ucapku pelan, takut melukai perasaannya.

"Tapi, Kia. Aku mencintaimu bukan sebagai teman. Pokoknya aku akan selalu menunggumu."

Aku hanya tersenyum mendengar perkataannya. Arya itu memang baik, perhatian, ganteng juga, tapi aku menganggapnya hanya sebagai teman. Tidak lebih dari itu.

Akan tetapi, nggak tahu juga kedepannya bagaimana. Mungkin hatiku akan berubah, tapi sepertinya ... enggak deh!

"Jangan seperti itu. Aku tak ingin kamu terluka karena berharap lebih," ucapku.

Aku menghembuskan napas lega saat gerbang tinggi sekolah kami terbuka, karena ada mobil yang masuk. Jadi aku tak perlu terjebak dengan situasi canggung bersama Arya.

Kami berdua pun segera berjalan setengah berlari, menyusul masuk takut gerbang kembali tertutup.

"Kalian dari mana saja!" gertak pak satpam.

Aku bergeming. Sementara Arya hanya cengengesan menjawab pertanyaan itu, sambil berlalu pergi ke arah kelas kami. Diam-diam aku memperhatikan Arya, aku bersyukur karena Arya sepertinya baik-baik saja.

Untung hari ini pelajaran Bu Eka. Dia guru yang baik, jadi aku tak perlu khawatir akan dimarahi.

"Pagi, Bu," Aku membuka pintu.

"Ck! Dari mana kalian?" Bu Eka menggelengkan kepala melihat kami.

"Maaf, Bu," jawab Arya, tanpa menjelaskan alasan kami terlambat.

"Ya sudah ... kalian boleh duduk, besok-besok jangan sampai diulangi lagi, ya?"

Benerkan, dia memang baik.

"Ya, Bu," jawab kami barengan, lalu berjalan menuju meja masing-masing.

Bu Eka itu guru Bahasa Indonesia. Dia memang baik, terbaik malah, anggun, cantik pula the best pokoknya.

"Kamu kok bisa kesiangan, Lin?" tanya Linda, sahabatku.

"Aku habis shalat subuh tidur lagi, jadi bablas deh."

"Oh gitu," Linda tersenyum.

"Karena semalam kamu ganggu aku," ucapku sedikit kesal.

"Maaf," kata Linda sambil nyengir kuda.

"Ya, aku maafin."

Ahirnya kegiatan belajar mengajar pun berlangsung ....

Tak terasa waktu pun berlalu begitu cepat hingga ahirnya selesai juga pelajaran Bu Eka.

"Anak-anak untuk pelajaran hari ini sampai di sini dulu, jangan sampai lupa tugasnya minggu depan, ya?" ucap Bu Eka. Bel pun berbunyi tanda berganti pelajaran baru.

"Ya, Bu," jawab kami dengan serempak.

Selang beberapa menit guru lain masuk untuk mengisi jam pelajaran lagi di kelasku. Kegiatan belajar mengajar pun kembali berlangsung dengan baik. Sampai tiba waktunya bel berbunyi dan pelajaran pun berahir untuk istirahat.

"Guys ke kantin, yuk!" ajak temenku yang lain, Jenny namanya.

"Ya duluan, Jen. Aku ada yang mau diomongin dulu sama Linda," ucapku menjelaskan.

"Okay kalo gitu," ucap temanku sambil berlalu menyusul yang lain.

Kini, di kelas hanya ada aku berdua dengan Linda.

"Lin, kirain aku semalam Gilang nembak kamu," ucapku memulai percakapan.

"Nggak, masa langsung nembak ... baru juga semalam kan aku berkenalan dengannya," ucap Linda.

"Ya, ngerti," aku mengangguk pelan.

"Ngerti apa?" tanya Linda.

"Nggak apa-apa."

Aku tertawa membuat Linda memukul lenganku.

"Idih nggak jelas. Ke kantin, yu, aku lapar," Linda menarik tanganku seraya berdiri.

Kami pun pergi ke kantin belakang sekolah menyusul teman-teman yang lain.

"Lin, kamu pesenin, ya. Aku menunggu di pojok sana. samain aja pesanannya!" ucapku.

"Okay sip."

Beberapa menit kemudian, Linda membawa makanan yang dipesan. Kami pun menikmati makanan tersebut. Sampai ahirnya bel pun berbunyi tanda berahirnya jam istirahat. Kami pun pergi ke kelas lagi dan kegiatan belajar pun dimulai.

Setelah beres kegiatan belajar mengajar, bel pun berbunyi dan berahirlah kegiatan belajar hari ini....

"Kia, jadi kan kita pergi? Antar aku belanja. Semalam kan dah ngomong sama kamu di telepon," ucap Linda sambil tersenyum dan sesekali memainkan alisnya ke atas.

Sebenarnya aku malas hari ini untuk pergi, kepala sakit karena kurang tidur. Kuharap Linda mengerti.

"Lin, minggu depan aja, ya? Pas hari minggu. Aku ngerasa nggak enak badan nih, kepalaku pusing. Aku mau istirahat seharian," ucapku sambil memasang wajah mengiba.

"Oke aku ngerti. Mending minggu depan saja kita jalannya pas hari minggu. Biar leluasa, ya?"

"Nah iya betul," kataku.

Lalu Arya pun menghampiri kami berdua.

"Kia, bareng pulang aku yuk?" ajak Arya.

"Nggak Ar. Aku ... bareng ama Linda."

"Ya udah, aku duluan ya," ucap Arya dengan wajah sedikit kecewa.

Aku hanya mengangguk pada Arya. Ahirnya kami pun tidak jadi untuk bepergian setelah pulang sekolah. Kemudian kami pun pergi meninggalkan kelas dan pulang. Linda dan aku kebetulan searah jalan pulangnya. Kami naik angkot bareng.

Di dalam perjalanan aku melihat Gilang dengan jelas karena angkotnya dikemudikan dengan pelan.

"Lin, itu Gilang 'kan?" tanyaku.

"Ya, Kia. Dia Gilang! Lalu siapa yang dibonceng sama dia, ya?" Kening Linda mengkerut. Seperti sedang berpikir keras.

Aku dan Linda saling bertatapan, dalam hati bertanya-tanya. Siapa wanita yang dibonceng Gilang? Apalagi Linda pasti lebih keheranan daripada aku, kasian juga sama Linda sebenarnya.

Ahirnya angkot yang kami tumpangi pun diberhentikan oleh Linda, karena sudah sampai tepat di depan pintu gerbang rumah Linda.

"Kia, nanti aku akan menelponmu, ya?" ucap Linda dengan wajah sayu dan dengan senyum yang dipaksakan.

Terlihat sekali raut wajah kesedihan di muka Linda. Aku memahami perasaannya.

"Ya, Lin, aku tunggu," ucapku sambil membalas senyumannya.

Sepuluh menit berlalu kemudian. Aku pun menghentikan angkot yang kutumpangi tepat di depan rumah lalu memberikan uang pada supir. Kubuka gerbang rumah kemudian setengah berlari aku menuju pintu rumah dan membuka sepatu.

"Assalamualaikum. Aku pulang, Ma," ucapku sambil berjalan ke arah Mama yang sedang berada di ruang keluarga. Kemudian mencium takzim punggung tangannya.

"Waalaikumsalam. Ya sayang, makan siang udah Mama siapin di meja makan," ucapnya sambil tersenyum.

"Kia nggak lapar, Ma."

Aku berlari menaiki anak tangga menuju kamar. Sebelumnya aku melaksanakan kewajiban dulu, lalu kemudian berbaring merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Kepala pusing rasanya, aku ingin istirahat dan mencoba memejamkan mata kemudian terlelap.

Terdengar samar suara Mama tetiba membangunkanku.

"Kia, sayang kamu kenapa?" ucap Mama sambil meraba keningku.

"Kepala Kia tadi sakit, Ma."

"Gimana sekarang, masih sakit?"

"Udah enggak, Ma. Setelah Kia istirahat," kataku setelah merubah posisiku menjadi duduk.

"Ya udah, sekarang kamu mandi sana," ucap Mama sambil beranjak pergi dari kamarku.

Aku pun segera beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke arah kamar mandi. Untung di rumah ada water heater jadi aku bisa mandi air hangat sore-sore gini.

Setelah selesai mandi, kemudian aku melakukan kewajibanku untuk melaksanakan shalat ashar. Lalu aku turun ke bawah dan menghampiri Mama yang sedang nonton TV.

"Sayang, makan dulu," Mama melihat ke arahku.

"Ya, Ma."

Aku pun berjalan menuju meja makan. Rasanya lapar sekali perut ini. Kubuka tutup saji di atas meja begitu banyak makanan kesukaanku. Aku pun duduk di kursi dan menikmati makanan tersebut. Setelah makan, kemudian aku menghampiri Mama dan duduk di sampingnya.

"Anak Mama cantik kalo udah mandi," ucap Mama sambil satu tangannya memelukku.

"Emang kalo Kia nggak mandi, nggak cantik?" ucapku sambil mengerucutkan bibir.

Mama malah mencubit hidungku dan ketawa. Aku membalasnya dengan mendelikan mata manja, lalu kusandarkan kepalaku di bahu Mama. Kami berdua menikmati acara di TV.

***

Malam pun tiba dan Om Aldi sudah berada di rumah sekarang. Kami bertiga berkumpul di ruang keluarga sambil nonton TV.

"Mama, boleh nggak Kia hari minggu keluar sama Linda?" pintaku.

"Mau ke mana, Kia?" Malah Om Aldi yang balik nanya.

"Mau main sama Linda. Nganter dia belanja, tapi nanti hari minggu. Om mau ikut?" ucapku sambil nyengir kuda.

"Kagak ... ngapain ikut. Cewek kalau belanja muter-muter, ih ... malas," ucapnya sambil tertawa.

"Ih biarin," ucapku sambil menjulurkan lidah.

"Kia, nggak boleh gitu sama Om."

"Ya, Ma, maaf."

"Maafnya sama Om bukan sama Mamamu," ucap Omku sambil tertawa dan mengulurkan tangannya.

"Maafin, Kia ... ya, Om," ucapku sambil menjabat tangannya dan tersenyum manja.

"Kamu udah makan, Al?" tanya Mama.

"Udah, Kak. Tadi di kantor. Aku tinggal dulu ya, Kak ... cape mau istirahat."

"Kia pun mau ke kamar, udah ngantuk ya, Ma," kataku.

Mama hanya tersenyum sambil mengangguk.

***

Tiba saatnya aku ada janji sama Linda dan hari ini adalah hari minggu. Waktu seakan begitu cepat berlalu. Kemudian teleponku berdering. Pasti dari Linda. Kemudian kuambil segera ponsel itu.

"Hallo," Terdengar suara Arya di sana.

"Ya," ucapku sedikit kecewa. 

"Kamu lagi ngapain? Kaya enggak seneng aku telepon?" tanya Arya, mungkin dia ngerti dengan nada bicaraku.

"Nggak ngapa-ngapain, Ar."

"Hari ini jalan, yuk? Mumpung hari libur," ajak Arya.

"Nggak bisa ... aku udah janji sama Linda hari ini mau jalan. Nggak marah kan? maaf ya, Ar."

"Oh gitu ... ya, nggak apa-apa."

Terdengar nada kecewa dari ujung telepon sana. Aku mengerti Arya.

"Ar, udah dulu ya. Ada panggilan masuk nih, kayaknya dari Linda."

Aku sedikit lega karena ada alasan untuk mengahiri percakapan dengan Arya. Kemudian obrolan pun berahir. Dan aku mengklik panggilan masuk tadi. Benar saja ini Linda.

"Hallo."

"Ya, Lin. Hari ini jadi kan kita jalan?" kataku.

"Ya. Kia, menurutmu siapa ya yang waktu itu dibonceng Gilang?" tanya Linda.

Aku mengerti perasaannya. Dia menyukai Gilang, tetapi lelaki itu dekat dengan cewek lain.

"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status