" Kenapa kau memutuskan untuk percaya padaku?" tanya Louis lagi.
Clara mendesah berat seraya kembali mendongak dari laptopnya, entah sudah untuk yang keberapa kalinya." Apa aku pernah mengatakan aku percaya padamu?" balasnya." Kau tidak melaporkanku pada polisi. Orang-orang yang mengejarku kemarin, mereka memiliki senjata dan bisa saja mereka adalah polisi yang mengejarku. Bisa saja aku ini adalah seorang pencuri atau semacamnya," kata Louis."Kalau begitu, biar kukatakan padamu, setiap orang pantas mendapatkan kesempatan kedua," ucap Clara." Bahkan meskipun dia orang yang jahat?" tanya Louis ragu." Selama seseorang masih hidup, ia memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik," jawab Clara." Kecuali untuk mereka yang bahagia dengan hidup sebagai penjahat."" Bagaimana jika aku ini memang seorang penjahat dan setelah ini aku akan membunuhmu karena kau telah melihat wajahku?" tanyanya lagi." Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku semudah itu," sahut Clara enteng.Louis tertawa mendengarnya.***Louis memperhatikan bagaimana Clara bekerja. Dia mengetik, berpikir, dan menelepon seseorang dalam waktu bersamaan. Gadis itu tampak begitu rapuh hingga membuat Louis luar biasa cemas. Tepat seperti dugaan Louis, gadis itu adalah gadis yang terbiasa hidup bebas, keras kepala, dan menentukan jalannya sendiri.Melihat bagaimana Clara bekerja, Louis jadi iri. Betapa inginnya dia bergerak sebebas itu, tanpa selang infus yang mengikatnya seperti ini. Ditambah lagi, Clara memaksanya untuk tidak melepaskan selang menyebalkan itu. Louis hanya bisa merengut mengingat bagaimana biasanya ia dan teman-temannya bisa bergerak bebas. Tapi sekarang ia bahkan tidak bisa menghubungi teman-temannya untuk mengabari bahwa dia masih hidup." Louis, aku baru saja berpikir tentang… seseorang yang mungkin bisa kau hubungi," kata Clara kemudian.Louis menatap gadis itu." Kau tidak perlu cemas. Aku akan mengganti semua biaya perawatanku," ucapnya angkuh.Clara mendengus." Tentu saja kau harus menggantinya. Setidaknya kau harus mengganti setengahnya. Tapi menurutku,seharusnya kau mengabari seseorang bahwa kau masih hidup. Jika kau hilang berhari-hari seperti ini, bukankah keluargamu pasti cemas mencarimu?" tanyanya.Louis mengedikkan bahu." Barang-barang pentingku kutinggalkan di tempat yang aman. Begitu keluar dari tempat ini, aku akan mengambil barang-barangku dan mengabari teman-temanku," jawabnya." Dan keluargamu?" tanya Clara lagi." Merekalah keluargaku," jawab Louis seraya menatap langit-langit.Clara tidak bertanya lebih lanjut tentang itu dan kembali menunduk untuk melanjutkan pekerjaannya." Apa kau sedang berpikir untuk pergi meninggalkanku?" tanya Louis tiba-tiba, membuat Clara tersentak." Apa… maksudmu?" tanya Clara balik.Louis mendesah." Kau tidak mengenalku. Dan aku tidak melihat alasan apapun bagimu untuk tetap tinggal di sini," katanya.Selama beberapa saat mereka saling menatap. Lalu Clara mendesah." Aku punya alasan untuk tetap tinggal, Louis," ucapnya." Sampai kau melompat turun dari tempat tidurmu dan melepaskan selang infusmu," lanjutnya.Louis tidak tahu harus berkata apa. Clara tidak mengenalnya dan kata-kata seperti itu tidak seharusnya dipegangnya, tapi entah kenapa gadis itu benar-benar memegang kata-katanya." Aku pasti sangat menyusahkanmu," Louis berucap muram. Clara mengangguk." Karena itu, jangan melakukan hal bodoh lagi. Berbaringlah dengan tenang dan cepatlah sembuh," sahutnya sebelum kembali menunduk untuk melanjutkan pekerjaannya.***Louis masih tidur pagi itu ketika ponsel Clara berbunyi." Halo," Clara mengangkat teleponnya.Suara Disha, sekretarisnya, terdengar di seberang sana." Kenapa, Dis?" tanya Clara." Ini, Bu, tadi malam Pak Nick menelepon saya tentang tugas penting untuk Bu Clara yang dikirimnya lewat email. Saya baru mengeceknya dan ternyata tugasnya itu mendadak, Bu. Hari Sabtu ini kita ada jadwal di Skylight Company dan besoknya di Gedung Athena untuk Eagle Company. Dan tugas dari Pak Nick ini ternyata acaranya hari Seninnya, Bu, di kantor pusat GM Group," urai Disha." Apa Pak Nick tahu jadwal kita?" tanya Clara." Tahu, Bu, tapi menurut Pak Nick, hanya Bu Clara yang bisa dipercaya untuk tugas ini," jawab Disha.Clara mendesah, meski diam-diam bersyukur." Aku belum bisa ke kantor hari ini. Tapi aku akan segera menghubungi dia untuk membahas masalah ini. Kau urus semua yang sudah kukatakan kemarin. Skylight dan Eagle akan kuselesaikan dalam dua hari ini, jadi GM Group bisa kita tangani," kata Clara." Baik, Bu," sahut Disha." Oke, selamat bekerja," pamit Clara sebelum menutup teleponnya.Clara mengembuskan napas lelah. Ini bukan untuk pertama kalinya bosnya itu melempar tugas-tugas besar seperti ini dalam waktu yang sangat mendadak. Clara sudah 4 tahun bekerja di perusahaannya itu dan sudah sangat mengenal bosnya itu.Nick sangat sulit percaya pada seseorang, tapi begitu dia bisa memercayai orang itu, dia akan mempercayakan segalanya pada orang itu. Dan di sinilah Clara berperan. Sebagai organizer utama di perusahaannya, dia memang mendapat hasil yang cukup atas kerja kerasnya itu, tapi akibat dari kesibukannya itu, Clara tidak memiliki kehidupan sosial. Ia tidak sempat mencari teman atau sahabat, ia tidak sempat beramah-tamah dengan tetangganya karena terlalu sibuk bekerja dan ia nyaris tidak pernah berlibur jika belum jatuh sakit. Bagi Clara, hidupnya adalah untuk bekerja. Tentu saja dia memiliki satu tujuan. Ya, tujuan utama dari semua kerja kerasnya ini hanya satu. Dan ia tahu, sebentar lagi ia akan berhasil mencapai tujuannya itu. Tapi untuk saat ini, Clara harus bisa membagi fokusnya untuk pekerjaan, tujuan hidupnya dan Louis. Clara tahu, dia tidak akan bisa pergi sebelum memastikan Louis benar-benar baik-baik saja.***Louis merasa tidak nyaman mendengar apa yang dibicarakan Clara dengan rekan kerjanya barusan. Clara tidak bisa pergi ke kantor karena harus menjaganya. Louis benar-benar tidak mengerti kenapa gadis itu mau bersusah payah menjaganya seperti ini. Kecuali jika gadis itu memang memiliki integritas yang tinggi dan menepati semua kata-kata yang diucapkannya." Clara." Louis memanggil gadis itu.Clara berbalik dan sedikit terkejut melihat Louis yang sudah bangun." Kau butuh sesuatu?" Tanya Clara seraya menghampiri Louis.Louis menggeleng." Apakah kau berasal dari keluarga penegak hukum?" tanyanya.Keterkejutan di mata Clara membenarkan dugaan Louis." Kau… dari mana kau tahu?" tanya Clara.Louis mengedikkan bahu." Hanya menebak. Dari mana kau mewarisi sikap keras kepalamu itu? Sikap tegasmu, keputusan cepatmu yang sudah kau pikirkan dengan matang, instingmu, integritasmu…." Louis menyebutkan analisisnya." Ayah dan kakekku mengajarkanku itu semua," Clara mengakui." Mereka pasti sangat ban
Louis mendengus, lalu dengan gerakan cepat yang mengejutkan, ia menyelipkan tangan di punggung dan belakang lutut Clara, lalu menggendong Clara yang menjerit panik." Astaga, apa yang kau lakukan?" jerit Clara." Turunkan aku, Louis!"" Sudah kubilang aku baik-baik saja," tolak Louis." Sebaiknya kau turunkan aku sekarang sebelum…." Kalimat Clara belumlah selesai ketika pintu kamar itu terbuka dan para perawat yang melihat mereka melongo di depan pintu." Mereka datang," Clara melanjutkan kalimat yang belum diselesaikannya tadi." Hai, kalian semua." Louis menyapa mereka santai." Louis, turunkan aku," desis Clara, yang diabaikan Louis." Dokter Billy," Louis menyapa sang dokter yang kemudian masuk dan hanya mengangkat alis menatap mereka berdua." Aku hanya ingin menunjukkan pada Clara bahwa aku benar-benar sudah pulih," argumennya." Kalau begitu, biar aku membantumu meyakinkannya," sahut Dokter Billy yang kemudian menghampiri mereka.Barulah Louis menurunkan Clara." Sebuah bantuan,
Dokter Billy tersenyum." Itu sudah tugas seorang dokter, Nona," sahut Dokter Billy." Dan kau, Jagoan," Dokter Billy menatap Louis." Jangan kembali lagi ke tempat ini," ucapnya.Louis tertawa." Aku akan berusaha keras untuk itu," Louis berkata." Terima kasih untuk semuanya, Dokter." Dokter Billy mengangguk." Baiklah kalau begitu. Masih ada pasien-pasien yang harus kuperiksa. Kalian berhati-hatilah di jalan," pesannya.Clara dan Louis mengangguk. Begitu Dokter Billy meninggalkan mereka, Clara dan Louis melanjutkan berjalan keluar. Beberapa perawat yang mengenal mereka mengangguk dan tersenyum pada mereka sepanjang jalan menuju lobby. Ketika Clara meminta Louis menunggu di lobby sementara Clara mengambil mobil, Louis menolak mentah-mentah, sehingga mereka berdua kembali berdebat sepanjang lapangan parkir menuju mobil Clara." Ke mana aku harus mengantarmu?" tanya Clara lagi ketika mobilnya sudah melaju di jalanan." Ke suatu tempat yang tidak pernah kau tahu," jawab Louis." Dan tem
" Don sudah menyiapkan hadiah untuk orang itu," jawab Louis geli." Kudengar, orang terakhir yang mencoba melakukan itu harus kehilangan tangan dan matanya akibat ledakan kecil di pintu loker yang berusaha ia buka dengan paksa." Clara ternganga.Ia menatap loker-loker itu dan menggeleng tak percaya. Pria itu, si Don itu, tampaknya dia memang seorang jenius. Luar biasa…. Ketika akhirnya Louis berhenti di depan sebuah loker, Clara mengamati loker itu. Ia penasaran." Apa saja yang kau simpan di dalam loker itu?" tanya Clara." Hanya beberapa barang penting," jawab Louis.Dan Clara kembali ternganga demi melihat barang penting yang dimiliki Louis. Begitu pintu loker itu terbuka, sebuah ruangan kecil, tapi tidak terlalu kecil, tampak di sana. Louis menggandeng Clara yang masih ternganga untuk masuk ke dalam. Di dalam lorong itu ada sebuah ruangan yang kecil dan di dalam loker Louis ini, ada begitu banyak senjata, laptop, ponsel, dan… kartu kredit.Louis memiliki setidaknya lebih dari sepul
Clara mengerutkan kening ketika sebuah mobil sport abu-abu terparkir rapi di garasinya. Apakah Clara salah rumah? Clara mengecek nomor rumahnya. Ini memangrumahnya. Lalu… mobil siapa itu? Clara memarkirkan mobilnya di luar, lalu membuka gerbang rumahnya. Ia melangkah hati-hati menuju pintu depan yang sedikit terbuka. Terlalu mencolok untuk kehadiran seorangpencuri, kan? Dan jawaban dari semua itu benar-benar membuat Clara terbelalak kaget." Apa yang kau lakukan di rumahku?" jerit Clara ketika melihat Louis berbaring santai di sofa ruang tamunya." Karena tidak ada tempat untuk kutuju selain rumahmu," ucap Louis santai seraya duduk." Kau sudah pulang?" tanyanya.Clara melotot galak padanya." Bagaimana kau bisa tahu rumahku? Bagaimana kau bisa masuk? Apa yang kau lakukan di rumahku? Ya Tuhan, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Clara kesal." Tenanglah, Clara. Kau sudah menanyakan pertanyaan yang sama. Duduklah dan biarkan aku berbicara." katanya.Clara menatap Louis galak. Tapi
Karena hanya ada satu kamar di rumah itu, Louis harus tidur di ruang tamu. Clara sendiri dulu membeli rumah ini untuk dirinya sendiri. Dan rumah ini adalah rumah yang nyamanuntuk tinggal sendirian. Clara tidak perlu memikirkan apapun selain dirinya sendiri di rumah ini. Ia tidak perlu memikirkan ke-kosongan dalam hatinya, dalam hidupnya.Dalam gelap, Clara bisa melihat Louis berbaring di sofa. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Dia pastisudah tidur. Clara kembali ke kamarnya untuk mengambil selimut untuk Louis. Tapi ketika Clara kembali dan hendak memakaikan selimut untuk Louis, mata Louis terbuka, membuat Clara terlonjak kaget." Kenapa kau belum tidur?" tanya Louis, tak sedikitpun terdengar mengantuk." Kau mengejutkanku, Louis," kesal Clara seraya melempar selimutnya dengan sembarangan pada Louis." Kupikir kau sudah tidur."Louis beranjak duduk, sementara Clara menyalakan lampu ruang tamu, lalu duduk di depan Louis." Aku sedang berpikir, kapan kau akan kelua
" Aku kan hanya menyapamu. Kenapa kau selalu terkejut dengan kehadiranku?" balas Louis seraya pergi ke dapur untuk mengambil air dari kulkas." Ini masih pagi dan kau sudah meminum air es?" tanyaClara takjub." Aku sangat haus. Aku baru saja berolahraga, berlari mengelilingi komplek perumahan," jawabnya." Apa kau akan masak pagi ini atau kau akan membiarkan aku yang memasak?" tanyanya.Clara menatap Louis." Aku hanya akan makan roti untuk sarapan. Jika itu kurang, kau bisa memasak untuk dirimu sendiri. Aku tidak punya waktu untuk merepotkan diriku dengan itu," jawabnya." Kau ini keterlaluan sekali pada tubuhmu," cibir Louis seraya memeriksa isi kulkas untuk membuat sarapan." Tubuhku tampaknya sudah terbiasa," jawab Clara seraya kembali ke kamarnya.Tapi begitu ia berdiri di depan pintu kamarnya, ia menghentikan langkah untuk bertanya." Apakah semalam kau benar-benar masuk ke kamarku, duduk di atas tempat tidurku, dan membantuku menyelesaikan pekerjaanku?"" Aku minta maaf karen
Jadi ketika fokus pada pekerjaan, Clara tidak akan memedulikan sekitarnya. Bahkan mungkin jika ada bom meledak di gedung sebelah, dia tidak akan peduli asal acaranya berlangsung lancar. Pikiran itu membuat Louis geli. Ketika akhirnya Clara naik ke mobilnya dan mengenakan seat beltnya, ia baru menyadari kehadiran Louis di sampingnya. Dan itu,membuat Clara luar biasa terkejut. Gadis itu terlonjak kaget seraya menatap Louis dengan kesal." Apa yang kau lakukan di sini? Astaga, kenapa kau selalu mengagetkanku?" keluh Clara seraya kembali menatap ke depan dan menyalakan mesin mobil." Ada pekerjaan yang harus kulakukan di sini tadi. Tapi sepanjang malam, aku terus mengikutimu di belakangmu dan kau sama sekali tidak menyadari kehadiranku," jawab Louis santai.Clara menatap Louis sekilas dengan tatapan tajam." Pekerjaan apa? Memangnya apa pekerjaanmu? Huh, kupikir tadi kau itu salah satu stafku. Aku tidak punya waktu untuk mengurus staf yang mengekoriku. Aku berencana untuk memecatnya beso