Share

Cobaan

Vin melajukan mobilnya setelah menerima panggilan dari Miguel. “Vin, ada pergerakan dari Ilario.” Sempat merasa ragu waktu harus meninggalkan Maria yang terlelap dalam tidurnya. Tapi apa boleh buat, dia tidak mungkin melewatkan kesempatan ini. Meski ini hampir tengah malam.

“Berikan aku posisi terakhir Ilario.” Vin berucap melalui head set bluetoot-nya, selagi Vin memacu kuda besi sport-nya. Sebuah koordinat segera Vin dapat. Pria itu menyalakan layar komputer yang ada di dash board.

Vin sejenak menunggu terhubung dengan Miguel. Setengah mata Vin terfokus pada jalanan di depan, yang lain mencermati satu titik yang ada di layar. Satu pertanyaan dari Vin dijawab dengan ketidakpastian oleh Miguel. Vin menggeleng pelan, lantas mematikan sambungan pada Miguel.

Suami Maria itu menyentuh satu icon pada layar mini tersebut. “Connect to The Eye.” Perintah Vin, dengan sistem segera merespon.

Connecting....

Processing....

Welcome to The Eye

Enter your password

Vin memasukkan sederet kombinasi angka, juga melakukan scan retina. Hingga satu suara yang familiar menyapa Vin, pria itu mengembangkan senyum. “Welcome tuan Vin.”

“Gak usah basa basi, tunjukkan tempat Ilario del Munthe!”

Terdengar kekehan fitur AI yang disetting dengan suara perempuan, terkadang membuat Vin jengkel dengan penemunya. Vin mengemudikan mobilnya sesuai petunjuk Miguel. Hingga suara The Eye, membuat Vin berdecih pelan. Pria itu memutar kemudinya sampai mentok.

Seperti dugaannya, Miguel masuk jebakan Ilario. Miguel terkecoh. Vin mengumpat, dia menghabiskan lima belas menit percuma tanpa hasil. Sepuluh menit berkendara, Vin menarik sudut bibirnya, dia menemukan Ilario sesuai petunjuk The Eye.

“Ilario del Munthe, wajah dikenali.” The Eye mengkonfirmasi temuannya. Vin segera memecut mobilnya, mendekati target yang sudah dikunci oleh The Eye.

“Bersihkan jalur. Aku ingin berhadapan dengannya face to face, one by one.”

Satu perintah kembali terucap dari bibir Vin, dengan The Eye merespon kilat. Menyingkirkan beberapa mobil yang ada di sepanjang jalan, entah bagaimana cara The Eye bekerja, tapi mobil yang berlalu lalang, satu persatu menghilang dari pandangan Vin. Hingga tinggal mobil Vin dan Ilario. Begitu juga dengan lampu pengatur lalu lintas, juga kamera pengawas, semua sudah disabotase oleh sistem The Eye.

“Siapa penciptamu?” gurau Vin, sembari meningkatkan kecepatan mobilnya hingga bisa menyusul mobil Ilario.

“Penciptaku tentu saja tuan Fao tersayang.” Vin mencebik kesal mendengar The Eye yang memorinya sama sekali tidak diubah oleh pencetusnya. The Eye sistem peretas paling canggih yang digadang-gadang sejauh ini. Diciptakan oleh seorang white hacker berjuluk The Guardian from the west, atau nama aslinya Fao. The Eye terus dikembangkan menjadi sebuah sistem yang tidak hanya mampu meretas data paling rahasia sekalipun. Namun juga mampu mencari tahu keberadaan seseorang, menyabotase banyak hal tanpa terdeteksi oleh pihak lawan, menyusup masuk ke berbagai sistem. The Eye bekerja menggunakan satelit Icarus milik Rusia yang disabotase diam-diam oleh Fao.

Meski terdengar begitu sempurna, The Eye tentu saja punya kekurangan. “Tuan selanjutnya Tuan Ian. Lalu tuan Vin.” Vin menyunggingkan senyum. Hanya tiga orang itu yang diberi kuasa untuk menggunakan The Eye.

Vin menurunkan kaca mobilnya sedikit. “Hai Rio!” Sapa Vin sok kenal.

Ilario membulatkan mata melihat siapa yang menyapanya. Sederet umpatan segera meluncur dari bibir Ilario. Vin menutup kembali kaca mobilnya kala Ilario melesatkan peluru ke arah mobilnya. Peluru itu hanya menggores mobil Vin, tanpa meninggalkan baret yang berarti. Yess, mobil Vin seluruhnya terbuat dari metal anti peluru.

“Mau kubantu membalasnya?” The Eye bertanya.

“Kacaukan sistem mobilnya.” The Eye meretas masuk ke sistem komputer yang terhubung ke mobil Ilario. Mobil lelaki itu seketika bergerak tak terkendali. Zig zag, beberapa kali juga terlihat oleng. Namun begitu, The Eye hanya sebatas itu mengganggu, tidak berani melebihi batas. Kecuali atas perintah tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai pemegang kendali tertinggi sistem tersebut.

Vin sesaat tersenyum, tapi tak lama lengkung bibir Vin memudar hingga pria itu kembali memacu mobil, memburu mangsanya. Mobil Ilario rupanya mampu mengatasi sabotase The Eye. Aksi kejar-kejaran ala Too Fast Too Furious pun terjadi. Vin geram, saat Ilario beberapa kali bisa menjauhkan jarak mobil mereka.

Ilario yang kini tersenyum, merasa di atas angin. Staf IT-nya lumayan berkembang. Bisa mengatasi gangguan The Eye itu sudah kemajuan, apa lagi jika mereka bisa mengacaukan sistem tersebut, ini pasti akan menyenangkan.

Suara tembakan terdengar, Ilario rupanya mulai menargetkan Vin. Pria itu gencar menghujani mobil Vin dengan tembakan random, asal. Sepertinya Ilario telah menyiapkan semua ini.

Beberapa tembakan mengenai mobil Vin, tapi itu tidak berarti untuk mobil sport berbalut materi tahan peluru. Vin membiarkan aksi Ilario untuk sesaat, hingga dia merasa jengah. Pria itu menyambar Revolver miliknya, disusul dengan suara tembakan teredam. Kemudi mobil diserahkan pada The Eye, dengan Vin sepenuhnya meladeni ajakan adu tembak yang Ilario mulai.

“Bisakah kamu melacak keberadaan Emma, selagi dia ada di sini?” Vin mendesis lirih dengan ekor mata membidik Ilario. The Eye bekerja, satelit Icarus berputar 360°, menjelajah dunia sampai tempat tersembunyi sekalipun.

Tanpa mereka tahu, tim IT Ilario rupanya telah melakukan terobosan baru akhir-akhir ini. Kastil Ilario kini punya sistem kamuflase yang bisa menyembunyikan koordinat keberadaan tempat itu. Hingga The Eye gagal memindai lokasi persembunyian lelaki yang jadi incaran kepolisian Italia tersebut.

“No result.” Vin menggeram marah. Sebagai pelampiasan, Vin menembaki mobil Ilario membabi buta, pria itu dengan cepat mengganti slot peluru yang telah habis dengan yang baru. Perlu skill tingkat dewa untuk melakukan hal itu.

Adu tembak itu semakin seru, dengan bunyi lesatan peluru teredam, tak banyak yang tahu akan kejadian di tengah malam. Vin dan Ilario sama-sama tidak mau mengalah. Sampai akhirnya Vin meminta The Eye mencegat mobil Ilario. Bunyi decitan rem, meninggalkan bekas sepanjang aspal jalanan.

“SIA*L!! Ilario memaki, tapi tak lama senyum lelaki itu kembali mengembang. “Katakan di mana Emma?” Satu pertanyaan membuat Ilario tertawa puas. Kecemasan Vin adalah nilai plus buatnya, dengan begitu dia tahu kalau Emma salah satu titik lemah Vin selain keluarganya, istri dan anaknya.

“Kau ingin tahu di mana dia?” Ilario sungguh senang melihat panik yang tersirat di wajah Vin.

“Aku tidak akan mengampunimu jika kau menyakitinya!” teriak Vin kesetanan. Bayangan Emma yang sudah dia anggap adik sendiri muncul, apa reaksi Maria jika tahu kalau Ilario menawan Emma, mengingat dua wanita itu sangat dekat sebelumnya.

Tawa Ilario meledak, diiringi raut kepuasan di wajahnya, “Apa yang akan kau lakukan jika aku memberitahumu kalau Emma sudah jadi milikku!” Balas Ilario yang langsung disambut sebuah ledakan hebat saat Ilario menembaki mobil Vin dengan sebuah bom.

“Brengsekk!!” Dalam kepulan asap yang membumbung tinggi, Vin melihat Ilario berlalu melewatinya, satu kalimat tanpa suara membuat hati Vin semakin kacau dibuatnya. “Emma akan berada dalam pengawasanku. Bye...aku masih punya urusan!” Begitulah kira-kira ucapan Ilario yang hanya berupa gerak bibir, diiringi sebuah kode 1-1.

Vin memukul kemudi mobilnya dengan amarah berkecamuk di dada. Dia tidak bisa membayangkan keadaan Emma sekarang. Bagaimana jika Ilario menyiksanya tanpa ampun. “Sorry,” suara The Eye membuyarkan kemarahan Vin. Pria itu menarik nafas berkali-kali.

“It’s okay, tetaplah mencari,” perintah Vin. Tak berapa lama, mobil Vin melaju meninggalkan tempat itu, dengan keadaan kembali dipulihkan seperti sedia kala. Untuk beberapa waktu, Vin hanya bisa memijat pelan pelipisnya. Kendali mobil masih dipegang oleh The Eye.

♧♧♧

“Apa maksudmu melakukan itu pada Kenzo?!” suara Maria terdengar tenang tapi penuh intimidasi. Satu perasaan yang Maria sadari, dirinya begitu menyayangi Enzo.

“Mama, dia maksa Enzo. Kan Enzo mandi dulu baru sarapan.” Adu si bocah dengan mata berkaca-kaca. Pergelangan tangan Enzo memerah, tarikan Helga ternyata cukup kuat, hingga Enzo berteriak kencang tadi.

Mata Maria berkilat marah. “Alah jangan sok perhatian! Bukankah selama ini kamu terlalu sibuk dengan duniamu. Sampai kau lupa pada anakmu sendiri!” Cibiran Helga seketika meremat hati Maria. Wanita itu langsung menoleh pada sang putra. Apa seperti ini harinya dulu sebelum dia sakit? Apa benar ucapan Helga? Kalau dia begitu acuh dan tak peduli pada putra tunggalnya.

“Enzo sayang, maafkan Mama. Mulai sekarang Mama akan lebih memperhatikan kamu.” Tidak tahu kenapa mulut Maria lancang mengucapkan hal itu.

“Enzo gak apa-apa, Ma. Asal Mama gak ninggalin Enzo, asal Mama pulang tiap hari. Enzo sudah seneng banget.” Bocah kecil itu tampak menangis, hingga Maria spontan reflek memeluk Enzo.

“Mama gak akan ninggalin Enzo.” Bisik Maria lirih.

“Alah jangan sok baik di depan Enzo. Kau lupa siapa yang tiap hari ngurusin semua kebutuhan Enzo?” Satu ucapan membuat Mario menoleh, mencari tahu sumber suara.

“Ingat! Saya tidak pernah menyetujui pernikahanmu dengan Vin. Kau harusnya tahu kalau sejak dulu, menantu saya adalah Helga. Karena itu, sejak hari ini Helga akan tinggal di rumah ini.”

Serangkaian kalimat yang membuat Maria sesak. Apa yang telah terjadi pada dirinya sebelumnya? Kenapa wanita yang ia duga sebagai ibu Vin alias mama mertuanya terlihat begitu membenci Maria, dirinya.

“Cobaan apa lagi ini ya Tuhan?” Padahal beberapa menit yang lalu, Maria baru saja meyakinkan diri, kalau dia akan coba bertahan dengan keadaannya yang sekarang. Tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status