Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, Sam ternyata harus dirawat malam itu di rumah sakit sampai kondisinya stabil. Ayleen dengan telaten menunggui Sam, saat Abraham dan Bu Emil pulang ke rumah untuk mengambil barang-barang Sam yang mungkin nanti akan diperlukan.Karena panik, Ayleen dan Bu Emil sampai tidak membawa perlengkapan apa pun saat ke rumah sakit. "Ay, kami tinggal dulu ya, sebentar, tolog jaga Sam," ucap Bu Emil sebelum benar-benar pergi."Iya, Bu, pasti, saya pasti akan menjaga Sam."Abraham tak berkata apa-apa, dan hanya mengangguk samar untuk sekadar berpamitan pada Ayleen. Ayleen sendiri memilih duduk di sisi ranjang tempat Baby Sam terbaring. Bocah itu tampak tertidur pulas. Saat Sam kejang tadi, Ayleen sempat teringat mendiang Baby Adam sehingga dengan refleks Ayleen melakukan berbagai cara untuk memberikan pertolongan pertama pada Baby Sam."Ya Allah … semoga Engkau memberikan Baby Sam kesembuhan." Tak luput Ayleen melafalkan doa-doa untuk kesembuhan Baby Sam.
Tak seperti biasanya, pagi itu, Airin bangun pagi-pagi sekali. Jika biasanya dia akan tidur dan bangun hingga tengah hari, tidak dengan hari ini. Dia harus pergi ke suatu tempat untuk memastikan sesuatu yang membuatnya tak bisa tidur semalaman. "Hmm, apalagi ya yang kurang?" Airin bermonolog sembari mematut wajahnya di depan cermin rias. Ia sedang memastikan jika penyamarannya sempurna. Orang lain tak akan mengenali dirinya adalah Airin, seorang model dan selebgram yang memiliki banyak pengikut. Malu jika sampai orang tahu, dia pergi ke dokter kandungan dengan statusnya yang merupakan seorang janda."Kayaknya udah oke. Hmm, sip lah! Aku pergi aja sekarang, takut nanti Papa bangun dan lihat aku kayak gini, dia pasti mulai rese dan nanya-nanya lagi," ucap Airin pada dirinya sendiri. Setelah memastikan penyamarannya sudah paripurna dan tak akan dikenali khalayak. Airin lantas keluar kamar dengan langkah mengendap-endap, seperti seorang maling saja."Non?" panggil sang pembantu rumah t
'Kenapa Papa ada di rumah sakit ini? Sepertinya papa sedang terburu-buru. Apakah Papa mau check up atau ada seseorang yang akan Papa jenguk? Ah, daripada penasaran, lebih baik aku ikutin Papa.' Airin membatin.Pertanyaan demi pertanyaan hadir di benak Airin. Ia tak menyangka jika bisa bertemu dengan papanya di rumah sakit ini. Karena yang Airin tau, papanya itu tidak sedang sakit. Airin sangat hafal jadwal check up rutin papanya. Karena hari ini bukanlah jadwalnya Pak Hartawan untuk memeriksa kesehatannya. Bertemunya dengan sang papa membuat Airin curiga. Semenjak Airin sering berseteru dengan Pak Hartawan gara-gara saudara kembarnya yang bernama Ayleen, Airin kini lebih sering mencurigai Pak Hartawan. Airin tidak mau jika papanya sering bertemu dengan Ayleen, saudara kembarnya yang sangat ia benci. Karena kehadiran Pak Hartawan yang tidak sengaja ia lihat di rumah sakit, Airin kini sedikit melupakan masalahnya jika sedang mengandung anak dari Leo.'Pasti ada sesuatu yang penting, sa
Takut keberadaannya diketahui oleh Ayleen, Airin pun buru-buru pergi meninggalkan rumah sakit itu. Airin berlari kecil menuju ke tempat parkir untuk mengemudikan mobilnya.Dengan napas terengah-engah Airin pun akhirnya sampai juga di tempat parkiran, bergegas dia masuk ke dalam mobilnya lalu segera menyalakan mesin mobilnya dengan kecepatan tinggi."Huh, sialan! Gara-gara Ayleen semua rencanaku gagal. Aku hampir saja ketahuan olehnya. Kalau Ayleen sampai tahu aku ada di rumah sakit, bisa-bisa dia akan curiga dan berpikiran buruk padaku. Aku nggak mau kehamilanku ini sampai diketahui oleh semua orang termasuk Papa," gumam Airin.Kini Airin sedikit mengurangi kecepatan laju mobilnya sambil memikirkan sesuatu yang sejak tadi membuatnya merasa penasaran. "Sebenarnya siapa yang dijenguk oleh Papa barusan ya? Aku jadi penasaran deh," gumam Airin."Apa mungkin Abra yang sakit? Atau bisa jadi mantan ibu mertuaku. Atau mungkin … Sam yang sakit?" Beribu pertanyaan muncul di benak Airin. "Ah, s
Setelah kedatangannya diterima baik oleh Bu Emil dan juga Abraham, kini Pak Hartawan meminta izin kepada keduanya ingin berbicara empat mata dengan Ayleen. "Bolehkah?""Silakan saja, Pak. Lagipula Ayleen adalah putri Anda. Kami nggak bisa melarang Ayleen untuk bertemu Papanya. Seharusnya kalian bisa bertemu lebih awal kemarin, tapi karena baby Sam mendadak sakit membuat kalian harus menunda pertemuan itu. Saya jadi merasa nggak enak," sahut Bu Emil."Terima kasih Bu Emil. Karena sekarang Ayleen tinggal bersama kalian, jadi sudah sepantasnya saya minta izin dulu kepada kalian berdua. Saya dan Ayleen belum bisa tinggal bersama dalam satu rumah. Maklum hubungan kami belum bisa dibilang membaik, karena Ayleen sendiri masih butuh waktu untuk bisa menerima semua ini. Soal penundaan itu lupakan saja. Baby Sam memang sedang sakit dan apa yang dilakukan oleh Ayleen itu benar adanya. Jadi buat saya itu bukan masalah, Bu. Lagipula saya sudah menyusul ke sini jadi sama saja," sahut Pak Hartawan.
Pak Hartawan mendengarkan perkataan demi perkataan yang keluar dari mulut putrinya yang sudah lama terpisah itu. Pria paruh baya itu merasa senang saat Ayleen bercerita jika orang-orang di tempat ia bekerja sangat baik dan memperlakukannya Ayleen dengan baik juga. Pak Hartawan percaya jika orang-orang sekeliling Ayleen pasti akan memperlakukan putrinya itu dengan baik, karena ia tahu Ayleen adalah pribadi yang lembut dan juga baik hati. Maka tak heran jika mereka pun memperlakukan Ayleen seperti itu. "Papa senang dan sangat bersyukur kepada Tuhan karena kamu sekarang dikelilingi oleh orang-orang baik, Ayleen," ucap Pak Hartawan lagi. Kedua netranya terus saja memandang wajah cantik putrinya. Jelas terpancar dari sorot mata tuanya itu, jika Pak Hartawan teramat sangat merindukan putrinya yang sudah lebih dari sepuluh tahun terpisah itu. Tak hanya memendam kerinduan yang teramat dalam, Pak Hartawan pun sangat menyesal karena dulu tak membawa Ayleen bersama dengan dirinya. Namun penyesa
Setelah adegan mengharukan itu, keduanya saling diam, seakan tengah menata hati. Ayleen dan Pak Hartawan sesekali saling bersitatap. "Pak, eh, maksud saya … Papa, bagaimana kabar Bu Airin saat ini?" tanya Ayleen. Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir tipisnya. Terakhir kali mereka bertemu, Ayleen bahkan belum sempat bicara dan mengobrol dengan saudara kembarnya."Dia baik-baik saja kok, Ayleen. Lain waktu, Papa akan mengajaknya untuk bertemu kamu. Bertiga saja sebagai keluarga," sahut Pak Hartawan. Namun, sebelum itu tentu saja Pak Hartawan harus memastikan sikap Airin pada Ayleen agar tidak menyakiti hati Ayleen lagi. "Apa Bu Airin mau bertemu dengan saya?" tanya Ayleen sedikit lirih, namun masih dapat didengar oleh Pak Hartawan."Tentu saja, Ayleen. Dia itu kakakmu, saudara kembarmu. Sudah sepatutnya dia menerimamu sebagai bagian keluarga ini," ujar Pak Hartawan yakin.Hening menyapa kembali. Mereka seolah kehilangan topik pembicaraan. Saat itu, Pak Hartawan akhirnya inga
Lama ditunggu-tunggu, akhirnya tepat pukul tujuh malam pak Hartawan pulang juga. Airin yang sudah merasa bosan karena menunggu sang papa terlalu lama, kini emosinya mulai meledak-ledak.Terdengar suara deru mobil di luar sana, bergegas Airin berlari kecil menuju ke balkon kamarnya. Disana Airin bisa melihat mobil sang papa terparkir dengan rapi di depan rumahnya. Pak Hartawan keluar dari mobil sambil menjinjing jas berwarna hitam."Akhirnya pulang juga, huh! Padahal aku sudah terlalu lama menunggunya. Entah apa yang dia lakukan di rumah sakit itu sampai-sampai lupa waktu. Padahal yang sakit cuma mantan mertuaku, tapi Papaku bisa segitu perhatiannya. Sampai-sampai lupa pulang," gerutu Airin.Tak butuh waktu lama Airin pun beranjak menghampiri papanya. Baru saja pak Hartawan masuk ke dalam rumah namun sudah disambut dengan wajah kesal oleh Airin."Papa, ke mana aja sih?" tanya Airin dengan nada jengkel. "Airin, kamu sudah dirumah? Kenapa belum tidur?" tanya Pak Hartawan, malah balik