Sepanjang perjalanan, Aiman seperti orang sakit gigi. Diam terus-terusan sambil membawa mobilnya menuju rumah.Memang sih, siapa yang tidak terkejut dengan kasus jenderal satu ini. Semua orang yang ada di sana termasuk aku, sudah jantungan melihat aksi koboi sang jenderal kepada istrinya. Untung saja ada yang segera menengahi. Kalau tak, pasti akan ada banyak orang yang berguguran di tempat latihan menembak itu.Karena Aiman tak mau membahas hal ini lagi, maka akupun tak mau angkat bicara. Jadi kualihkan saja pandanganku pada jendela mobil sambil memperhatikan hujan yang mulai turun sedikit demi sedikit. Kalau di kampungku dulu, biasanya kalau hujan begini paling enak minum teh sambil makan pisang goreng.Duhlah…apalagi kalau disambung dengerin music galau atau lagu-lagu nostalgia, jadi bertambah lagi syahdunya.Tapi sekarang, di mana aku bisa beli pisang goreng?Masak sih gampang, tapi di rumah komplek mana ada kebon pisang? Kalau dulu kan tinggal jalan saja ke kebon belakang rumah,
Terdengar suara ledakan lagi setelah aku meninggalkan lokasi. Ledakan itu membuat orang-orang yang ada di sana kian waspada dan juga ketakutan.Aku juga semakin gelisah karena hal itu. Gelisah memikirkan bagaimana nasib Aiman.“Pak pak pak! Berhenti pak! Saya mau turun!”“Jangan neng. Bahaya! Itu pasti serangan teroris,” ungkapnya sok tahu.Tapi biasanya memang seperti itu. Teroris pasti selalu ada karena sumbernya belum dimusnahkan.“Iya pak saya tahu. Tapi saya khawatir pak sama polisi tadi!”“Biarin aja neng, kan emang tugas mereka.”Kenapa aku yang sakit hati yah mendengarnya? Apa polisi bukan manusia?“Mereka kan tugasnya ngejagain kita. Kalau nggak gitu,mereka nggak kerja!” ucap pak supir taksi lagi yang sepertinya punya dendam kesumat sama polisi. Nadanya sinis. Dan dia seperti tak merasa bersalah sudah bicara seenaknya tentang profesi seseorang.“Berhenti pak! Saya bayar sampai sini!”Melihatku yang ngotot minta turun, akhirnya pak supir itupun menghentikan mobilnya. Kuserahka
Aku adalah tipe orang yang tak bisa menyembunyikan apa yang kurasakan. Kalau marah ya marah. Kalau aku nggak suka sama sesuatu ya aku akan bilang aku nggak suka.Seperti pagi ini. Semangatku untuk menyiapkan segala kebutuhan keluarga kecilku seperti sedang membara dan berkobar. Gala melihatku dengan wajahnya yang terheran-heran sambil bilang ….“Mama hari ini kok bahagia banget?” “Ah masa sih?” tanyaku sambil membolak-balik ikan yang tengah kugoreng. Mendengar pertanyaannya, akupun tanpa sadar menyunggingkan senyum seperti joker.“Iya. Mama senyum-senyum terus.”“Ah kak Mel kan emang suka senyum.”“Tapi kali ini beda.”Aku selesai menggoreng ikan lalu lanjut kurangi minyak makan untuk digunakan menumis sambal yang sudah kuulek sebelumnya. “Bedanya bikin Gala suka atau enggak?” tanyaku sambil mengaduk-aduk sambal. Tak lama Gala – putra sambungku ini mengangguk-anggukkan kepalanya dengan antusias.“Suka dong,” pujinya yang membuatku semakin gemas sendiri.Monday, Tuesday, Wednesday, T
Aiman keluar dari mobil setelah memutarinya.“Gala –““Oh….jadi ini tugas pentingnya sampai lupa buat jemput anak?”Mendengar ocehanku, Aiman menepuk keningnya sambil berlutut di depan anaknya untuk meminta maaf.“Maafin papa yah. Papa lupa dan hp papa lowbet lupa di cas.”“Hp mama juga lowbet, tapi mama inget Gala,” balas Gala yang membuatku cukup tercengang. Aku pikir Gala bukan anak yang suka membalas ucapan papanya. Ternyata dia cukup cerdas untuk menjawab.Bagus Gala! Marahin aja papa kamu itu!“Gala – maafin papa yah.”Gala memalingkan wajahnya sambil melipat kedua tangannya di dada. Selama Aiman tengah membujuk putra semata wayangnya, aku tengah awasi betina bernama Raline yang pernah meremehkanku karena tak pantas menjadi istri Aiman. Di dalam mobil ia terus berdiam diri sambil memperhatikan ayah dan anak tersebut. Sesekali pandangan kami bertemu namun dengan cepat dia memalingkan wajahnya.Dih! Pant*t tepos aja sok banget! Omelku dalam hati.“Makannya inget anak sama istri di
“Pacar? Emang kamu udah punya pacar?”Oooh! Ngeremehin ane rupanya?“Ya ada dong! Emang kamu aja yang boleh pacaran sama si tepos?”Aiman menaikkan sebelah alisnya.“Baru beberapa bulan kuliah, jangan pacaran dulu! Nanti aku laporin ke bapak kamu!”“Ishh mentang-mentang polisi mainnya lapor-laporan. Aku juga bisa…laporin kamu ke mama!”Aiman mulai komat-kamit seperti mbah dukun. Daripada aku semakin kesal karena terus menghadapinya, akupun beranjak pergi sambil menutup pintu cukup kencang di hadapannya. Tak lama Aiman menyusul sambil bertolak pinggang.“Mel! Saya belum selesai bicara!“Aku mengabaikannya dengan terus berjalan keluar rumah. Terlihat di luar pagar, kak Rendi menungguku muncul dengan senyuman yang selalu terlihat tulus daripada om sompret yang ada di belakangku itu. Dengan mobil antiknya, kak Rendi menghampiriku untuk membawakan tas ransel yang cukup padat isinya itu.“Kayak mau minggat aja Mel,” celetuknya yang sama persis seperti ucapan om sompret.“Kok kalimat kalian
Setelah berbulan-bulan di Jakarta, baru kali ini aku sakit.Ibu bilang, badanku ini penuh dengan zat besi, kalsium, vitamin dan segala macam karena ketangguhanku yang tak mudah sakit sejak kecil. Di saat anak-anak dulu sakit berjamaah terserang demam, cacar, campak dan segala macam, aku malah sehat walafiat karena imun yang kuat. Mungkin pernah beberapa kali kurang enak badan, namun pada akhirnya aku pasti lekas sembuh sampai tak perlu pergi ke klinik.Mungkin musim dan udara di Jakarta kurang cocok denganku. Buktinya… aku terserang penyakit yang bernama meriang hampir selama dua hari.Aku terserang batuk dan juga demam. Alhasil, aku tak bisa melakukan rutinitas seperti biasa termasuk menyiapkan keperluan Gala dan bapaknya.KLONTANG!Suara nyaring dari dapur terdengar begitu jelas. Aku yang berada di dalam kamar sambil selimutan pun terpaksa harus bangun karena suara berisik yang sejak tadi terdengar di area dapur.Itu bapak sama anak lagi eksperimen apa sih di dapur? Ngerakit bom kal
Note : Maaf ya gak bisa tepati janji buat double up. Karena aku juga nulis di tempat lain dan itu keteteran. Jadi aku update sehari sekali aja yah. Mianhe===Siapa yang tidak terkejut setelah mendengar pengakuan Aiman tentang status kami?Bagai petir di siang bolong, aku sumpahin giginya Aiman ompong!Tanpa babibu, aku langsung mendorong Aiman menjauh dari pembicaraan ini. Tapi apalah daya, tenagaku tak cukup kuat untuk mendorongnya yang memiliki tubuh atletis bak binaragawan yang pernah ia pamerkan padaku di malam pertama kami tinggal bersama.Akhirnya….aku hanya bisa misuh-misuh padanya sambil menyipitkan mata.“Mau kamu apa sih! Lagi-lagi keluar dari perjanjian!”“Perjanjian apa?” balas Aiman ikut berbisik.“Kan aku ngasih syarat ke kamu….jangan sampai status aku terbongkar di kampus!““Mel,” panggil kak Rendi yang tanpa sadar sudah kubuat seperti emping kering karena kelamaan dijemur.Tanpa sadar aku sudah menatap kak Rendi dengan pandangan iba, “Kak! Ini tuh –““Kamu nggak usah
“Mama udah sehat?” tanya Gala begitu ia keluar dari kamarnya.Dengan piyama dinasaurus hijau kesukaannya, Gala datang memelukku yang sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga kecil ini. Lebih tepatnya sih memanaskan makanan yang kemarin dibawa ibu mertua dan kakak ipar.“Lumayan. Gala sikat gigi dulu sana, habis itu bangunin papa terus kita sarapan.”“Papa sama mama udah nggak berantem, kan?” tanya Gala dengan tatapan memelas. Aih…apa dia masih kepikiran soal kemarin? Untung saja Gala nggak cerita soal pertengkaran kami pada Oma dan tantenya kemarin. Kalau tidak, mungkin kami sudah di sidang selama berjam-jam.Aku terdiam mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir mungilnya itu. Well….aku tak bisa bilang bahwa kami sudah baik-baik saja. Justru tadi malam terjadi hal yang membuatku tercengang sampai-sampai om sompret itu ingin kutelan hidup-hidup.Setelah kejadian tersedak itu, Aiman mulai bertingkah aneh. Atau mungkin sebenarnya sudah aneh sejak aku sakit beberapa hari yang lalu. Ai