POV ArifSepeninggal Alya dan Pak Arga, dengan mengepalkan buku tinju kuat kuat segera aku meninggalkan kedai sarapan pagi yang baru saja aku tuju itu.Saat ini selera makan ku mendadak hilang entah kemana digantikan rasa kesal, benci, dan emosi yang membumbung tinggi karena baru saja melihat mantan istriku itu sedang bersama dengan laki laki lain. Padahal sekarang ini aku tiba tiba saja mengharapkan kehadirannya kembali untuk mengisi hidupku yang mulai kacau setelah kehilangan dirinya.Aku pun segera mengarahkan kemudi menuju pulang ke rumah. Teringat pesan ibu untuk mengambil uang yang beliau sembunyikan di dalam lemari pakaian di dalam kamar beliau.Aku ingin menggunakan uang tersebut untuk membeli kemeja baru dan merawat wajahku yang sudah lama tak perawatan agar kembali bersih dan kinclong seperti dulu lagi supaya kalau aku bertemu Alya kembali, wanita itu tak mengejek dan akan kembali jatuh hati padaku serta sadar kalau aku juga tak kalah tampan dan menariknya dari laki laki yan
POV Arif"Ada uang nya, Rif?" tanya Ibu dengan wajah berbinar saat aku kembali ke rumah sakit.Aku menggelengkan kepala lalu menghembuskan nafas gundah."Nggak ada, Bu. Apa Ibu salah taruh nggak? Barusan Arif cari sampai capek tapi kok nggak ketemu juga ya, Bu," jawabku apa adanya karena memang tak berhasil menemukan uang tersebut.Sementara bertanya dengan Soraya pun aku tak mendapatkan jawaban yang memuaskan hati karena wanita itu tak mau mengakui sedikit pun kalau dia lah yang telah mengambil uang tersebut saat aku tanyai.Soraya malah balik menyalahkan aku yang katanya kena karma karena telah salah tempat memberikan uang belanja, makanya uang tersebut bisa hilang.Dan dari pada aku semakin jengkel padanya lalu melakukan yang tidak tidak, aku pun akhirnya memutuskan untuk balik lagi ke rumah sakit ini dan mengatakan terus terang pada Ibu kalau uang tersebut tak berhasil aku temukan."Kok bisa nggak ada sih, Rief?" Ibu tampak kaget."Jelas jelas uang itu Ibu taruh di bawah tumpukan
POV Arif"Pak, Bapak lihat mobil saya yang saya parkir di sini nggak, Pak?" tanyaku dengan nada panik pada petugas parkir lepas yang terlihat berada di lokasi parkir ini.Laki laki itu menatapku kaget lalu balik bertanya."Memangnya Bapak parkir di mana? Ada kartu penitipan nya nggak?" tanya nya.Aku menggelengkan kepala. Barusan karena buru buru, aku memang lupa menitipkan mobilku pada tukang parkir.Padahal aku sadar kalau rumah sakit ini adalah rumah sakit kecil yang lokasi parkir nya hanya dijaga oleh petugas parkir lepas. Belum dikelola secara profesional sehingga bisa jadi parkiran di sini memang tidak sepenuhnya aman dari tindak kejahatan.Tapi karena buru buru hendak memberi tahu Ibu soal uang beliau yang hilang, aku pun jadi lupa menitipkan mobil kesayangan itu pada petugas yang sedang bekerja.Dan sekarang akhirnya mobilku entah ada di mana. Dan demi membayangkan mobilku dicuri orang, sungguh rasanya begitu menyakitkan. Saat ini rasanya aku nyaris tak percaya. Aku tak lagi
POV Arif"Sayang, ada tamu ya? Siapa yang datang?" Sedang aku bengong karena kaget, shock dan tak percaya mendapati tanda tanganku ada pada berkas pengalihan hak atas rumah ini di tangan Soraya, terdengar suara berat seorang laki laki dari dalam ruang tengah.Seperti halnya Soraya, aku pun menoleh ke arah sumber suara itu. Tapi bila perempuan itu menyambut laki laki yang baru saja datang dengan senyum lebar di bibir, aku justru menyambut dengan mata melotot lebar dan tatapan yang sungguh sungguh tak mengerti.Bagaimana bisa laki laki ini berada di rumah ini? Kapan dia datang dan siapa sebenarnya dirinya? Laki laki dengan wajah sangar dan tato naga menyeramkan yang menyembul dari balik lengan kaos pendek yang dikenakan yang sedang menatapku dengan tatapan yang sama denganku itu? Apakah Soraya memasukkan laki laki yang tak aku kenal ini ke dalam rumah ini saat aku pergi beberapa waktu yang lalu? Kalau iya, benar benar kurang ajar perempuan itu. Berani berkhianat saat masih berstatus
POV Alya"Kamu yakin nggak ke mana mana lagi, Al? Kalau kamu masih ada keperluan, bilang saja biar saya antarkan," tawar Pak Arga sekali lagi saat kami kembali naik ke mobil usai beliau sarapan pagi.Aku kembali menggelengkan kepala pelan."Nggak, Pak. Saya mau langsung pulang saja," jawabku sambil tersenyum kecil.Pak Arga manggut manggut."Baiklah, kalau begitu saya antar kamu pulang sekarang ya. Kamu masih tinggal di rumah Sinta ya? Siapa yang jaga anak kamu? Siapa namanya?" Pak Arga menatapku."Kayla, Pak," jawabku."Hmm ... nama yang bagus. Beruntung sekali Arief punya anak perempuan. Pasti cantik seperti ibunya. Oh ya, dia kamu tinggal sama siapa sekarang?" ucap Pak Arga sembari menatapku sekilas.Aku hampir saja tersedak mendengar ucapan laki laki tampan itu. Aku cantik? Apakah tidak salah dengar dan tidak terlalu berlebihan pujian itu di alamat kan padaku?Seumur umur, jangankan memujiku cantik, tidak menghina saja, Mas Arif tak pernah melakukan itu.Apa dunia memang semenakju
Pov AlyaSetelah melakukan berbagai langkah untuk mempersiapkan pembukaan cabang dan mengurus segala sesuatunya, akhirnya cabang butik milik Ibu Pak Arga pun selesai dibangun di ruko berukuran besar yang baru saja dibangun oleh Pak Arga.Hari ini genap satu minggu cabang butik di buka. Seperti hal nya butik utama, butik cabang ke tiga ini pun ramai di kunjungi para pembeli.Antusiasme para pengunjung seperti nya benar benar baik. Semua menjadikan kerja keras dan lelahku selama satu bulan ini melakukan persiapan seolah dibayar dengan tunai."Bu Alya, ada yang nyari, Bu," ujar salah seorang pegawai butik saat aku tengah menghitung arus keluar dan masuk usaha.Aku menoleh ke arah pintu ruang kerjaku yang berada di lantai atas butik lalu menatap Sita, pegawai tersebut dengan pandangan penuh tanya."Siapa?" tanyaku ingin tahu.Sita tampak bingung tapi akhirnya menyebutkan juga nama orang yang konon sedang mencariku dan ingin bertemu denganku itu."Ehm ... namanya Pak Arif, Bu. Katanya ...
POV SorayaAku menatap kepergian Mas Arif dengan senyum lebar tersungging di bibir. Akhirnya setelah drama pura pura yang harus terus aku mainkan demi mencapai satu tujuan yakni menguasai harta benda milik suami pura pura ku itu, sekarang harta benda yang laki laki itu bersama keluarganya miliki itu pun berhasil juga aku kuasai.Sekarang rumah besar milik Mas Arif dan keluarganya pun berhasil menjadi milikku juga. Bukan itu saja, tapi juga mobil miliknya yang kemarin berhasil dilarikan suamiku, Mas Alex, dari halaman parkir rumah sakit tempat mertua pura pura ku dan adik ipar yang juga pura pura itu dirawat.Mas Arif memang polos. Dia terlalu gampang di tipu hingga tak sadar kalau selama ini aku hanya mengincar harta bendanya saja.Aku memang sudah lama merencanakan hal ini bersama suami sahku, Mas Alex yang selama ini terpaksa harus tinggal di penjara akibat tertangkap polisi saat sedang melakukan perampokan di sebuah rumah dan terpaksa membunuh si empunya rumah karena melakukan perl
POV Soraya"Mas, siapa yang nelpon kamu barusan ?" tanyaku saat Mas Alex membalikkan tubuhnya lalu melangkah pelan dengan wajah tak bersalah mendekatiku.Mendengar nada suara ku yang bertanya dengan nada tajam dan dibalut rasa curiga, Mas Alex tampak terkejut dan menatapku kikuk. Kentara wajahnya yang sedikit memucat."Bukan siapa siapa, Sayang. Cuma teman yang bareng keluar lapas kemarin kok. Nanyain kabar. Kenapa emangnya? Mas pergi dulu ya. Mana uang nya? Nanti keburu sore, nggak bisa lagi Mas jalan jalan," ujarnya sambil mengangsurkan tangan ke arahku. Pura pura tenang.Aku menghembuskan nafas dengan perasaan gundah melihatnya. Hatiku rasanya sungguh tak tenang. Aku yakin tak salah dengar barusan, Mas Alex memang tengah menelpon seorang perempuan. Dan dia memanggil dengan panggilan Sayang pada perempuan yang dia telepon itu."Mas yakin itu cuma temen yang bareng keluar lapas kemarin? Mas nggak bohong?" kejarku dengan perasaan tak enak karena jujur aku tak rela jika suamiku itu ber