Pagi telah tiba. Seorang gadis cantik baru saja keluar dari rumahnya, bertepatan dengan sebuah mobil keluaran terbaru datang. Sang pemudi membuka kaca mobilnya. "Masuk Kei."
Yah, gadis itu Emily. Tapi oleh sang pengemudi memanggil namanya dengan sebutan Kei, siapa lagi jika bukan Felicia yang memanggilnya seperti itu. Emily masuk kedalam mobil Felicia lalu Felicia menjalankan mobilnya setelah dirasa Emily telah duduk dengan sempurna di jok sampingnya. Emily melihat mobil yang dikendarai oleh Felicia. "Lo ganti mobil?"
Felicia menoleh ke arah Emily sebentar lalu melihat ke arah depan lagi. "Iya hehehe."
"Mobil kemarin pasti lo baru pakai kan?" tanya Emily. Itu bukan pertanyaan melainkan tebakan yang dikeluarkan oleh Emily.
Felicia menganggukam kepalanya. "Iya."
"Sekarang pakai mobil baru lagi?" tanya Emily.
"Iya Kei. Biarin aja sih, mobil banyak kok kalau lo lupa," jawab Felicia dengan santainya.
Emily memutarkan bola matanya malas mendengar jawaban santai Felicia. "Ya ya ya."
Emily menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir ia pada Felicia. Padahal mobil kemarin, mobil baru juga. Ia sangat mengetahui sifat Felicia dengan baik. Tak membutuhkan waktu yang lama. Mobil Felicia telah terparkir diparkiran dengan sangat mulus
"Heh itu siapa?"
"Sepertinya murid baru deh."
Felicia dan Emily keluar dari mobil dan pastinya Emily dengan wajah datarnya. Mereka jalan dikoridor menuju ruang kepa sekolah tentunya.
"Itu bukannya Emily ya?"
"Tuh anak baru mau aja jalan berdua sama Emily. Atau itu teman se-jalang nya Emily ya?"
"Bisa saja jadi sih. Dia kan tidak punya teman disini, makanya bawa teman jalang nya ke sekolah."
Felicia dari tadi menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasar nya pada mereka semua.
Brakk
Dengan sangat tidak pelan, Felicia menendang pintu ruang kepala sekolah itu.
"Astaga!" seru Kepala Sekolah kaget mendengar tendangan itu.
Emily memutarkan bola matanya mendengar ucapan kaget Kepala Sekolah. Sedangkan Felicia menatap Kepala Sekolah dengan tatapan dinginnya. "Kelas?"
Kepala Sekolah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Felicia, langsung mencari di mana kelas Felicia. "XII IPA 1"
"Tempatkan saya bersama Emily," balas Felicia dengan nada dingin.
"Baiklah," ucap Kepala Sekolah pasrah. Aura di ruang kepala sekolah sangatlah dingin dan panas. Itu yang dirasakan oleh kepala sekolah itu.
"XII IPA 2," cap kembali Kepala Sekolah.
Tanpa mengatakan apapun, Felicia pergi dari sana bersama dengan Emily tentunya. Kepala sekolah melihat Felicia dari tado sampai hilang dari pandangannya. "Aura nya sangat dingin."
XII IPA 2. Felicia dan Emily telah berada dalam kelas. Tak lama dari itu, Guru masuk dan menjelaskan materi yang akan dibawakannya.
Kring... Kring... Kring...
Para siswa siswi keluar dari kelas masing ketika mendengar bunyi bel istirahat. Berbeda dengan kelas XII IPA 2 yang masih ada guru dikelas mereka.
"Berhubung semua para guru akan mengadakan rapat setelah ini. Pelajaran kalian selanjutnya kosong sampai pulang sekolah tiba," ungkap Guru.
Para murid XII IPA 2 yang mendengar penuturan gurunya itu, mereka semua merasa senang dan gembira dan menunjukkan ekspersi sangat senang kecuali Emily dan Felicia tentunya, mereka berdua memutarkan bola matanya malas mendengar sorakan mereka semua. "Yeayyy."
"Tapi kalian tidak boleh ada pulang sebelum waktu pulang sekolah. MENGERTI!" tegas Guru.
"Mengerti Pak." jawab para murif XII IPA 2 serentak
"Baiklah sampai ketemu di pelajaran selanjutnya." Guru itu keluar dari kelas XII IPA 2
Begitu juga para muridnya, tanpa menunggu lama lagi mereka semua berhamburan keluar. Sampai kelas hanya tersisa Emily dan Keisya. Mereka berdua tidak ingin berdesakan keluar dari kelas. Felicia melihat ke arah Emily yang berada di sampinya. "Kantin?"
Emily menganggukkan kepalanya. Mereka berdua keluar dari kelas dan berjalan menuju kantin. Dikoridor mereka berdua kembali mendengar hinaan lagi yang dilontarkan pada siswa siswi untuk mereka berdua.
"Tambah dua jalang lagi deh nih sekolah!"
"Tidak ada teman dia, makanya ngajak teman jalangnya."
Amarah Felicia sudah siap ia keluarkan. Tapi sebelum itu, Emily menahannya untuk tidak mengeluarkan amarahnya.
"Jangan sekarang Felic." bisik Emily menahan lengan Felicia untuk melabrak siswi yang melontarkan kalimat itu.
Emily langsung saja menarik lengan Felicia untuk cepat menuju kantin. Felicia melihat ke arah Emily yang terus saja berjalan dengan menarik lengannya. "Tapi Kei, mereka menghina kita berdua tanpa bukti."
Emily menoleh sebentar ke arah Felicia lalu menoleh ke depan kembali. "Gue tau, dari kemarin ingin sekali gue tutup mulut mereka. Tapi tidak sekarang, tunggu waktu yang sangat pas Felic."
"Kapan waktunya? Telinga gue panas dengarnya," ujar Felicia.
Mereka telah sampai dikantin, dan telah duduk kecuali Emily. Ia masih berdiri karena ingin pergi memesan. "Lo pesan apa?"
"Samain aja kayak lo," Tanpa menunggu lama lagi, Emily memesan pesanan untuk dirinya dan Felicia.
Tak lama Emily telah datang dengan membawa dua gelas minuman. Kemudian, Emily memberikan satu gelas minuman itu pada Felicia. "Nih."
"Thanks." ujar Felicia dengan mengambil es tes manis untuknya dari tangan Emily
"Pertanyaan gue belum lo jawab Kei," tutur Felicia.
Emily menaikkan satu alisnya mendengar perkataan Felicia. "Pertanyaan yang mana?"
"Kapan waktunya kita bisa balas mereka semua?" tanya Felicia.
"Tunggu sebentar lagi. Saat kita pelulusan, disitu kita tutup mulut mereka semua," ungakp Emily.
"Apa lo sudah punya rencana?" ujar Felicia dengan cepat.
Emily mendengar pertanyaan yang dilontarkan Felicia, ia tersenyum smrik. "Sudah, tapi gue belum menjalankannya."
Siapa pun yang melihat senyuman Emily yang dikeluarkan sekarang mungkin orang itu akan langsung takut dan bergetar karena melihatnya.
"Apa yang harus gue lakukan?" tanya Felicia.
"Sangat mudah," jawab Emily.
Emily memberikan tahukan pada Felicia rencananya dengan suara pelan. Dipastikan tidak ada yang mengetahui nya kecuali mereka berdua. Dan apa saja yang harus Felicia lakukan untuk rencanya. Tak lama dari itu, Emily telah selesai memberi tahukan pada Felicia.
"Oke, kapan gue bisa lakukan itu?" tanya Felicia.
"Sekarang juga boleh," ujar Emily dengan wajah dinginnya.
Setelah mendengar jawaban Emily, Felicia mengeluarkan senyum smrik miliknya juga. "Oke. Kita liat siapa yang akan kalah nantinya."
Mereka berdua tersenyum penuh arti yang hanya mereka berdua tau artinya apa.
"Itu bukannya kembaran lo William?"
"Bukan kembaran gue!"
Tetapi saat mereka berjalan menjauh, sebuah pisau melayang mendekati Keisya. Gadis itu yang mempunyai insting yang sangat kuat, langsung saja menangkap pisau itu dengan tangan kosong. Dan itu membuat tangan putihnya dipenuhi darah sendiri. Itu membuat Darel serta yang lain kaget dan terkejut, tetapi gadis itu tidak memperdulikan mereka semua.Keisya berjalan mendekat ke arah Lara. Sesuatu dalam dirinya ingin keluar sekarang, tetapi ia tahan. Bukan sekarang waktunya dan ia tidak ingin sesuatu terjadi seakrang. Ia tersenyum smrik pada Lara, sementara gadis itu mengeluarkan keringat dingin sebab Keisya telah berada depan wajahnya sekarang.Keisya memainkan pisau tersebut dengan sangat santai, itu membuat Darel sangat takut. Walaupun ia mengetahui siapa Keisya, tetapi masih ada rasa takut dalam dirinya setiap gadis itu melakukan hal yang berbahaya.“Bawa senjata tajam ke kampus. Melanggar peraturan.” Lara terdiam tidak bisa mengeluarkan kata sedikit pun.
“Dia bukan Keisya. Jika lo ke sana, maka lo tidak akan bisa melihat dunia lagi dan tinggal nama lo saja nanti.” Darel terdiam di tempat mendengar perkataan itu, ia tidak mengerti. Ia ingin melakukan sesuatu pada gadis itu tetapi ia juga tidak ingin kenapa-kenapa pada dirinya.Darel menetapkan hatinya untuk mendekat pada gadis itu, Felicia belum sempat menahan tangan pria itu tetapi dia lebih dahulu pergi. “Shit! Darel memang menyerahkan nyawanya pada Alexa.”Sementara Darel sekarang sudah babak belur karena sedari tadi menahan gadis itu. Sementara mereka semua menatap Darel dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, mereka tidak ada yang membantu pria tersebut bahkan kedua gadis itu. “Sudah gue bilang, jangan ke sana. Tetap ke sana, lihat sekarang.”Tak lama dari itu, terdengarlah suara langkah kaki berlari dari belakang mereka semua. Sontak saja, mereka membalikkan badan. Kedua gadis itu bernapas lega melihat keenam pria itu
Mereka semua dapat melihat kilatan amarah di sana, kedua gadis itu semakin takut sekarang. Apa yang mereka rasakan sedari tadi, sekarang terjadi. Kedua gadis itu kembali saling memandang satu sama lain. “Cepat hubungi kak El sekarang. Hanya dia bisa.”Felicia langsung saja menghubungi Elvino dan tak lama diangkat oleh pria itu.“Halo, Kak.”[Ada apa?]“Lo sekarang ke sini. Dia kembali.”[APA? bagaimana bisa? sekarang lo di mana?]“Gue share lokasi sekarang. Secepatnya sekarang ke sini, Kak.”Carissa langsung saja memutuskan sambungan telepon itu sepihak dan langsung mengirimkan lokasinya pada Elvino. Sontak itu membuat mereka semua bingung dan khawatir. Sebenarnya apa yang terjadi sekarang.“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Alva.“Dia kembali,” papar Carissa.“Dia siapa?&r
Sesuai perkataan gadis itu tadi. Sekarang mereka berada di sebuah Gudang tua. Saat ini kedua gangster berada di sebuah Gudang. Di sana terlihat banyak orang-orang, semua anggota kedua gangster berada di sana.Audrey, Febi, serta semua anggota gangster Rinex berada di depan ketiga gadis cantik tersebut, mereka semua dibuat berlutut. Ketiga gadis itu tersenyum smrik, Emily perlahan mengangkat dagu Audrey dengan jari telunjuknya. “Hai Shareena.”Setelah mengatakan itu, gadis itu melepaskan jarinya dari wajah Audrey. Gadis itu meludah ke arah samping. Ia meniup jari telunjuknya. “Ah jari gue habis pegang anjing.”“Shareena Aurora Gebiri, seorang jalang Aldeo Darvin Alendra. Mengikuti jejak sang mama tercinta yang pernah masuk dalam rumah tangga yang dulunya harmonis tetapi karena kedatangan kalian berdua, keluarga tersebut tidak harmonis lagi. Dan pada akhirnya Alya Putri Nafisha membunuh seorang lelaki yang tak lain adalah Samuel Raja
Gadis itu melihat ke arah Felica, sedangkan Felicia yang melihat itu lalu menganggukkan kepala. Ia kemudian memutarkan sebuah foto yang mana terdapat Sembilan orang di sana. Foto pertama membuat semua anggota Graventas terutama Alex, di sana terdapat foto sang mama.“Kalian pasti mengetahui siapa dia. Ava Belvina Hernandez, mama dari Alex ketua gangster Graventas. Dia cantik, baik pula tapi sayang dia telah meninggal. Gue mau nanya sama kalian semua, kalian mengetahui penyebab kematian dia?”“Bagaimana kalua anaknya saja yang menjawab, Emily. Pasti dia mengetahui penyebab sang mama tercinta meninggal,” timpal Carissa.“Boleh deh. Jawab Alexander, bagaimana sang mama tercinta lo meninggal?” papar Emily.“Bunuh diri.” Emily tersenyum smrik ketika mendengar jawaban Alex, bukan hanya Emily saja tetapi kedua gadis tersebut.“Yakin bunuh diri? tapi gue tidak yakin deh dan serratus persen bukan karena
Dua minggu telah berlalu, semua berjalan sesuai rencana ketiga gadis itu. Ah tidak lebih tepat, rencana Emily a.k.a. Keisya Gadis itu benar-benar membuat semua keluarga pemilik raga ini sangat menyesal sampai tidak bisa menunjukkan wajah lagi depannya.Entah apa yang dilakukan gadis itu pada mereka semua, hanya gadis itu yang mengetahui. Yang pasti gadis itu membuat mereka semua sangat menyesal bahkan William sangat menyesal sekarang.Dulu ia tidaak pernah membela Emily saat semua siswa-siwi mengatakan hal yang buruk pada gadis itu. Sekarang ia sangta menyesal, ia tidak pantas disebut sebagai kakak. Kakak mana yang bisa disebut sebagai kakak jika dia tidak menolong ataupun membela sang adik Ketika terkena masalah.William benar-benar sangat menyesal, sekarang ia benar-benar sangat menyesal. Masalah keluarga belum selesai juga sampai sekarang, dan sekarang masalah markas yang semakin rumit saja. Teka-teki terlalu banyak yang harus mereka pecahkan.'Gue