Tak bisa tinggal diam, Louis pun turun dari ranjangnya, menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat kaku dan sialnya, masih terasa sakit saat digerakkannya. Merasa terganggu dengan selang infus yang tertancap di lengan kirinya, Louis menarik selang itu lepas dengan kesal.
Merasa lebih baik, Louis menghampiri gadis malaikatnya dan mengangkat tubuhnya yang luar biasa ringan, Louis khawatir gadis itu juga mengabaikan asupan makanan ke dalam tubuhnya. Dengan lembut Louis membaringkan tubuh gadis itu di ranjangnya. Selama beberapa saat, Louis berdiri di sana untuk menatap wajah malaikatnya itu.Wajahnya begitu lembut dan polos. Namun wajah yang menampilkan kecantikan alami itu tampak sangat kelelahan.Louis merutuki diri sendiri ketika menyadari dirinyalah penyebab kehadiran gurat lelah di wajah malaikatnya itu. Setelah cukup puas memandangi wajah itu, Louis berbalik dan melihat sofa dan meja tamu yang berantakan. Gadis itu mungkin suka membuang-buang uang untuk ruang VIP ini, pikir Louis seraya menghampiri kertas-kertas yang berserakan di sofa itu.Tapi mungkin, gadis itu menyewa kamar ini untuk kenyamanannya sendiri, pikir Louis geli. Louis hanya perlu membaca sekilas lembaran-lembaran itu untuk tahu pekerjaan gadis itu. Dia adalah seorang party event organizer.Dan melihat travel bag yang tersembul keluar dari lemari di salah satu sisi ruangan itu, Louis bisa melihat gadis itu sudah menginap di sini selama beberapa hari. Itu berarti Louis juga sudah berhari-hari tak sadarkan diri. Dan itu juga menunjukkan bahwa gadis itu tidak memiliki kekasih.Hidup sebebas itu, jika aku menjadi kekasihnya, aku pasti sudah menguncinya di rumah, pikir Louis gemas. Tapi gadis itu tampaknya bukan sosok yang bisa diam, sama dengan dirinya. Dia akan melakukan kekacauan apapun untuk membuat dirinya melakukan sesuatu. Dari kekacauan yang dibuat gadis itu, dan juga caranya membuat dirinya sendiri lelah, Louis bisa melihat betapa keras kepalanya gadis itu. Hanya satu yang belum diketahui Louis dari gadis itu. Namanya.***Setelah berhari-hari tidur dengan tak nyaman di sofa kamar rawat Louis, Clara akhirnya bisa tidur dengan nyaman. Clara tak dapat menahan senyumnya karena akhirnya ia bisa tidur senyaman ini, lagi, setelah sekian lama. Oh, dan mungkin saja kejadian bersama pria asing bernama Louis itu hanyalah mimpi yang sangat panjang dan melelahkan. Senyum Clara semakin lebar. Perlahan ia membuka matanya, dan pemandanganpertama yang tertangkap matanya adalah wajah yang tak asing lagi baginya, yang hanya berjarak beberapa senti meter dari wajahnya.Clara berteriak, tersentak bangun untuk menjaga jarak dari wajah itu dan memelototi sosok Louis yang menyeringai dihadapannya. Clara menatap tempat ia berbaring dan memekik kaget, lalu melompat turun dari ranjang rumah sakit. Ia menghampiri Louis, terbelalak melihat infus yang dilepas Louis dari tangannya." Apa yang kau lakukan?" bentak Clara.Louis tersenyum lebar seraya melompat duduk di atas ranjangnya, membuat Clara ngeri membayangkan lukanya yang mungkin membuatnya kesakitan karena bergerak seperti itu. Tapi tampaknya Louis baik-baik saja." Ya Tuhan, kau ini…," gemas Clara seraya menghampiri interkom, tapi Louis menahannya." Tidak perlu," kata Louis." Aku baik-baik saja, seperti yang kau lihat, seperti yang kau minta," lanjutnya dengan senyum masih terukir di wajahnya.Clara menatapnya seolah dia sudah gila."Dokter mengatakan kau mungkin tidak akan sadarkan diri sampai beberapa hari lagi dan sekarang kau sudah berdiri, melompat dan… apa tadi kau mengangkatku ke atas tempat tidur itu?" tanya Clara ngeri.Senyum manis Louis menjadi jawabannya. Clara mengembuskan napas kesal." Kau terluka parah, sangat parah, dan kepalamu juga… terluka parah. Seharusnya kau…."" Berbaring lebih lama?" sela Louis.Clara melotot padanya. Louis mengangkat tangan, mengalah, lalu ia berbaring dengan manis. Clara mendengus tak percaya." Beberapa saat lalu kau tampak seperti seorang anak kecil yang tersesat dan sekarang… oh, aku benar-benar harus menghubungi para perawat dan dokter untuk memeriksamu. Tampaknya kau terluka cukup parah dan aku khawatir otakmu sedikit… maaf, terganggu," kata Clara cepat seraya menghampiri interkom dan memanggil para perawat, memberitahu mereka bahwa Louis sudah sadar." Kenapa kau mau merepotkan dirimu sendiri seperti ini, Angel?" Tanya Louis." Karena kau memaksaku melakukan ini. Kau, yang menubrukku di dalam mobilku sendiri, lalu pingsan di depan mobilku. Menurutmu, aku harus bagaimana?" sengit Clara." Dan namaku bukan Angel."" Kau bisa meninggalkanku begitu saja. Sebagian besar orang akan melakukannya," jawab Louis enteng." Baiklah, Nona bukan Angel." Clara menahan umpatannya, lalu menghampiri Louis dan tersenyum sarkatis padanya." Lain kali, aku pasti akan melakukan itu," katanya." Dan namaku, adalah Clarale Dawson," tambahnya tajam." Bagus. Lain kali kau harus meninggalkanku. Itu pun jika kau bisa," sahut Louis seraya memamerkan seringaian yang membuat Clara harus menekan emosinya." Nama yang cantik, Clara" Clara memutuskan untuk tidak membalas.ataupun protes dengan cara Louis memanggilnya, dan tampaknya itu keputusan yang tepat karena kemudian para perawat dan Dokter Billy masuk ke kamar itu. Mereka tampak terkejut menatap Louis yang tampak baik-baik saja di ranjangnya, lalu melemparkan senyum ramah pada Clara." Kenapa kalian tersenyum padanya?" protes Louis.Clara menatap Louis dengan gusar." Tampaknya ada sesuatu yang membuat otaknya bergeser, Dokter," ucap Clara pada Dokter Billy.Dokter paruh baya itu tersenyum pada Clara." Kepalanya sangat keras, Nona. Akan agak sulit untuk menggeserkan otaknya dengan cara apapun," Dokter Billy menanggapi, tampaknya bisa melihat situasi mereka berdua saat ini." Dia hanya sedikit protektif tentang Anda, Nona," lanjut dokter itu.Clara menatap Louis tak percaya, sementara yang dipandanginya menyeringai lebar." Ya, kurasa dia amat sangat keras kepala." Akhirnya Clara menyetujui." Dia memiliki nama yang bagus, bukan begitu, Dokter?" Louis terus saja berbicara sementara para perawat memeriksanya dan memasang kembali selang infusnya.Louis sempat protes bahwa ia tidak memerlukan selang itu, tapi para perawatmengabaikan protesnya." Anda memiliki kekasih yang paling baik di dunia ini, Tuan," balas Dokter Billy seraya menghampiri Louis untuk memeriksanya." Tentu saja. Dia malaikatku," jawab Louis cer
" Kenapa kau memutuskan untuk percaya padaku?" tanya Louis lagi.Clara mendesah berat seraya kembali mendongak dari laptopnya, entah sudah untuk yang keberapa kalinya." Apa aku pernah mengatakan aku percaya padamu?" balasnya." Kau tidak melaporkanku pada polisi. Orang-orang yang mengejarku kemarin, mereka memiliki senjata dan bisa saja mereka adalah polisi yang mengejarku. Bisa saja aku ini adalah seorang pencuri atau semacamnya," kata Louis."Kalau begitu, biar kukatakan padamu, setiap orang pantas mendapatkan kesempatan kedua," ucap Clara." Bahkan meskipun dia orang yang jahat?" tanya Louis ragu." Selama seseorang masih hidup, ia memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik," jawab Clara." Kecuali untuk mereka yang bahagia dengan hidup sebagai penjahat."" Bagaimana jika aku ini memang seorang penjahat dan setelah ini aku akan membunuhmu karena kau telah melihat wajahku?" tanyanya lagi." Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku semudah itu," sahut Clara enteng.Louis tertawa mend
Louis merasa tidak nyaman mendengar apa yang dibicarakan Clara dengan rekan kerjanya barusan. Clara tidak bisa pergi ke kantor karena harus menjaganya. Louis benar-benar tidak mengerti kenapa gadis itu mau bersusah payah menjaganya seperti ini. Kecuali jika gadis itu memang memiliki integritas yang tinggi dan menepati semua kata-kata yang diucapkannya." Clara." Louis memanggil gadis itu.Clara berbalik dan sedikit terkejut melihat Louis yang sudah bangun." Kau butuh sesuatu?" Tanya Clara seraya menghampiri Louis.Louis menggeleng." Apakah kau berasal dari keluarga penegak hukum?" tanyanya.Keterkejutan di mata Clara membenarkan dugaan Louis." Kau… dari mana kau tahu?" tanya Clara.Louis mengedikkan bahu." Hanya menebak. Dari mana kau mewarisi sikap keras kepalamu itu? Sikap tegasmu, keputusan cepatmu yang sudah kau pikirkan dengan matang, instingmu, integritasmu…." Louis menyebutkan analisisnya." Ayah dan kakekku mengajarkanku itu semua," Clara mengakui." Mereka pasti sangat ban
Louis mendengus, lalu dengan gerakan cepat yang mengejutkan, ia menyelipkan tangan di punggung dan belakang lutut Clara, lalu menggendong Clara yang menjerit panik." Astaga, apa yang kau lakukan?" jerit Clara." Turunkan aku, Louis!"" Sudah kubilang aku baik-baik saja," tolak Louis." Sebaiknya kau turunkan aku sekarang sebelum…." Kalimat Clara belumlah selesai ketika pintu kamar itu terbuka dan para perawat yang melihat mereka melongo di depan pintu." Mereka datang," Clara melanjutkan kalimat yang belum diselesaikannya tadi." Hai, kalian semua." Louis menyapa mereka santai." Louis, turunkan aku," desis Clara, yang diabaikan Louis." Dokter Billy," Louis menyapa sang dokter yang kemudian masuk dan hanya mengangkat alis menatap mereka berdua." Aku hanya ingin menunjukkan pada Clara bahwa aku benar-benar sudah pulih," argumennya." Kalau begitu, biar aku membantumu meyakinkannya," sahut Dokter Billy yang kemudian menghampiri mereka.Barulah Louis menurunkan Clara." Sebuah bantuan,
Dokter Billy tersenyum." Itu sudah tugas seorang dokter, Nona," sahut Dokter Billy." Dan kau, Jagoan," Dokter Billy menatap Louis." Jangan kembali lagi ke tempat ini," ucapnya.Louis tertawa." Aku akan berusaha keras untuk itu," Louis berkata." Terima kasih untuk semuanya, Dokter." Dokter Billy mengangguk." Baiklah kalau begitu. Masih ada pasien-pasien yang harus kuperiksa. Kalian berhati-hatilah di jalan," pesannya.Clara dan Louis mengangguk. Begitu Dokter Billy meninggalkan mereka, Clara dan Louis melanjutkan berjalan keluar. Beberapa perawat yang mengenal mereka mengangguk dan tersenyum pada mereka sepanjang jalan menuju lobby. Ketika Clara meminta Louis menunggu di lobby sementara Clara mengambil mobil, Louis menolak mentah-mentah, sehingga mereka berdua kembali berdebat sepanjang lapangan parkir menuju mobil Clara." Ke mana aku harus mengantarmu?" tanya Clara lagi ketika mobilnya sudah melaju di jalanan." Ke suatu tempat yang tidak pernah kau tahu," jawab Louis." Dan tem
" Don sudah menyiapkan hadiah untuk orang itu," jawab Louis geli." Kudengar, orang terakhir yang mencoba melakukan itu harus kehilangan tangan dan matanya akibat ledakan kecil di pintu loker yang berusaha ia buka dengan paksa." Clara ternganga.Ia menatap loker-loker itu dan menggeleng tak percaya. Pria itu, si Don itu, tampaknya dia memang seorang jenius. Luar biasa…. Ketika akhirnya Louis berhenti di depan sebuah loker, Clara mengamati loker itu. Ia penasaran." Apa saja yang kau simpan di dalam loker itu?" tanya Clara." Hanya beberapa barang penting," jawab Louis.Dan Clara kembali ternganga demi melihat barang penting yang dimiliki Louis. Begitu pintu loker itu terbuka, sebuah ruangan kecil, tapi tidak terlalu kecil, tampak di sana. Louis menggandeng Clara yang masih ternganga untuk masuk ke dalam. Di dalam lorong itu ada sebuah ruangan yang kecil dan di dalam loker Louis ini, ada begitu banyak senjata, laptop, ponsel, dan… kartu kredit.Louis memiliki setidaknya lebih dari sepul
Clara mengerutkan kening ketika sebuah mobil sport abu-abu terparkir rapi di garasinya. Apakah Clara salah rumah? Clara mengecek nomor rumahnya. Ini memangrumahnya. Lalu… mobil siapa itu? Clara memarkirkan mobilnya di luar, lalu membuka gerbang rumahnya. Ia melangkah hati-hati menuju pintu depan yang sedikit terbuka. Terlalu mencolok untuk kehadiran seorangpencuri, kan? Dan jawaban dari semua itu benar-benar membuat Clara terbelalak kaget." Apa yang kau lakukan di rumahku?" jerit Clara ketika melihat Louis berbaring santai di sofa ruang tamunya." Karena tidak ada tempat untuk kutuju selain rumahmu," ucap Louis santai seraya duduk." Kau sudah pulang?" tanyanya.Clara melotot galak padanya." Bagaimana kau bisa tahu rumahku? Bagaimana kau bisa masuk? Apa yang kau lakukan di rumahku? Ya Tuhan, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Clara kesal." Tenanglah, Clara. Kau sudah menanyakan pertanyaan yang sama. Duduklah dan biarkan aku berbicara." katanya.Clara menatap Louis galak. Tapi
Karena hanya ada satu kamar di rumah itu, Louis harus tidur di ruang tamu. Clara sendiri dulu membeli rumah ini untuk dirinya sendiri. Dan rumah ini adalah rumah yang nyamanuntuk tinggal sendirian. Clara tidak perlu memikirkan apapun selain dirinya sendiri di rumah ini. Ia tidak perlu memikirkan ke-kosongan dalam hatinya, dalam hidupnya.Dalam gelap, Clara bisa melihat Louis berbaring di sofa. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Dia pastisudah tidur. Clara kembali ke kamarnya untuk mengambil selimut untuk Louis. Tapi ketika Clara kembali dan hendak memakaikan selimut untuk Louis, mata Louis terbuka, membuat Clara terlonjak kaget." Kenapa kau belum tidur?" tanya Louis, tak sedikitpun terdengar mengantuk." Kau mengejutkanku, Louis," kesal Clara seraya melempar selimutnya dengan sembarangan pada Louis." Kupikir kau sudah tidur."Louis beranjak duduk, sementara Clara menyalakan lampu ruang tamu, lalu duduk di depan Louis." Aku sedang berpikir, kapan kau akan kelua