Share

02. Kedai

Pagi yang cerah mengawali kegiatan penduduk Desa Miru. Para pedagang dengan semangat membuka kios mereka, sementara anak-anak bersemangat berlarian ke sana kemari tanpa memperhatikan sekitar.

Dug.

Seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun menabrak seorang gadis dan terjatuh. Gadis berambut coklat itu terkejut melihat dirinya menabrak seseorang.

"M-maaf, aku tidak sengaja," ucap anak laki-laki itu sambil membungkuk.

"Ah, tidak apa-apa, tapi lain kali kamu harus lebih berhati-hati ya," balasnya dengan lembut.

Setelah mendengar perkataan gadis itu, anak itu pergi menghampiri teman-temannya, sementara orang-orang di jalanan yang menyaksikan kejadian itu melanjutkan aktivitas mereka.

Dua orang di samping gadis itu mulai berbicara.

"Anak-anak zaman sekarang, hanya tahu berlarian saja," komentar salah seorang dari mereka.

"Bukannya kamu juga begitu saat seumuran mereka, Roy?" sahut pemuda yang lain.

"Oh, ayolah, jangan bercanda! Saat umur segitu, aku sudah melatih stamina dengan berlari mengelilingi desa," bantah Roy.

"Tak ada bedanya, kalian sama-sama berlari di desa," sela pemuda yang lain.

Gadis itu hanya bisa menghembuskan nafas, sudah bisa menebak bahwa mereka akan seperti ini.

"Sudahlah, Roy, Yoshi, kalian seperti kucing dan tikus, selalu bertengkar," tegur gadis itu.

Roy dan Yoshi diam setelah mendengar teguran gadis itu, tapi tetap saja suasana menjadi agak tegang. Gadis itu tak habis pikir dengan mereka berdua, hanya karena hal sepele mereka bisa mengeluarkan aura yang kurang menyenangkan.

Mereka melanjutkan perjalanan ke beberapa toko dan mampir ke kedai untuk sarapan pagi. Kedai itu memiliki desain sederhana namun cukup ramai pengunjung pada pagi hari. Mereka langsung memilih tempat duduk di dekat kasir.

"Selamat pagi, kami pesan sup hangat dan roti tiga porsi," pesan gadis itu.

"Bella, kau lupa sesuatu. Paman, jangan lupa minumannya juga ya!" ingatkan Roy dengan semangat.

"Tentu saja. Vero, tolong buatkan minuman tiga gelas seperti biasanya!" perintah pemilik kedai tersebut.

".. Baik," jawab seseorang dari seberang ruangan.

Bella memperhatikan ruangan tempat suara itu keluar, menantikan untuk bertemu dengan pemuda berambut perak itu.

Setelah beberapa menit, Vero muncul dengan tiga minuman segar di tangannya. Dengan kaos hitam lengan panjang, rambut perak keputihan dengan sentuhan warna biru gelap, bulu mata putih yang lentik, dan postur tubuh yang tegap, dia menyajikan minuman tersebut dengan cepat dan profesional kepada mereka. Gadis-gadis di kedai itu tidak bisa menyembunyikan rasa tertarik mereka pada Vero.

"Hm, sepertinya kau sangat populer, ya," komentar salah satu dari mereka.

"Jelaslah, dia kan tidak seperti 'Roy si tukang onar'," sahut Yoshi.

"Siapa yang kau sebut 'si tukang onar', huh?!" protes Roy.

"Tolong diam. Jangan buat keributan di sini," tegur Vero dengan tegas, membuat ruangan terdiam. Vero memang dikenal sebagai pemuda yang tenang dan minim ekspresi.

Setelah menyampaikan pesannya, Vero kembali ke dapur, dan suasana kembali seperti semula.

"Apa-apaan itu.. Kenapa dia begitu menyeramkan," bisik Roy.

"Kali ini aku setuju denganmu, Roy," sahut Yoshi.

"Maafkan dia, sifatnya memang seperti itu, tapi dia anak yang baik," bela paman pemilik kedai.

"Iya, paman. Kami mengerti," jawab Bella dengan senyum.

Mereka melanjutkan sarapan sambil membicarakan rencana untuk hari itu. Beberapa persiapan sudah mereka lakukan untuk kembali ke ibukota setelah sebulan menetap di Desa Miru. Mereka bukan penduduk asli desa itu, mereka hanya menerima tugas dari guild petualang untuk membantu memperbaiki desa yang diserang monster.

Desa Miru, meskipun terletak jauh dari ibukota, memerlukan tiga hari perjalanan dengan menggunakan kereta kuda. Meskipun berdekatan dengan hutan, penduduknya tidak merasa khawatir berkat keberadaan beberapa petualang yang menetap di desa.

Insiden serangan monster bulan lalu ditangani oleh para petualang tersebut. Desa Miru hanya memberikan quest untuk membawa pesanan bahan bangunan dan membantu dalam pembangunan. Meskipun mereka telah menyelesaikan pembangunan dua minggu setelah kedatangan mereka, mereka memutuskan untuk tetap tinggal karena kenyamanan suasana di desa tersebut.

"Hari ini kalian akan kembali ke ibukota?" tanya Brad, pemilik kedai.

"Iya, kami berangkat pagi ini," jawab Bella.

"Kalo begitu tunggu sebentar.. Vero, tolong siapkan beberapa makanan untuk mereka yang kembali ke ibukota!"

"Paman, jangan repot-repot. Kami tidak mau merepotkan dan kami juga sudah membeli beberapa persediaan," sanggah Bella.

"Benar, Paman. Kami sudah punya makanan," tambah Roy.

"Tidak, biarkan paman memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih atas bantuan kalian kepada desa ini," kata Brad.

"Kalau begitu kami tidak akan menolak kebaikan Paman!" ujar Roy.

Vero keluar dari dapur dengan membawa sekantung makanan dan minuman. Setelah itu, dia kembali ke dapur tanpa berkata-kata.

"Hey Vero, setidaknya ucapkan terima kasih dan jelaskan apa saja isi kantung ini," pinta Brad.

Vero kembali keluar setelah dipanggil oleh Brad. Dia membawa piring yang berisi makanan penutup berupa jelly dan menyerahkannya kepada mereka bertiga.

"Terima kasih atas bantuan kalian. Ini adalah makanan penutup sebagai ucapan terima kasih dariku. Di dalam kantung itu terdapat roti isi daging, buah-buahan, daging kering, dan air mineral. Semoga perjalanan kalian sampai ke tujuan dengan selamat," ucap Vero.

Para pengunjung kedai terkejut mendengar Vero berbicara begitu panjang. Bella, Roy, dan Yoshi juga terkejut dengan makanan penutup yang mereka terima, yang tidak pernah mereka lihat di kedai sebelumnya.

"Hahaha.. Vero sebenarnya orang yang suka berbicara, jadi jangan heran. Oh, apakah itu jelly? Ternyata dia memberikannya untuk pertama kalinya kepada kalian," kata Brad, mencoba untuk meredakan kekagetan.

Pagi itu, kedai sangat ramai dengan adanya menu baru tersebut.

"Terima kasih, Paman. Kami merasa tidak enak karena merepotkan," kata Bella.

"Kami sangat senang tinggal di desa ini. Mungkin aku akan mampir ke sini jika sempat," ucap Roy.

"Juga.. Sampaikan terima kasih kami kepada Vero. Yah.. Padahal aku ingin mengobrol dengannya," ujar Bella, suaranya semakin lama semakin redup.

"Apa yang kamu ucapkan? Jika ingin mengatakan terima kasih, silakan ucapkan secara langsung saja. Biar paman bantu memanggilkannya," kata Brad dengan nada santai.

"T-tidak, sekarang dia sedang sibuk, jadi aku.. Maksudku kami hanya ingin menitipkan terima kasih dan salam saja," jelas Bella, wajahnya sedikit merah karena malu.

Roy dan Yoshi mengerti maksud Bella, mereka hanya tersenyum melihat Bella yang canggung seperti itu. Jarang mereka melihat Bella menyukai seseorang, terutama di ibukota. Sebaliknya, Bella sering mendapat pernyataan cinta namun selalu menolak dengan halus.

Setelah mengucapkan salam perpisahan kepada pengunjung kedai, mereka menuju kereta kuda yang sudah dipesan. Tak lupa mereka berpamitan kepada orang-orang di jalanan.

"Nona, apakah liburanmu sudah memuaskan?" tanya Yoshi.

"Bukannya sudah kubilang jangan memanggilku 'Nona' di luar?" balas Bella.

Roy yang melihat Bella mengatakan hal itu hanya tersenyum. "Argh, kami tidak tahan memanggil Anda dengan sebutan nama saja. Seorang putri dari keluarga bangsawan dan dua orang pengawalnya seharusnya diperlakukan dengan hormat," jelas Roy dengan serius.

"Sudahlah, jangan diperbesar lagi. Aku sudah merasa senang selama di desa itu," jawab Bella.

"Senang karena pemuda bernama Vero, kan Nona?" goda Yoshi.

"Bukannya itu sudah pasti, Nona kita yang tidak pernah tertarik dengan seorang pria malah jatuh cinta dengan pemuda desa," tambah Roy, sambil tersenyum.

Bella, yang digoda oleh keduanya, hanya terdiam dengan muka memerah. Dia mengingat kembali awal pertemuannya dengan Vero di Desa Miru. Sungguh kenangan yang berarti baginya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status