Share

Bab. 4

Tak bisa tinggal diam, Louis pun turun dari ranjangnya, menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat kaku dan sialnya, masih terasa sakit saat digerakkannya. Merasa terganggu dengan selang infus yang tertancap di lengan kirinya, Louis menarik selang itu lepas dengan kesal.

Merasa lebih baik, Louis menghampiri gadis malaikatnya dan mengangkat tubuhnya yang luar biasa ringan, Louis khawatir gadis itu juga mengabaikan asupan makanan ke dalam tubuhnya. Dengan lembut Louis membaringkan tubuh gadis itu di ranjangnya. Selama beberapa saat, Louis berdiri di sana untuk menatap wajah malaikatnya itu.

Wajahnya begitu lembut dan polos. Namun wajah yang menampilkan kecantikan alami itu tampak sangat kelelahan.

Louis merutuki diri sendiri ketika menyadari dirinyalah penyebab kehadiran gurat lelah di wajah malaikatnya itu. Setelah cukup puas memandangi wajah itu, Louis berbalik dan melihat sofa dan meja tamu yang berantakan. Gadis itu mungkin suka membuang-buang uang untuk ruang VIP ini, pikir Louis seraya menghampiri kertas-kertas yang berserakan di sofa itu.

Tapi mungkin, gadis itu menyewa kamar ini untuk kenyamanannya sendiri, pikir Louis geli. Louis hanya perlu membaca sekilas lembaran-lembaran itu untuk tahu pekerjaan gadis itu. Dia adalah seorang party event organizer.

Dan melihat travel bag yang tersembul keluar dari lemari di salah satu sisi ruangan itu, Louis bisa melihat gadis itu sudah menginap di sini selama beberapa hari. Itu berarti Louis juga sudah berhari-hari tak sadarkan diri. Dan itu juga menunjukkan bahwa gadis itu tidak memiliki kekasih.

Hidup sebebas itu, jika aku menjadi kekasihnya, aku pasti sudah menguncinya di rumah, pikir Louis gemas. Tapi gadis itu tampaknya bukan sosok yang bisa diam, sama dengan dirinya. Dia akan melakukan kekacauan apapun untuk membuat dirinya melakukan sesuatu. Dari kekacauan yang dibuat gadis itu, dan juga caranya membuat dirinya sendiri lelah, Louis bisa melihat betapa keras kepalanya gadis itu. Hanya satu yang belum diketahui Louis dari gadis itu. Namanya.

***

Setelah berhari-hari tidur dengan tak nyaman di sofa kamar rawat Louis, Clara akhirnya bisa tidur dengan nyaman. Clara tak dapat menahan senyumnya karena akhirnya ia bisa tidur senyaman ini, lagi, setelah sekian lama. Oh, dan mungkin saja kejadian bersama pria asing bernama Louis itu hanyalah mimpi yang sangat panjang dan melelahkan. Senyum Clara semakin lebar. Perlahan ia membuka matanya, dan pemandangan

pertama yang tertangkap matanya adalah wajah yang tak asing lagi baginya, yang hanya berjarak beberapa senti meter dari wajahnya.

Clara berteriak, tersentak bangun untuk menjaga jarak dari wajah itu dan memelototi sosok Louis yang menyeringai dihadapannya. Clara menatap tempat ia berbaring dan memekik kaget, lalu melompat turun dari ranjang rumah sakit. Ia menghampiri Louis, terbelalak melihat infus yang dilepas Louis dari tangannya.

" Apa yang kau lakukan?" bentak Clara.

Louis tersenyum lebar seraya melompat duduk di atas ranjangnya, membuat Clara ngeri membayangkan lukanya yang mungkin membuatnya kesakitan karena bergerak seperti itu. Tapi tampaknya Louis baik-baik saja.

" Ya Tuhan, kau ini…," gemas Clara seraya menghampiri interkom, tapi Louis menahannya.

" Tidak perlu," kata Louis.

" Aku baik-baik saja, seperti yang kau lihat, seperti yang kau minta," lanjutnya dengan senyum masih terukir di wajahnya.

Clara menatapnya seolah dia sudah gila.

"Dokter mengatakan kau mungkin tidak akan sadarkan diri sampai beberapa hari lagi dan sekarang kau sudah berdiri, melompat dan… apa tadi kau mengangkatku ke atas tempat tidur itu?" tanya Clara ngeri.

Senyum manis Louis menjadi jawabannya. Clara mengembuskan napas kesal.

" Kau terluka parah, sangat parah, dan kepalamu juga… terluka parah. Seharusnya kau…."

" Berbaring lebih lama?" sela Louis.

Clara melotot padanya. Louis mengangkat tangan, mengalah, lalu ia berbaring dengan manis. Clara mendengus tak percaya.

" Beberapa saat lalu kau tampak seperti seorang anak kecil yang tersesat dan sekarang… oh, aku benar-benar harus menghubungi para perawat dan dokter untuk memeriksamu. Tampaknya kau terluka cukup parah dan aku khawatir otakmu sedikit… maaf, terganggu," kata Clara cepat seraya menghampiri interkom dan memanggil para perawat, memberitahu mereka bahwa Louis sudah sadar.

" Kenapa kau mau merepotkan dirimu sendiri seperti ini, Angel?" Tanya Louis.

" Karena kau memaksaku melakukan ini. Kau, yang menubrukku di dalam mobilku sendiri, lalu pingsan di depan mobilku. Menurutmu, aku harus bagaimana?" sengit Clara.

" Dan namaku bukan Angel."

" Kau bisa meninggalkanku begitu saja. Sebagian besar orang akan melakukannya," jawab Louis enteng.

" Baiklah, Nona bukan Angel." Clara menahan umpatannya, lalu menghampiri Louis dan tersenyum sarkatis padanya.

" Lain kali, aku pasti akan melakukan itu," katanya.

" Dan namaku, adalah Clarale Dawson," tambahnya tajam.

" Bagus. Lain kali kau harus meninggalkanku. Itu pun jika kau bisa," sahut Louis seraya memamerkan seringaian yang membuat Clara harus menekan emosinya.

" Nama yang cantik, Clara" Clara memutuskan untuk tidak membalas.

ataupun protes dengan cara Louis memanggilnya, dan tampaknya itu keputusan yang tepat karena kemudian para perawat dan Dokter Billy masuk ke kamar itu. Mereka tampak terkejut menatap Louis yang tampak baik-baik saja di ranjangnya, lalu melemparkan senyum ramah pada Clara.

" Kenapa kalian tersenyum padanya?" protes Louis.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status