Azka Nughroho Steele. Seorang laki-laki tampan, wakil ketua gengster Graventas. Bermulut pedas seperti cabai. Dan satunya lagi William Maxime Wilson, kembaran Emily. Anggota inti gengster Graventas. Sangat membenci Emily, dulu tidak, tetapi karna sahutan titisan dajjal. William terpengaruh dan ikut membenci Emily.
"Samperin yok," ujar Gio pada temannya.
Gionino Putra Smith. Anak tunggal dari keluarga Smith. Tampan dan tidak jauh beda dengan Azka yaitu bermulut pedas seperti cabai dipasar. Gio juga salah satu anggota inti dari gengster Graventas
Mereka menuju meja Emily dan Felicia. Mereka mendengar perkataan yang di lontarkan oleh siswa-siswi.
"Heh liat! Graventas menuju meja Emily."
"Gue yakin mereka akan membuat malu Emily sekarang."
"Hahaha, biarkan saja."
Brak...
Felicia dan Emily yang awalnya berbicara dengan sangat tenang tanpa gangguan. Tiba-tiba datanglah gangguan yang menggangu ketenangan mereka. Emily a.k.a Keisya sangatlah tidak menyukai seseorang menggangu dirinya tanpa sebab.
"Masih sekolah lo jalang." ucap Azka melihat ke arah Emily yang sedang duduk.
"Gue kira lo sudah mati," timpal Gio.
"Tapi ternyata lo masih hidup. Jalang disekolah tidak berkurang deh," tutur Vano.
Vano Anggara Watson. Pria tampan, anggota inti Graventas. Bermulut pedas seperti dengan kedua temannya itu. Ada satu lagi sang ketua dari Graventas yaitu Alexander Hernandez, berwajah tampan dan datar. Tapi tidak dengan sang pacar. Alex akan berubah total dengan sang pacar.
Azka melihat seseorang yang berada di depan Emily yang tak lain adalah Felicia. "Heh siapa nih? oh gue tau teman jalang lo yah?"
"Tidak punya teman yah lo? Makanya lo bawa teman jalang lo sekolah disini." papar William melihat ke arah Felicia juga.
Felicia dan Emily tidak menanggapi mereka semua, tetap tenang. Emily berusaha menahan emosi dari dalam dirinya agar tidak memuncak sekarang. Ada sesuatu dalam dirinya ingin keluar, tapi ia menahannya.
"Tamatlah riwayat mu, jika emosi nya memuncak." batin Felicia melihat Emily menahan sesuatu dari dirinya.
Felicia sangat mengenal Emily, yang sekarang jiwanya diisi oleh sang sahabat yaitu Keisya.
"Kembaran lo bisu tuh, Lam." ucap Azka menoleh ke arah William.
"Gue sudah bilang, gue tidak punya kembaran!" seru William.
"Terus dia siapa lo dong?" tanya Vano. Oh tidak itu bukan pertanyaan yang dilontarkan, tetapi perkataan yang merendahkan Emily.
Emily sedari tadi menahan emosi yang berada di dalam dirinya saat ini.
"Anak pungut yang beruntung dianggap anak sama mama gue," jawab William dengan santainya tanpa memikirkan perasaan Emily.
Terdengar tawa para isi kantin yang mendengar ucapan William.
"Dia tidak dianggap sama William dong."
"Sakit hati deh tuh pasti."
Felicia memegang tangan Emily yang saat ini tengah menahan emosinya keluar. Felicia berusaha menenangkan Emily, ia tidak ingin ada seseorang terluka karena emosi Emily saat ini. Kepalan tangan Emily perlahan terlepas. Emily melihat Felicia tersenyum padanya. Ia mengangguk menjawab senyum Felicia.
"Jangan bicara seperti itu William. Bagaimana pun Emily tetap kembaran kamu," ujar seorang perempuan yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka. Oh tidak, itu bukan pembicaraan melainkan penghinaan.
"Iya William. Jangan seperti itu," tutur teman perempuan itu.
"Mereka masih membela Emily setelah apa yang dilakukan Emily pada mereka?"
"Tidak nyangka gue kalau mereka punya hati seperti itu."
"Benar. Beruntung banget Alex punya pacar seperti itu."
"Perlahan Emily semua orang akan berpihak pada gue." batin seseorang tersenyum sinis ketika mendengar perkataan siswi.
Vano melihat ke arah dua perempuan yang membela Emily dan Felicia. "Ciih. Kalian masih bela nih jalang setelah dia bully kalian kemarin."
"Gue bingung sama hati kalian berdua terbuat dari apa sih. Mau aja bela dia." ujar William melihat ke arah dua perempuan itu juga.
"Kalian jangan sepeti itu. Emily masih teman kalian loh," tutur perempuan itu kembali.
"Teman? Gue tidak punya teman seperti dia," ucap Azka.
Gio melihat ke arah Emily dan Felicia yang sedari tadi hanya diam. "Heh! lo tuh bukannya makasih sudah dibela Audrey sama Febi. Malah diam, bisu lo?"
Audrey Katty Beril. Perempuan yang dikatakan mempunyai hati yang baik, tapi siapa sangka itu hanyalah topeng yang ia pakai. Febiola Gischa Alena, teman Audrey. Sifatnya sebelas dua belas dengan Audrey. Mereka berdua dekat dengan anggota inti Graventas. Audrey pacar Alex sang ketua Graventas.
Telinga nya sangat panas mendengar hinaan mereka semua. Emily berdiri dari duduknya, di susul dengan Felicia juga yang berdiri dari duduknya.
"Ternyata dia yang bernama Audrey. Bermuka dua." batin Keisya memandang Audrey dengan tatapan berbeda.
Emily memandang mereka semua dari bawah samapi atas.
"Ngapain lo liatin kita begitu." ujar Vano ketika melihat Emily memandang nya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Kita memang tampan, tapi sorry yah gue gak mau pacaran smaa lo jalang," ujar Azka dengan kepercayaan diri.
"Kamu tidak apa-apa kan Emily?" tanya Audrey.
"Atau ada sakit?" tanya Febi.
"Twee gezichten (Bermuka dua)." ujar Emily melihat ke arah Audrey dan Febi yang menanyakan keadaannya. Ia tidak sama sekali menanggapi pertanyaan mereka.
"Ja. Je hebt zo gelijk (Iya. Kamu sangat benar)." ujar Felicia yang juga melihat ke arah Audrey dan Febi.
Mereka semua yang berada di kantin termasuk William dan yang lain dibuat terkejut mendengar Emily bisa berbicara bahasa asing. Mereka semua tidak mengerti ucapan Felicia dan Emily.
Gio melihat ke arah Emily dan Felicia secara bergantian. "Apa yang kalian bicarakan. Jangan sok bisa bahasa asing deh lo."
Vano mendorong tubuh Emily ke belakang. "Heh lo tuh yah!"
Untung saja Felicia menahan tubuh Emily. "Lo tidak apa-apa kan?"
Emily menganggukkan kepalanya. Felicia menatap ke arah Vano dengan tatapan tajam miliknya. "Lo jangan main kasar sama cewek. Dasar pengecut lo, banci lo!" s
"Raak me niet aan met je vuile handen AFVAL!" seru Emily dengan tegas melihat ke arah Vano.
Felicia yang mendengar itu perkataan Emily langsung saja ia tertawa mendengar ucapan Emily apalagi dengan kata terakhir kalimat Emily.
Emily memberikan kode pada Felicia untuk mengartikan ucapan dari Emily tadi. Felicia menganggukkan kepalanya lalu Felicia mengartikan perkataan Emily yang baru saja di lontarkan untuk mereka. Felicia menatap ke arah Vano. "Kata Emily. Jangan menyentuhnya dengan tangan kotormu SAMPAH!"
"Lo ngatain gue sampah?" tanya Vano.
"Nou, jij afval dat moet worden uitgeroeid," Emily kembali memberikan kode pada Felicia.
"Kata Emily. Yah, kau sampah yang harus dimusnahkan,"
"Lo .... " Vano menunjuk wajah Emily yang langsung dihempaskan oleh Emily dengan kasar.
Emily langsung menghempaskan tangan Vano dengan kasar dari wajahnya "Jangan pernah menunjuk ku dengan tangan mu itu bodoh."
Emily melihat ke arah William yang juga menartapnya. "Dan buat lo, gue bukan kembaran lo. Gue tidak merasa mempunyai kembaran seperti .... "
Emily memberhentikan ucapannya dengan melihat William dari bawah sampai atas.
"Seperti apa?" tanya William.
"Seperti sampah!" seru Emily dengan sangat tegas.
Emily pergi dari hadapan mereka semua, yang disusul Felicia. Seisi kantin dibuat melongo oleh ucapan Emily tadi. Begitu juga dengan Alex dkk dibuat melongo oleh tingkah dan ucapan Emily. Biasanya Emily akan menempeli Alex tiada hentinya tapi sekarang?
Disisi lain terdapat tiga orang pemuda yang memperhatikan keributan yang terjadi sekarang. Oh tidak salah satu dari mereka hanya memperhatikan Emily seorang. Sampai suara seseorang membuyarkan semuanya.
"Sampai kapan lo perhatiin Emily terus?" tanya teman pemuda itu.
"Yah. Lo sudah hampir 3 tahun memperhatikan Emily terus. Kalau lo seperti ini terus, yang ada Emily direbut orang lain. Apalagi Emily sekarang tambah cantik dengan tanpa makeup tebalnya itu." ujar teman pemuda satunya lagi melihat ke arah pemuda itu.
Pemuda itu melihat ke arah dua temannya. "Besok. Setelah pulang sekolah, gue akan ke rumahnya langsung dan berbicara pada orangtuanya."
"Bagus. Tapi lo beneran suka dan cinta kan sama Emily?" tanya teman pemuda.
"Lo tidak ingin main-main kan sama Emily?" tanya teman pemuda satunya lagi.
"Gue sudah bilang berkali-kali sama kalian, gue tulus sama Emily. Awal masuk, gue langsung jatuh cinta sama Emily saat melihat wajahnya itu," ujar pemuda itu mengingat kembali saat dirinya melihat Emily.
"Baguslah. Gue yang akan maju duluan kalau lo hanya mempermainkan perasaan Emily doang," tegas teman pemuda itu.
"Gue juga akan maju. Walaupun lo sahabat kita, tapi kalau soal perasaan, kita tidak peduli kalau lo sahabat kita," ucap teman pemuda lagi.
"Kalian bisa pegang janji gue. Gue tidak akan mempermainkan perasaan Emily, gue tulus sama Emily," papar pemuda itu dengan sangat tegas.
Kedua teman pemuda itu melihat ke arah pemuda itu lebih tepatnya ke arah mata pemuda itu, mereka melihat di mata itu tidak ada kebohongan dalam matanya itu melainkan ketulusan yang terdapat di mata itu. "Kita pegang janji lo."
Tetapi saat mereka berjalan menjauh, sebuah pisau melayang mendekati Keisya. Gadis itu yang mempunyai insting yang sangat kuat, langsung saja menangkap pisau itu dengan tangan kosong. Dan itu membuat tangan putihnya dipenuhi darah sendiri. Itu membuat Darel serta yang lain kaget dan terkejut, tetapi gadis itu tidak memperdulikan mereka semua.Keisya berjalan mendekat ke arah Lara. Sesuatu dalam dirinya ingin keluar sekarang, tetapi ia tahan. Bukan sekarang waktunya dan ia tidak ingin sesuatu terjadi seakrang. Ia tersenyum smrik pada Lara, sementara gadis itu mengeluarkan keringat dingin sebab Keisya telah berada depan wajahnya sekarang.Keisya memainkan pisau tersebut dengan sangat santai, itu membuat Darel sangat takut. Walaupun ia mengetahui siapa Keisya, tetapi masih ada rasa takut dalam dirinya setiap gadis itu melakukan hal yang berbahaya.“Bawa senjata tajam ke kampus. Melanggar peraturan.” Lara terdiam tidak bisa mengeluarkan kata sedikit pun.
“Dia bukan Keisya. Jika lo ke sana, maka lo tidak akan bisa melihat dunia lagi dan tinggal nama lo saja nanti.” Darel terdiam di tempat mendengar perkataan itu, ia tidak mengerti. Ia ingin melakukan sesuatu pada gadis itu tetapi ia juga tidak ingin kenapa-kenapa pada dirinya.Darel menetapkan hatinya untuk mendekat pada gadis itu, Felicia belum sempat menahan tangan pria itu tetapi dia lebih dahulu pergi. “Shit! Darel memang menyerahkan nyawanya pada Alexa.”Sementara Darel sekarang sudah babak belur karena sedari tadi menahan gadis itu. Sementara mereka semua menatap Darel dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, mereka tidak ada yang membantu pria tersebut bahkan kedua gadis itu. “Sudah gue bilang, jangan ke sana. Tetap ke sana, lihat sekarang.”Tak lama dari itu, terdengarlah suara langkah kaki berlari dari belakang mereka semua. Sontak saja, mereka membalikkan badan. Kedua gadis itu bernapas lega melihat keenam pria itu
Mereka semua dapat melihat kilatan amarah di sana, kedua gadis itu semakin takut sekarang. Apa yang mereka rasakan sedari tadi, sekarang terjadi. Kedua gadis itu kembali saling memandang satu sama lain. “Cepat hubungi kak El sekarang. Hanya dia bisa.”Felicia langsung saja menghubungi Elvino dan tak lama diangkat oleh pria itu.“Halo, Kak.”[Ada apa?]“Lo sekarang ke sini. Dia kembali.”[APA? bagaimana bisa? sekarang lo di mana?]“Gue share lokasi sekarang. Secepatnya sekarang ke sini, Kak.”Carissa langsung saja memutuskan sambungan telepon itu sepihak dan langsung mengirimkan lokasinya pada Elvino. Sontak itu membuat mereka semua bingung dan khawatir. Sebenarnya apa yang terjadi sekarang.“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Alva.“Dia kembali,” papar Carissa.“Dia siapa?&r
Sesuai perkataan gadis itu tadi. Sekarang mereka berada di sebuah Gudang tua. Saat ini kedua gangster berada di sebuah Gudang. Di sana terlihat banyak orang-orang, semua anggota kedua gangster berada di sana.Audrey, Febi, serta semua anggota gangster Rinex berada di depan ketiga gadis cantik tersebut, mereka semua dibuat berlutut. Ketiga gadis itu tersenyum smrik, Emily perlahan mengangkat dagu Audrey dengan jari telunjuknya. “Hai Shareena.”Setelah mengatakan itu, gadis itu melepaskan jarinya dari wajah Audrey. Gadis itu meludah ke arah samping. Ia meniup jari telunjuknya. “Ah jari gue habis pegang anjing.”“Shareena Aurora Gebiri, seorang jalang Aldeo Darvin Alendra. Mengikuti jejak sang mama tercinta yang pernah masuk dalam rumah tangga yang dulunya harmonis tetapi karena kedatangan kalian berdua, keluarga tersebut tidak harmonis lagi. Dan pada akhirnya Alya Putri Nafisha membunuh seorang lelaki yang tak lain adalah Samuel Raja
Gadis itu melihat ke arah Felica, sedangkan Felicia yang melihat itu lalu menganggukkan kepala. Ia kemudian memutarkan sebuah foto yang mana terdapat Sembilan orang di sana. Foto pertama membuat semua anggota Graventas terutama Alex, di sana terdapat foto sang mama.“Kalian pasti mengetahui siapa dia. Ava Belvina Hernandez, mama dari Alex ketua gangster Graventas. Dia cantik, baik pula tapi sayang dia telah meninggal. Gue mau nanya sama kalian semua, kalian mengetahui penyebab kematian dia?”“Bagaimana kalua anaknya saja yang menjawab, Emily. Pasti dia mengetahui penyebab sang mama tercinta meninggal,” timpal Carissa.“Boleh deh. Jawab Alexander, bagaimana sang mama tercinta lo meninggal?” papar Emily.“Bunuh diri.” Emily tersenyum smrik ketika mendengar jawaban Alex, bukan hanya Emily saja tetapi kedua gadis tersebut.“Yakin bunuh diri? tapi gue tidak yakin deh dan serratus persen bukan karena
Dua minggu telah berlalu, semua berjalan sesuai rencana ketiga gadis itu. Ah tidak lebih tepat, rencana Emily a.k.a. Keisya Gadis itu benar-benar membuat semua keluarga pemilik raga ini sangat menyesal sampai tidak bisa menunjukkan wajah lagi depannya.Entah apa yang dilakukan gadis itu pada mereka semua, hanya gadis itu yang mengetahui. Yang pasti gadis itu membuat mereka semua sangat menyesal bahkan William sangat menyesal sekarang.Dulu ia tidaak pernah membela Emily saat semua siswa-siwi mengatakan hal yang buruk pada gadis itu. Sekarang ia sangta menyesal, ia tidak pantas disebut sebagai kakak. Kakak mana yang bisa disebut sebagai kakak jika dia tidak menolong ataupun membela sang adik Ketika terkena masalah.William benar-benar sangat menyesal, sekarang ia benar-benar sangat menyesal. Masalah keluarga belum selesai juga sampai sekarang, dan sekarang masalah markas yang semakin rumit saja. Teka-teki terlalu banyak yang harus mereka pecahkan.'Gue