Share

Bab. 6

" Kenapa kau memutuskan untuk percaya padaku?" tanya Louis lagi.

Clara mendesah berat seraya kembali mendongak dari laptopnya, entah sudah untuk yang keberapa kalinya.

" Apa aku pernah mengatakan aku percaya padamu?" balasnya.

" Kau tidak melaporkanku pada polisi. Orang-orang yang mengejarku kemarin, mereka memiliki senjata dan bisa saja mereka adalah polisi yang mengejarku. Bisa saja aku ini adalah seorang pencuri atau semacamnya," kata Louis.

"Kalau begitu, biar kukatakan padamu, setiap orang pantas mendapatkan kesempatan kedua," ucap Clara.

" Bahkan meskipun dia orang yang jahat?" tanya Louis ragu.

" Selama seseorang masih hidup, ia memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik," jawab Clara.

" Kecuali untuk mereka yang bahagia dengan hidup sebagai penjahat."

" Bagaimana jika aku ini memang seorang penjahat dan setelah ini aku akan membunuhmu karena kau telah melihat wajahku?" tanyanya lagi.

" Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku semudah itu," sahut Clara enteng.

Louis tertawa mendengarnya.

***

Louis memperhatikan bagaimana Clara bekerja. Dia mengetik, berpikir, dan menelepon seseorang dalam waktu bersamaan. Gadis itu tampak begitu rapuh hingga membuat Louis luar biasa cemas. Tepat seperti dugaan Louis, gadis itu adalah gadis yang terbiasa hidup bebas, keras kepala, dan menentukan jalannya sendiri.

Melihat bagaimana Clara bekerja, Louis jadi iri. Betapa inginnya dia bergerak sebebas itu, tanpa selang infus yang mengikatnya seperti ini. Ditambah lagi, Clara memaksanya untuk tidak melepaskan selang menyebalkan itu. Louis hanya bisa merengut mengingat bagaimana biasanya ia dan teman-temannya bisa bergerak bebas. Tapi sekarang ia bahkan tidak bisa menghubungi teman-temannya untuk mengabari bahwa dia masih hidup.

" Louis, aku baru saja berpikir tentang… seseorang yang mungkin bisa kau hubungi," kata Clara kemudian.

Louis menatap gadis itu.

" Kau tidak perlu cemas. Aku akan mengganti semua biaya perawatanku," ucapnya angkuh.

Clara mendengus.

" Tentu saja kau harus menggantinya. Setidaknya kau harus mengganti setengahnya. Tapi menurutku,

seharusnya kau mengabari seseorang bahwa kau masih hidup. Jika kau hilang berhari-hari seperti ini, bukankah keluargamu pasti cemas mencarimu?" tanyanya.

Louis mengedikkan bahu.

" Barang-barang pentingku kutinggalkan di tempat yang aman. Begitu keluar dari tempat ini, aku akan mengambil barang-barangku dan mengabari teman-temanku," jawabnya.

" Dan keluargamu?" tanya Clara lagi.

" Merekalah keluargaku," jawab Louis seraya menatap langit-langit.

Clara tidak bertanya lebih lanjut tentang itu dan kembali menunduk untuk melanjutkan pekerjaannya.

" Apa kau sedang berpikir untuk pergi meninggalkanku?" tanya Louis tiba-tiba, membuat Clara tersentak.

" Apa… maksudmu?" tanya Clara balik.

Louis mendesah.

" Kau tidak mengenalku. Dan aku tidak melihat alasan apapun bagimu untuk tetap tinggal di sini," katanya.

Selama beberapa saat mereka saling menatap. Lalu Clara mendesah.

" Aku punya alasan untuk tetap tinggal, Louis," ucapnya.

" Sampai kau melompat turun dari tempat tidurmu dan melepaskan selang infusmu," lanjutnya.

Louis tidak tahu harus berkata apa. Clara tidak mengenalnya dan kata-kata seperti itu tidak seharusnya dipegangnya, tapi entah kenapa gadis itu benar-benar memegang kata-katanya.

" Aku pasti sangat menyusahkanmu," Louis berucap muram. Clara mengangguk.

" Karena itu, jangan melakukan hal bodoh lagi. Berbaringlah dengan tenang dan cepatlah sembuh," sahutnya sebelum kembali menunduk untuk melanjutkan pekerjaannya.

***

Louis masih tidur pagi itu ketika ponsel Clara berbunyi.

" Halo," Clara mengangkat teleponnya.

Suara Disha, sekretarisnya, terdengar di seberang sana.

" Kenapa, Dis?" tanya Clara.

" Ini, Bu, tadi malam Pak Nick menelepon saya tentang tugas penting untuk Bu Clara yang dikirimnya lewat email. Saya baru mengeceknya dan ternyata tugasnya itu mendadak, Bu. Hari Sabtu ini kita ada jadwal di Skylight Company dan besoknya di Gedung Athena untuk Eagle Company. Dan tugas dari Pak Nick ini ternyata acaranya hari Seninnya, Bu, di kantor pusat GM Group," urai Disha.

" Apa Pak Nick tahu jadwal kita?" tanya Clara.

" Tahu, Bu, tapi menurut Pak Nick, hanya Bu Clara yang bisa dipercaya untuk tugas ini," jawab Disha.

Clara mendesah, meski diam-diam bersyukur.

" Aku belum bisa ke kantor hari ini. Tapi aku akan segera menghubungi dia untuk membahas masalah ini. Kau urus semua yang sudah kukatakan kemarin. Skylight dan Eagle akan kuselesaikan dalam dua hari ini, jadi GM Group bisa kita tangani," kata Clara.

" Baik, Bu," sahut Disha.

" Oke, selamat bekerja," pamit Clara sebelum menutup teleponnya.

Clara mengembuskan napas lelah. Ini bukan untuk pertama kalinya bosnya itu melempar tugas-tugas besar seperti ini dalam waktu yang sangat mendadak. Clara sudah 4 tahun bekerja di perusahaannya itu dan sudah sangat mengenal bosnya itu.

Nick sangat sulit percaya pada seseorang, tapi begitu dia bisa memercayai orang itu, dia akan mempercayakan segalanya pada orang itu. Dan di sinilah Clara berperan. Sebagai organizer utama di perusahaannya, dia memang mendapat hasil yang cukup atas kerja kerasnya itu, tapi akibat dari kesibukannya itu, Clara tidak memiliki kehidupan sosial. Ia tidak sempat mencari teman atau sahabat, ia tidak sempat beramah-tamah dengan tetangganya karena terlalu sibuk bekerja dan ia nyaris tidak pernah berlibur jika belum jatuh sakit. Bagi Clara, hidupnya adalah untuk bekerja. Tentu saja dia memiliki satu tujuan. Ya, tujuan utama dari semua kerja kerasnya ini hanya satu. Dan ia tahu, sebentar lagi ia akan berhasil mencapai tujuannya itu. Tapi untuk saat ini, Clara harus bisa membagi fokusnya untuk pekerjaan, tujuan hidupnya dan Louis. Clara tahu, dia tidak akan bisa pergi sebelum memastikan Louis benar-benar baik-baik saja.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status