Share

I'm Alone in This World
I'm Alone in This World
Author: aliznarun

01. Perpisahan

Suasana ceria dan riang gembira memenuhi udara di Desa Miru. Gelak tawa yang riang mengalun dari penduduknya, memperlihatkan betapa mereka menikmati pagi itu dengan sepenuh hati. Bahkan seorang remaja berusia sepuluh tahun, yang dikenal sebagai Adam, turut menyumbangkan keceriaan dengan leluconnya yang selalu mengundang tawa.

"Adam, leluconmu sungguh menghibur, hahaha..."

"Ya, betul sekali! Kau selalu menghadirkan keceriaan setiap kali datang ke sini."

Pujian dari beberapa warga terus mengalir, namun Adam tetap tenang dengan ekspresi khasnya yang penuh keceriaan. Baginya, menyenangkan hati warga desa adalah sebuah kebiasaan yang tidak pernah dia hiraukan, karena itulah cara terbaik baginya untuk berinteraksi dengan mereka yang kadang tertutup.

"Sepertinya saatnya aku kembali ke hutan. Terima kasih atas pagi yang menyenangkan ini," ucap Adam dengan senyuman tulus.

Adam melangkah meninggalkan desa menuju kedalaman hutan. Di sana, sebuah gubuk yang kokoh berdiri di antara pepohonan yang rimbun, menunggu kedatangannya.

Melintasi jembatan panjang yang melintasi sungai, Adam mengiringi langkahnya dengan senandung ringan, ditemani oleh kicauan riang burung-burung penghuni hutan. Udara segar hutan seolah menyapu kelelahan dari tubuhnya, memberinya kenyamanan yang tak tergantikan. Adam benar-benar menikmati setiap momen yang dihabiskannya di lingkungan itu.

Sampai di depan pintu gubuk, Adam segera berlari masuk untuk menemui sosok yang ditunggunya.

"Ma'am, aku sudah kembali! Mari kita lanjutkan latihan terakhir kita dengan semangat!" serunya penuh antusias.

Namun, tak ada jawaban yang menyambutnya. Adam mencoba lagi, kali ini dengan suara yang lebih tenang, "Ma'am, apakah kau ada di dalam kamar?"

Namun, tetap tidak ada jawaban. Mulai merasa kebingungan, Adam membuka pintu kamar dengan hati-hati.

"Permisi..."

Namun, kamar itu kosong. Hanya tempat tidur dan lemari yang terdapat di dalamnya. Adam merasa kebingungan, biasanya wanita yang ia panggil 'Ma'am' tidak pernah meninggalkan gubuk tanpa memberi kabar sebelumnya. Mencari kesana-kemari di sekitar gubuk, namun Adam tak berhasil menemukannya. Rasa gelisah mulai menyelinap, sebab sudah hampir empat tahun dia menjalin hubungan erat dengan wanita itu, sehingga baginya, wanita itu seperti keluarganya sendiri.

"Ma'am, di mana kau? Ini tidak seperti biasanya..." desisnya pelan sambil melangkah keluar dari gubuk.

Krek...

"Siapa di sana?" teriak Adam, namun hanya hening yang membalas.

Waspadai berbagai kemungkinan, Adam segera meraih belati yang terselip di saku celananya. Dengan mata tertutup, dia merasakan keberadaan seseorang di sekitarnya, menemukan aura aneh yang mencolok di satu titik.

"Aura ini..."

Ketika Adam membuka mata dengan terkejut, dia secara refleks mundur dua langkah setelah merasakan ancaman yang tajam dari arah kirinya. Berhasil menghindari serangan itu, Adam melihat siapa yang menyerangnya. Seorang individu bertopi dan memakai jubah coklat yang lusuh, menggenggam curit dengan tajam di tangannya. Wajahnya tersembunyi dalam bayangan jubah.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Adam dengan hati-hati, tetapi penuh dengan keberanian.

Mendengar pertanyaan Adam, individu itu berhenti dan menjawab dengan suara yang aneh, "Membunuhmu."

Terkejut dengan jawaban itu, Adam bersiap untuk bertarung. Dia tidak ingin mati sebelum menemukan keberadaan wanita yang dicarinya.

"Jangan harap!" teriak Adam, siap untuk menghadapi ancaman yang mengintai.

Dia berlari ke arah individu tersebut, memainkan peran sebagai murid yang lincah dan cepat. Namun, semua gerakannya dapat dengan mudah diprediksi oleh mata terlatih sang pembunuh. Mengarahkan curitnya menuju Adam, pembunuh itu siap mengakhiri hidupnya. Tapi Adam tangkas mengelak dan berhasil menangkis serangan itu menggunakan belatinya, kemudian membalikkan serangan.

Pertarungan mereka menjadi semakin sengit dan berkelanjutan. Tidak ada yang menyerah atau menunjukkan tanda-tanda kelemahan, keduanya memiliki stamina yang melimpah.

"Jangan memaksakan dirimu, Adam. Serahkan dirimu padaku," desak pembunuh dengan suaranya yang aneh.

"Aku tidak akan menyerah sebelum menemukannya!" balas Adam dengan tegas, fokus pada tujuannya.

"Siapa yang ingin kau temui? Aku mungkin bisa membantumu sebelum mengakhiri nyawamu," sela pembunuh dengan nada misterius.

"Itu bukan urusanmu! Hyatt..." Adam melemparkan beberapa jarum beracun ke arahnya, memaksanya menghindar. Mengejar peluang itu, Adam berusaha mendapatkan keunggulan dengan manuver cepat dan cerdik.

Namun, si pembunuh berhasil menghindari serangan itu dengan kekakuan. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Adam menghilang dari pandangannya, lalu muncul di belakangnya.

"Skak mat," ucap Adam dengan belati diarahkan ke leher pembunuh, bersiap untuk menyelesaikan pertarungan.

"Haha... Siapa yang bilang?" sahut pembunuh, yang tiba-tiba berubah menjadi boneka. Pembunuh sejati, yang ternyata telah berpindah posisi, sekarang berada di belakang Adam. Keadaan telah berbalik.

"Skak mat, Adam," ucap pembunuh dengan suara yang dikenali Adam.

Dengan hati-hati, Adam memutar badannya dan mengangkat tangan, menatap tajam ke arah pembunuh yang sekarang terlihat jelas. Merasa dilihat dan dicurigai, pembunuh itu akhirnya membuka tudung jubahnya, mengungkapkan identitas yang selama ini dicari Adam.

Ternyata, pembunuh itu adalah wanita yang dicarinya.

"Ma'am! Akhirnya aku menemukanmu," seru Adam dengan suara penuh kelegaan.

"Hm? Ternyata yang ingin kau temui itu aku. Haha, pikiranmu sangat sempit, Adam," ejek wanita itu dengan nada mengejek.

"Maksud Ma'am?" tanya Adam, kebingungan tergambar jelas di wajahnya.

"Kau selalu melihat sisi baikku dan mengabaikan sisi jahatku. Apakah kau yakin nyawamu akan aman bersamaku? Apakah kau yakin aku tidak akan memanfaatkanmu?" tanya wanita itu dengan tajam.

Adam terdiam, merenungkan kata-katanya. "Aku tidak bodoh. Aku hanya setia kepada mereka yang telah membantuku," jawab Adam dengan mantap.

"Oh, begitu. Aku merasa tersentuh. Padahal aku hanya tertarik padamu karena bakatmu," ujar wanita itu dengan nada merendahkan.

Adam merasa keanehan merayap di dalam dirinya, tetapi dia menahannya. "Kenapa? Apakah kau marah?" tanya wanita itu dengan penasaran.

"Aku tidak tahu," jawab Adam.

"Benar! Kau hanya mengerti sedih dan bahagia. Itu membuatku semakin senang. Aku bisa membuatmu bahagia lalu menyakitimu tanpa kau sadari! Haha..." kata wanita itu dengan kejam.

Adam hanya meremas jari-jarinya, tetap diam. "Kalau begitu, bunuh aku saja," ucapnya dengan mantap.

"Hm? Itu niatku, Adam. Oh ya, sebelum kau mati, aku akan memberitahumu tentang identitasmu dan keluargamu," ucap wanita itu tiba-tiba.

Adam terkejut. "Apa itu?" tanyanya dengan penasaran yang memuncak.

Namun, sebelum wanita itu bisa menjelaskan lebih lanjut, seseorang tiba-tiba melompat dari atas pohon dengan menggunakan jubah hitam. Wajahnya tertutup, hanya dua mata yang terlihat.

"Sudahlah, jangan terlalu dramatis. Segera katakan saja," ucap sosok misterius itu dengan nada datar.

"Ah kau mengacaukan saja! Apa kau tidak bisa membaca suasana?" jawab wanita itu. 

"Kau memperlambat waktu saja. Kalau ingin drama seperti itu, lebih baik kau saja yang mengantarnya."

Adam, yang tengah kebingungan dengan situasi yang tak terduga, diam-diam melihat sosok yang tiba-tiba muncul dari atas pohon dengan pakaian hitam. Sosok itu, yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Jack, mengaku sebagai teman dari wanita yang ia sebut sebagai "wanita drama".

"Siapa yang kau sebut wanita drama?!" interupsi wanita itu, yang bernama Frey.

"A.. Iya, aku Adam. Senang bertemu denganmu, Paman Jack?" kata Adam dengan rasa bingung yang tak tersembunyi.

"Aku masih belum begitu tua! Umurku baru 20 tahun, kau bisa memanggilku kakak," kata Jack.

"Hei, umurmu 27 loh," sahut Frey, memotong.

"Diam kau, Frey! Yah terserah kau ingin memanggilku apa," kata Jack sambil memutar matanya.

Adam memperhatikan mereka berdua berdebat, lalu dia teringat pada pembicaraannya dengan Frey sebelumnya tentang keluarganya. Apakah Frey benar-benar tahu tentang keluarganya?

"Uhm.. Maaf Ma'am, tentang pembicaraan sebelumnya.." coba Adam, takut mengganggu perdebatan mereka, tapi dia merasa itu tak apa.

Setelah mendengar Adam, Jack dan Frey saling memandang, kemudian mereka teruskan dengan perdebatan mereka.

"Hey nak, lupakan yang dikatakan wanita itu. Kau tau, dia hidup penuh drama jadi yang tadi dikatakan dia hanya skenario," kata Jack kepada Adam.

Adam tidak sepenuhnya yakin dengan orang yang baru saja ia temui, tapi dia memandang Frey dengan tatapan permintaan penjelasan.

"Huh.. Untuk kali ini aku mengakuinya. Memang tadi hanya sebuah permainan. Adam, sebenarnya aku hanya ingin memberitahumu sesuatu," kata Frey, yang kemudian menjelaskan kepada Adam bahwa itu hanya sebuah ujian kemampuan. Jika Adam mampu bertahan dengan serangan Frey, maka Frey akan memutuskan untuk menyerahkan Adam kepada Jack.

Adam merasa protes dengan keputusan itu. Bagaimana mungkin Frey, yang selama ini merawatnya, menyerahkannya kepada Jack yang baru saja ia temui? Dia tidak ingin meninggalkan Frey yang telah merawatnya dengan baik.

Namun, Frey menjelaskan bahwa dia menyerahkan Adam kepada Jack agar Adam bisa mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang dunia luar. Jack akan membimbingnya selama tiga tahun ke depan, sementara Frey akan mengunjungi Adam sekali setahun.

Setelah Adam diyakinkan dengan penjelasan Frey, dia akhirnya setuju untuk pergi bersama Jack. Frey pun menyiapkan beberapa pakaian dan buku untuk Adam, termasuk buku tentang ilmu bela diri dari tingkat dasar hingga lanjutan.

"Ma'am, aku... Aku akan pergi sekarang atas keinginanmu," ucap Adam dengan sedih.

"Ya, hati-hati selama masa pendidikanmu, Adam. Ingat ini, kau harus lebih waspada terhadap sekitarmu, jangan mudah percaya pada orang lain, dan jangan terlalu mudah mengasihani," pesan Frey dengan serius.

Meskipun Adam tidak tahu alasan di balik pesan-pesan itu, dia yakin bahwa itu semua demi kebaikannya. "Baik, aku akan mengingatnya," jawabnya mantap.

"Apakah sudah selesai perpisahannya? Kalau begitu, kami akan pergi," kata Jack, menunggu di samping.

"Jack, aku mempercayakannya padamu," ujar Frey tiba-tiba, dengan nada yang sedikit lebih lembut dari biasanya. Itu pertama kalinya Adam melihat Frey berbicara dengan lembut kepada Jack. Jack mengerti maksud di balik kata-kata itu, dia hanya mengangguk dan melambaikan tangannya pada Frey. Kemudian, mereka berdua pergi meninggalkan Frey seorang diri.

Frey, yang kini sendirian, tersenyum sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status