Clara menatap Louis dengan gusar.
" Tampaknya ada sesuatu yang membuat otaknya bergeser, Dokter," ucap Clara pada Dokter Billy.Dokter paruh baya itu tersenyum pada Clara." Kepalanya sangat keras, Nona. Akan agak sulit untuk menggeserkan otaknya dengan cara apapun," Dokter Billy menanggapi, tampaknya bisa melihat situasi mereka berdua saat ini." Dia hanya sedikit protektif tentang Anda, Nona," lanjut dokter itu.Clara menatap Louis tak percaya, sementara yang dipandanginya menyeringai lebar." Ya, kurasa dia amat sangat keras kepala." Akhirnya Clara menyetujui." Dia memiliki nama yang bagus, bukan begitu, Dokter?" Louis terus saja berbicara sementara para perawat memeriksanya dan memasang kembali selang infusnya.Louis sempat protes bahwa ia tidak memerlukan selang itu, tapi para perawatmengabaikan protesnya." Anda memiliki kekasih yang paling baik di dunia ini, Tuan," balas Dokter Billy seraya menghampiri Louis untuk memeriksanya." Tentu saja. Dia malaikatku," jawab Louis ceria.Clara mendengus tak percaya. Sungguh, pria ini pasti sudah gila. Clara mendekati Dokter Billy yang kini sedang memeriksa kepala Louis. Dengan cemas Clara bertanya," Dokter, apa kau yakin dia baik-baik saja? Maksudku…." Dokter Billy menatap Clara dan tersenyum." Dia sangat baik-baik saja, Nona. Anda tidak perlu cemas. Dia pria yang kuat, dan dia pulih lebih cepat daripada pasien pria pada umumnya,"jelasnya." Tentu saja," Louis yang menyahut." Aku ini pria yang kuat, Clara. Dan aku senang bahwa kita adalah sepasangkekasih," katanya lagi pada Clara.Clara menatapnya tajam." Apakah kalian bisa membuatnya tenang?" Clara bertanya pada para perawat." Kami baru saja menyuntikkan obatnya. Obat itu berefek kantuk pada pasien, jadi sebentar lagi kekasih Anda akan tertidur lagi, Nona," jawab seorang perawat, tampak geli melihat perseteruan kecil Clara dan Louis." Kau apa?" Louis melotot pada perawat itu." Berani-beraninya kau…. " Kata-kata Louis berikutnya terdengar seperti gumaman kesal tak jelas sebelum perlahan matanya terpejam.Tangannya berusaha menggapai Clara tapi seorang perawat menarik tangannya." Clara… jangan… pergi…." Gumamanterakhir Louis terdengar cukup jelas, sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya.***Louis tak dapat menyembunyikan kekecewaannya ketika orang pertama yang dilihatnya begitu ia kembali membuka mata bukanlah malaikatnya. Ia menatap perawat yang duduk di kursi di sebelah tempat tidurnya itu dengan gusar. Perawat itutampaknya belum menyadari bahwa Louis sudah sadar. Ia masih sibuk memeriksa papan pemeriksaan yang ada di tangannyaitu." Mana Clara?" Suara Louis menunjukkan betapa besarnya kekecewaannya karena tidak mendapati Clara di sana saat ini.Perawat itu menoleh padanya, lalu tersenyum." Dia sedang keluar sebentar untuk mencari pakaian ganti dan beberapa keperluan untuk Anda, Tuan. Sebentar lagi dia pasti kembali. Dia tidak pernah bisa meninggalkan Anda cukup lama karena sangat mengkhawatirkan Anda," jelas perawat itu seraya berdiri danmenghampiri kantong infus Louis." Apa dia benar-benar tidak pernah meninggalkanku?" tanya Louis takjub.Perawat itu mengangguk." Dia selalu menemani Anda disini dan hanya meninggalkan Anda jika ada sesuatu yang sangat penting. Dia bahkan membawa pekerjaannya kemari. Dia mengambil keputusan yang tepat. Karena selama Anda tidak sadarkan diri, Anda terus saja gelisah. Bahkan obat penenang yang kami berikan pun tidak berpengaruh. Hanya kehadiran kekasihAnda yang mampu menenangkan Anda. Bahkan ketika Anda dibawa kemari, Anda tidak mau melepaskan tangan kekasih Anda. Anda pasti sangat mencintainya," cerita perawat itu seraya mengganti kantong infus Louis.Louis termenung selama beberapa saat. Bahkan di alam bawah sadarkupun aku begitu bergantung padanya. Dan gadis itu, meski kami tidak saling kenal, dia begitu peduli padaku. Clara mungkin memang seorang malaikat yang dikirim Tuhan untukku, Louis berkata dalam hati. Begitu perawat itu selesai mengganti infus Louis, pintu kamar rawat Louis terbuka dan masuklah Clara dengan membawa beberapa kantong plastik besar. Melihat itu, kontanLouis melompat dari tempat tidur, membuat kedua wanitayang ada di ruangan itu menjerit.Clara melepaskan tas belanjaannya dan bergegas menghampiri Louis. Ia menahan tangan Louis yang hendak menariklepas selang infusnya, lagi. Louis mendongak dan menatap Clara bingung." Aku tidak selemah itu, Louis. Aku terbiasa tidur hanya beberapa jam sehari, dan tidak selalu di atas tempat tidur. Aku terbiasa lelah dan aku bisa mengatasi semuanya. Mengangkat tas belanjaan seperti itu bukan hal berat bagiku. Aku bisa melakukannya sendiri dan kau tidak perlu melompat dari tempat tidur dan melepaskan selang infusmu setiap kali kau berpikir aku mungkin butuh bantuan. Aku baik-baik saja, kau mengerti?"Clara berusaha menjelaskan.Louis menatap mata Clara lekat. Setiap kali ia melihat Clara melakukan hal berat dan tak bisa membantu gadis itu, ia merasa kesal. Tapi saat ini, Clara berusaha menjelaskan padanya bahwa gadis itu tidak memerlukan bantuannya. Clara menjelaskan padanya seperti seorang ibu yang menjelaskanpada putranya untuk tidak melakukan hal bodoh. Melakukan hal bodoh? Benarkah Louis sudah melakukannya?" Tidak apa jika kau berbaring di atas ranjang sepanjang hari sementara aku mengacaukan tempat ini dan membuat diriku sendiri lelah. Yang terpenting adalah, kau harus memulihkan tubuhmu dan bukannya menyiksanya seperti ini," kata Clara seraya menggandeng lengan Louis dan membawanya ke tempat tidur.Louis tak bisa melakukan apapun selain menuruti Clara. Tapi begitu Louis berbaring, Clara berbalik dan hendak meninggalkannya. Refleks, tangan Louis terulur untuk menahan lengan Clara. Ketika Clara berbalik dan menatapnya, gadisitu tampak terkejut." Kau berkata, kau tidak akan meninggalkanku," kata Louis." Apa aku bisa memercayai itu?" Sorot mata Louis yang penuh permohonan itu menunjukkan kerapuhan.Clara pun mendekat dan menatap Louislekat." Selama kau tidak melompat dari tempat tidurmu dan melepaskan selang infusmu sampai kau sembuh, aku tidak akanpergi ke mana pun, Louis," ucapnya lembut.Louis tahu, ia akan melakukan apapun untuk membuat Clara tinggal. Maka dia pun mengangguk.***Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Vincent. Clara sudah salah paham. Clara selalu menghakimi dia. Dia menyiapkan semua ini untuknya. Air matanya menetes lembut. Segala kesungguhannya benar-benar dapat Dirasakannya. Bagaimana dia mengumpul kan bunga-bunga ini? Dibukanya kotak yang ada di meja. Isi nya adalah kue berbentuk hati dengan nama Mereka berdua. Vincent sedang mencoba menjadi romantis hari ini. Semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tahu, Vincent berusaha keras.Jadi, inilah alasan Vincent marah padanya. Dia mengharap Cepat pulang. Dia menyiapkan semua ini, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dan ketika dia datang, aku sengaja mengacuhkannya, memberi celah pada Mr. Hendy untuk memperhatikannya. Kalau aku bicara jujur, memang aku tadi menikmati waktu-waktu bersama Mr. Hendy. And I was so wrong…. kamu pasti lagi nangis bombai sekarang tadi, aku, Vincent, dan Oppa nungguin kamu pulang tapi kamu sudah di sana duluan." Vin!” Clara memanggil Vincent.Dia sedang mem bersihkan meja-meja.
Hari ini. Clara akan marah padanya sampai dia mau meminta maaf.Tidak. Clara tidak bisa menunggu selama itu. Baru dua langkah aku keluar dari restoran, Dia langsung berbalik dan mengejar Vincent yang sudah duluan berjalan ke parkiran sepeda motor.“Vincent! Kamu ini gimana, sih?” Clara mendorong tubuh Vincent dengan gemas. Clara merasa tidak puas hari ini.“Kamu ini payah! Bener-bener mengecewakan! Kamu nggak ngerti perasaanku!”“Aku harus bagaimana?” Vincent merentangkan kedua tangannya.Wajahnya menampakkan kekesalan yang sama ditunjukkannya selama makan malam tadi.“Kamu bahkan nggak ngucapin apa-apa sejak tadi!” Clara mengharap ucapan ulang tahun darinya.Dia bukan yang pertama tama, Clara tidak masalah. Tetapi setidaknya, saat dia datang Clara mengharap dia mengecup keningnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Clara benar-benar marah.Vincent menghela napas panjang. Seperti ada sebuncah kegeraman juga dalam hatinya. Clara tidak tahu apa yang membuatnya sangat marah. Clara meliha
Rencanaku berubah malam ini. Clara tidak jadi pulang ke rumah dulu, tetapi bersama teman-teman guru langsung berangkat menuju rumah makan yang Dia tunjuk. Clara sangat terbawa suasana. Tadinya Clara, Vincent, Viona, dan Dong Jun oppa akan berangkat bersama.“Clara, kamu di mana?” tanya Vincent.Clara bersama teman-teman sudah tiba di rumah makan saat Vincent meneleponnya.“Ah… ya… sorry. Clara sudah sampai. Bisa kan kamu dan Viona lansung ke sini juga? Iya. Clara nggak jadi pulang dulu. Langsung saja, ya. Clara tunggu. Bye!” ditutupnya telepon dari Vincent.Clara tidak bisa menerka apa yang dia pikirkan, tetapi seharusnya hal semacam ini tidak menjadi masalah. Clara segera menepis pikiran tentang Vincent dan kembali asyik pada teman-temannya.“Siapa?” tanya Mr. Hendy dengan sinar mata penuh keramahan.Dia orang yang sangat ceria. Clara menyukaitatapan dan senyumannya.“Oh, pacarku. Dia nanti ke sini. Juga sahabatku,” Clara mengumumkan kepada teman-temannya.“Oooh… nooo. Ternyata, Mis
Clara menceritakan semuanya pada Viona dan dia tertawa terbahak-bahak tanpa henti. Apanya yang lucu? Namun, sepertinya dia sedang menertawakan Clara, bukan Vincent. Clara semakin cemberut.“Kamu ini aneeeeh…” seru Viona.“Kamu kan tahu cowok macam apa Vincent. Kamu jangan memaksakan apa yang membuat dia nggak nyaman. Dasar Seaaan... nggak pernah berubah,” Viona menjitak kepalanya.Mereka sedang berdiam di pinggir kolam. Setiap Kamis malam, Viona selalu mendapat voucher gratis berenang di salah satu hotel milik Dong Jun oppa. Sesekali Clara ikut bersamanya.“Dia memang bukan cowok romantis, terimalah. Jangan berkhayal suatu saat kamu akan tiba-tiba menemukan se carik kertas bertulis ”I love you” di mejamu dari Vincent. Jangan berharap dia menyanyikan lagu romantis buatmu. Jangan harap dia mengetuk pintu kamarmu tengah malam dan membawakan bunga mawar. Apalagi… hahahaha… menulis surat cinta… aha hahaha…. Ya ampun, Sean. sekarang ini zamannya sudah serba tweet. Nggak ada lagi orang yang