Louis mendengus, lalu dengan gerakan cepat yang mengejutkan, ia menyelipkan tangan di punggung dan belakang lutut Clara, lalu menggendong Clara yang menjerit panik.
" Astaga, apa yang kau lakukan?" jerit Clara." Turunkan aku, Louis!"" Sudah kubilang aku baik-baik saja," tolak Louis." Sebaiknya kau turunkan aku sekarang sebelum…." Kalimat Clara belumlah selesai ketika pintu kamar itu terbuka dan para perawat yang melihat mereka melongo di depan pintu." Mereka datang," Clara melanjutkan kalimat yang belum diselesaikannya tadi." Hai, kalian semua." Louis menyapa mereka santai." Louis, turunkan aku," desis Clara, yang diabaikan Louis." Dokter Billy," Louis menyapa sang dokter yang kemudian masuk dan hanya mengangkat alis menatap mereka berdua." Aku hanya ingin menunjukkan pada Clara bahwa aku benar-benar sudah pulih," argumennya." Kalau begitu, biar aku membantumu meyakinkannya," sahut Dokter Billy yang kemudian menghampiri mereka.Barulah Louis menurunkan Clara." Sebuah bantuan, akhirnya," ucap Louis seraya duduk di atas ranjangnya seraya mengerling pada Clara yang masih tampak sangat kesal." Dokter, apa kau yakin kepalanya tidak apa-apa?" Clara berusaha memastikan.Dokter Billy tersenyum simpul." Tampaknya dia baik-baik saja, Nona Clara," jawab Dokter Billy santai seraya menghampiri Louis dan mulai memeriksa pria itu." Seperti dugaanku, kau sembuh dengan cepat, Tuan Louis," kata Dokter Billy.Clara menatap mereka berdua tak percaya. Lalu matanya menyipit, mencurigai adanya konspirasi." Kau terlalu mirip dengan seorang penegak hukum, Clara," cibir Louis, membuat Clara melotot padanya, sementara para perawat berusaha menyembunyikan senyum geli mereka." Tapi Dokter, dia terluka parah dan… seharusnya dia masih belum sadarkan diri hingga akhir minggu ini, lalu ia seharusnya masih menjalani masa pemulihan beberapa minggu dan…."" Kenapa kau membuat begitu banyak alasan? Apa kau benar-benar berniat memenjarakanku di sini?" tanya Louis ngeri." Kau ini…." Clara menatap Louis dengan kesal." Dokter, apakah aku bisa meninggalkan tempat ini besok pagi?" Louis bertanya pada Dokter Billy." Aku tahu keinginanmu untuk segera meninggalkan tempat ini, tapi kau memang harus menjalani masa pemulihan," ucap Dokter Billy, mengukir senyum kemenangan di wajah Clara." Tapi jika kau merasa sudah pulih, kurasa kau bisa meninggalkan tempat ini besok pagi. Aku tidak melihat ada yang perlu dicemaskan dari kesehatanmu. Kau pulih dengan cepat dan… kau mungkin punya cara pemulihan sendiri, bukan begitu?" Clara menatap Dokter Billy tak percaya." Tentu saja dia harus memulihkan diri di tempat ini," Clara berkata." Jangan terdengar begitu kecewa karena aku bisa keluar besok, Clara, " komentar Louis.Dokter Billy tersenyum pada Clara." Dia sudah pulih, Nona. Memang dia tidak seperti pasien yang lain. Kemungkinan, dia memang sudah terbiasa terluka seperti ini," ucap dokter itu."Terbiasa… terluka seperti ini?" Clara terbelalak tak percaya." Benar," Louis menjawab." Karena itu, aku akan baik-baik saja. Aku bahkan belum pernah merasa lebih baik dari ini," tambahnya. Clara mendengus tak percaya." Baiklah. Terserah kalian saja." Akhirnya Clara mengalah dengan tak rela, lalu berbalik dan bersandar di jendela.memperhatikan bagaimana Dokter Billy memastikan bahwa Louis benar-benar sudah pulih untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya meninggalkan ruangan itu. Seharusnya Clara senang karena akhirnya dia tidak perlu direpotkan dengan urusan menjaga Louis ini. Tapi tetap saja, Louis pulih terlalu cepat dan itu membuat Clara khawatir. Ia khawatir jika ternyata ada luka yang tidak diketahui Dokter Billy. Luka Louis kemarin sangat parah. Ya, dia memang percaya bahwa Louis akan bertahan dan akhirnya pulih kembali, tapi tidak secepat ini." Clara." Louis memanggilnya." Jangan sekarang Louis," balas Clara ketusLouis mendesah seraya kembali berbaring. Clara memejamkan matanya, berusaha mengusir penatnya. Ia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Ia punya kecenderungan kekhawatiran yang keterlaluan tentang Louis. Dengan gusar Clara berbalik dan menatap langit dari jendela kamar itu. Baiklah, besok Louis akan pergi dari hidupnya dan hidupnya akan kembali normal seperti sebelumnya. Dan itu, terdengar sangat bagus.***ku akan ke kantor pagi ini, jadi kita bisa pergi ke Skylight Company bersama," Clara berkata pada Disha di telepon." Baik, Bu," jawab Disha di seberang." Sampai nanti," ucap Clara sebelum menutup telepon." Louis, apa kau sudah selesai?" tanya Clara pada Louis yang sedang berganti pakaian di kamar mandi.Kemarin lusa Clara sudah berbelanja pakaian ganti untuk Louis. Ia membelikan beberapa setel pakaian ganti. Ia hanya berharap ukurannya akan pas untuk Louis karena ia belum pernah membelikan pakaian untuk seorang pria sebelumnya." Bagaimana kau bisa tahu ukuranku?" tanya Louis begitu ia keluar dari kamar mandi." Hanya insting," jawab Clara." Insting yang bagus," sahut Louis yang kini berdiri di depan Clara dengan setelan kaos merah dan jeans melekat di tubuhnya.Clara mengamati penampilan Louis sekilas lalu mengangguk puas." Aku beruntung kau memiliki wajah yang cukup tampan dan tubuh yang bagus, karena pakaian apapun yang kupilih, kurasa akan cukup bagus jika dipakai olehmu," ucapnya seraya mengambil travel bagnya." Lalu, ke mana kau harus kuantar?" tanya Clara.Louis menghampiri Clara untuk mengambil alih travel bag Clara, sedikit menariknya paksa ketika Clara enggan melepasnya." Aku benar-benar baik-baik saja, Clara. Aku hanya perlu membiasakan diri," kata Louis, membuat Clara memutar bola mata jengah." Terserah kau saja," sengit Clara seraya mendahului Louis keluar dari kamar itu.Di belakangnya, Louis mengikuti dengan senyum di bibirnya. Di ujung lorong, ketika Clara hendak berbelok untuk pergi ke ruang Dokter Billy, orang yang dicarinya itu memanggilnya." Kalian akan pulang sekarang?" tanya Dokter Billy yang sudah berdiri di depan Clara.Clara mengangguk." Dokter Billy, terima kasih karena telah melakukan yang terbaik untuk Louis," Clara berkata.Clara baru menjawab telepon dan SMS Vincent pukul sebelas malam. Mau bagaimana lagi? Pukul tujuh malam Mr. Hendy sudah menjemputnya. Mereka pergi makan dan nonton. Clara tidak tahu sama sekali Vincent menghubunginya. Clara pun tidak mengabarinya karena Clara juga tidak mau mengganggunya. Dipikirnya ini win-win solution.“Ke mana saja?” tanya Vincent dengan nada sedikit jengkel.“Aku…” Clara sedang menimbang apakah Clara akan berkata jujur atau tidak.Konsekuensinya Clara tahu Vincent akan marah dan melarangnya pergi lagi bersama Mr. Hendy. Namun di satu sisi, hati nuraninya bicara akan terlalu kejam membohongi pria sebaik Vincent. Mungkin memang sebaiknya Clara tidak menemui Mr. Hendy Lagi. Di mata orang lain, hal itu pastilah tak pantas, walau Clara merasa tidak ada yang perlu diributkan. Clara dan Mr. Hendy hanya teman.“Tadi aku pergi bersama Mr. Hendy,” jawabnya jujur.“Baru pulang?” Vincent semakin jengkel.“Iya. Makan, nonton….”“Clara!” Vincent berteriak marah.“Kamu itu paca
Seseorang menekan bel pintu. Pikirnya, itu pasti Vincent. Namun tumben dia tidak langsung masuk. Dengan riang gembira nyabuka pintu depan.“Vin!” Clara sudah hampir memeluknya, tetapi ternyata orang yang berdiri di hadapannya bukanlah Vincent.Clara ternganga selama beberapa saat? Mau apa dia di sini? Dengan refleks, Clara langsung menutup kembali pintu tetapi tangan orang itu menahannya.“Mau apa kamu?” tanyanya garang.“Please… izinkan aku masuk…” Louis memohon.Clara menatapnya dengan tajam. Dia menatapnya dengan memelas.“Tidak,” jawabnya tegas.Semua kenangan tumpah ruah dalam ingatannya. Tangannya dengan kuat masih memegang kenop pintu. Clara hampir menutup pintu saat kudengar deru motor Vincent. Tak lama, dia sudah berdiri di garasi. Kedua alisnya yang tebal saling berpaut. Dia berjalan mendekat. Vincent tidak pernah menyukai Louis.“Ada apa ini?” tanyanya, membuat Louis membalikkan badan saat mendengar suara seseorang yang tidak dikenalnya. Clara senang sekali Vincent datang.
Vincent. Clara sudah salah paham. Clara selalu menghakimi dia. Dia menyiapkan semua ini untuknya. Air matanya menetes lembut. Segala kesungguhannya benar-benar dapat Dirasakannya. Bagaimana dia mengumpul kan bunga-bunga ini? Dibukanya kotak yang ada di meja. Isi nya adalah kue berbentuk hati dengan nama Mereka berdua. Vincent sedang mencoba menjadi romantis hari ini. Semua hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dia tahu, Vincent berusaha keras.Jadi, inilah alasan Vincent marah padanya. Dia mengharap Cepat pulang. Dia menyiapkan semua ini, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Dan ketika dia datang, aku sengaja mengacuhkannya, memberi celah pada Mr. Hendy untuk memperhatikannya. Kalau aku bicara jujur, memang aku tadi menikmati waktu-waktu bersama Mr. Hendy. And I was so wrong…. kamu pasti lagi nangis bombai sekarang tadi, aku, Vincent, dan Oppa nungguin kamu pulang tapi kamu sudah di sana duluan." Vin!” Clara memanggil Vincent.Dia sedang mem bersihkan meja-meja.
Hari ini. Clara akan marah padanya sampai dia mau meminta maaf.Tidak. Clara tidak bisa menunggu selama itu. Baru dua langkah aku keluar dari restoran, Dia langsung berbalik dan mengejar Vincent yang sudah duluan berjalan ke parkiran sepeda motor.“Vincent! Kamu ini gimana, sih?” Clara mendorong tubuh Vincent dengan gemas. Clara merasa tidak puas hari ini.“Kamu ini payah! Bener-bener mengecewakan! Kamu nggak ngerti perasaanku!”“Aku harus bagaimana?” Vincent merentangkan kedua tangannya.Wajahnya menampakkan kekesalan yang sama ditunjukkannya selama makan malam tadi.“Kamu bahkan nggak ngucapin apa-apa sejak tadi!” Clara mengharap ucapan ulang tahun darinya.Dia bukan yang pertama tama, Clara tidak masalah. Tetapi setidaknya, saat dia datang Clara mengharap dia mengecup keningnya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Clara benar-benar marah.Vincent menghela napas panjang. Seperti ada sebuncah kegeraman juga dalam hatinya. Clara tidak tahu apa yang membuatnya sangat marah. Clara meliha
Rencanaku berubah malam ini. Clara tidak jadi pulang ke rumah dulu, tetapi bersama teman-teman guru langsung berangkat menuju rumah makan yang Dia tunjuk. Clara sangat terbawa suasana. Tadinya Clara, Vincent, Viona, dan Dong Jun oppa akan berangkat bersama.“Clara, kamu di mana?” tanya Vincent.Clara bersama teman-teman sudah tiba di rumah makan saat Vincent meneleponnya.“Ah… ya… sorry. Clara sudah sampai. Bisa kan kamu dan Viona lansung ke sini juga? Iya. Clara nggak jadi pulang dulu. Langsung saja, ya. Clara tunggu. Bye!” ditutupnya telepon dari Vincent.Clara tidak bisa menerka apa yang dia pikirkan, tetapi seharusnya hal semacam ini tidak menjadi masalah. Clara segera menepis pikiran tentang Vincent dan kembali asyik pada teman-temannya.“Siapa?” tanya Mr. Hendy dengan sinar mata penuh keramahan.Dia orang yang sangat ceria. Clara menyukaitatapan dan senyumannya.“Oh, pacarku. Dia nanti ke sini. Juga sahabatku,” Clara mengumumkan kepada teman-temannya.“Oooh… nooo. Ternyata, Mis
Clara menceritakan semuanya pada Viona dan dia tertawa terbahak-bahak tanpa henti. Apanya yang lucu? Namun, sepertinya dia sedang menertawakan Clara, bukan Vincent. Clara semakin cemberut.“Kamu ini aneeeeh…” seru Viona.“Kamu kan tahu cowok macam apa Vincent. Kamu jangan memaksakan apa yang membuat dia nggak nyaman. Dasar Seaaan... nggak pernah berubah,” Viona menjitak kepalanya.Mereka sedang berdiam di pinggir kolam. Setiap Kamis malam, Viona selalu mendapat voucher gratis berenang di salah satu hotel milik Dong Jun oppa. Sesekali Clara ikut bersamanya.“Dia memang bukan cowok romantis, terimalah. Jangan berkhayal suatu saat kamu akan tiba-tiba menemukan se carik kertas bertulis ”I love you” di mejamu dari Vincent. Jangan berharap dia menyanyikan lagu romantis buatmu. Jangan harap dia mengetuk pintu kamarmu tengah malam dan membawakan bunga mawar. Apalagi… hahahaha… menulis surat cinta… aha hahaha…. Ya ampun, Sean. sekarang ini zamannya sudah serba tweet. Nggak ada lagi orang yang