“Sekalipun kamu satu-satunya laki-laki yang tersisa di dunia ini, aku lebih memilih jomblo seumur hidup!" Maureen melihat sendiri saat Erland sedang melakukan perbuatan tidak senonoh dengan seorang wanita. Tapi, dia tidak bisa menolak perjodohan dengannya karena hutang budi. Sementara itu, Erland juga tak kalah sengit membalas, "Bahkan kalau kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku, aku tidak akan mau menyentuhmu!" Bayangkan, dua kutub yang tolak menolak terpaksa tinggal di bawah atap yang sama. Maureen yang cerdas dan berprestasi berhadapan dengan laki-laki tukang berkelahi, hobby mabuk dan suka berganti-ganti wanita. Apa yang akan dilakukan Maureen untuk menghadapi Erland di dalam pernikahan rahasia mereka?
View More"Erland, aku da...--"
Suara Maureen menggantung di udara, sementara matanya,menatap horor pada laki-laki yang akan dijodohkan dengannya.
"Emh, yeah... seperti itu!" geram Erland, tangannya mendorong kepala si wanita supaya miliknya masuk lebih dalam.
"Mmmmh...," gumam si wanita berambut merah, mulutnya terlalu penuh untuk menjawab.
Maureen terpaku di ambang pintu, wajahnya memucat. "Ya Tuhan! Beginikah laki-laki yang akan menikah denganku?" jeritnya dalam hati. Otaknya memerintah untuk berbalik badan dan kabur, tapi kakinya menolak bergerak.
Suara - suara 'aneh' berbalut erangan nikmat tercipta dari mulut mungil seorang wanita muda yang sedang menunduk diantara kaki Erland. Rambut panjang warna merah milik wanita itu menutupi sebagian wajahnya yang menunduk.
Beberapa detik berikutnya, Erland berdiri dan berpindah posisi. Wanita berambut merah itu sekarang berada dibawah kungkungannya.
Tak menyadari kehadiran Maureen, Erland makin menggila.
"Cepat sedikit! Aku hampir sampai!" racau Erland sembari memompa wanitanya lebih intense.
"Egh! Erland... hhh... Erl..." desah wanita dibawahnya makin keras.
Dan, di tengah erangan pasangan yang menggebu...
"OH, SHIT! MY EYES!!!" pekik Maureen sekuat tenaga, meluapkan segenap perasaan.
Erland dan wanita berambut merah itu menoleh bersamaan. Di depan pintu, Maureen berdiri dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Shock.
Horor.
Jijik.
Mual.
Maureen sudah sering mendengar reputasi Erland. Lelaki muda itu terkenal sering bergonta ganti pacar.
Tapi, mendengar dan melihat sendiri adalah dua hal yang berbeda. Menyaksikan dengan mata kepala sendiri kelakuan Erland rasanya seperti patah hati sebelum jatuh cinta.
"MAUREEN?!" seru Erland yang terlebih dahulu sadar di antara ketiga orang itu.
Dia langsung melepaskan diri dari wanita yang berada dibawahnya. "Apa yang kamu lakukan disini, hah? Dasar pengganggu!" umpatnya tanpa merasa bersalah.
Si rambut merah beringsut, memunguti pakaian dan buru-buru memakainya.
"Kamu itu wanita. Apa kamu tidak malu melihat tubuh seorang laki-laki? Sialan!" Erland meraih boxernya dan memakainya tanpa malu di depan Maureen.
Maureen membuang wajah. "Kamu yang menyuruhku datang untuk bicara, tapi ternyata kamu terlalu sibuk," ketusnya tak mau kalah.
"Tapi kamu bisa mengetuk pintu sebelum masuk!" sergah Erland masih tak terima.
"Pintunya terbuka. Lagipula, aku tidak menyangka akan ada pasangan yang berbuat tidak senonoh di siang bolong begini. Di ruang keluarga pula!" sahut Maureen tak kalah garang.
"Oh, berani melawan kamu ya? Mentang-mentang Papa ada di pihakmu, sekarang kamu melunjak? Kamu mendekati Papaku supaya bisa menikah denganku. Iya kan?" tuduh Erland dengan kebencian yang meluap-luap. Dia masih punya impian terpendam, dan tentu saja tidak ada pernikahan dalam cita-citanya itu.
"Tutup mulutmu! Aku juga tidak pernah ingin menikah denganmu. Itu semua kemauan Papamu!"
"BOHONG!" hardik Erland, suaranya menggelegar.
Maureen dan Erland berdiri berhadapan, begitu dekat dengan tatapan yang sama-sama tajam.
"Dengar baik-baik! Sekalipun hanya tersisa satu laki-laki di dunia, dan laki-laki itu kamu," Maureen menarik napas panjang, lalu melanjutkan kalimatnya dengan penuh penekanan, "aku lebih memilih jomblo seumur hidup!"
Maureen tidak mau repot-repot menjelaskan panjang lebar pada Erland, toh Tuan Muda Berandal itu tidak akan mendengarnya.
"Lalu, kenapa kamu tidak menolaknya? Sialan kamu, Maureen!"
Maureen tertawa sumbang. Dalam hati dia menangis. Andai saja dulu dia tidak menerima bantuan dari Tuan Diandra, tentu dia tidak akan berhadapan dengan lelaki tidak bermoral ini. Tapi, menolak bantuan itu sama saja dengan membunuh Neneknya pelan-pelan.
"Ehm, permisi. Sebaiknya aku pergi saja," pamit wanita teman kencan Erland.
Dia sudah memakai pakaian, lengkap dengan sepatu dan tas, tapi Maureen dan Erland menghalangi pintu keluar.
Serempak, Maureen dan Erland menoleh kepada wanita itu.
"O'ya. Sebaiknya aku juga pergi. Kita bicara lain kali saja, saat kamu sudah memakai baju," ucap Maureen dingin, menggeser tubuhnya sedikit memberi kesempatan pada wanita teman kencan Erland untuk keluar ruangan lebih dahulu.
Terlalu malu, si rambut merah menerobos Maureen dan Erland, keluar dari ruangan tanpa berkata-kata lagi.
Erland melihat ke pintu dimana wanita tadi menghilang dengan gusar, lalu kembali menatap Maureen. Napasnya memburu, rahangnya mengeras.
"Puas kamu, hah?" sergah Erland, maju selangkah mendekat kearah Maureen, "Gara-gara kamu, dia pergi. Kamu paling pintar merusak kesenanganku!"
"Perlu kamu tahu! Satu-satunya keinginanku adalah tidak pernah ingin berurusan denganmu," ucap Maureen, sebisa mungkin melawan intimidasi dari Erland.
"Buktinya kamu datang kesini. Itu tandanya kamu akan berurusan denganku."
Maureen mundur satu langkah, tapi Erland lebih cepat. Tangan kekarnya menyambar lengan gadis itu, dan detik itu juga Maureen terdesak hingga punggungnya menempel di dinding.
"Apa yang kamu lakukan, Erland? Lepas!" pekik Maureen. Ketegarannya menguap berganti dengan kepanikan.
"Hey, Maureen! Kamu sudah mengganggu kesenanganku. Sekarang, gantikan dia. Senangkan aku!"
Maaureen nyaris menerobos masuk ke ruang ICU. Napasnya memburu, saat dia refleks meraih gagang pintu hendak masuk ke dalam ruangang. Tergopoh-gopoh, suster datang menghampiri.“Maaf, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Suster, menghadang langkah Maureen."Begini, Suster." Maureen mengatur napasnya sejenak, "aku mendengar dari suster di pos depan kalau nenek memanggil-manggil namaku.""Oh, begini saja, Nona. Saya akan periksa data pasien, apakah sudah boleh dijenguk atau belum. Silahkan sebutkan nama pasiennya, Nona," ujar Suster, membuka tablet yang sedari tadi ada ditangannya."Imelda Argantha," jawab Maureen cepat. Dia sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan Neneknya. Dua minggu tidak bertemu, sekalinya bertemu malah situasinya sangat tidak enak.Suster memeriksa data di tablet, lalu tersenyum pada Maureen."Maaf, Nona. Sepertinya ada salah paham disini. Nyonya Imelda Argantha sedang dalam masa pemulihan pasca operasi. Kami terus memantau kondisinya. Untuk sementara, dokter belum
"Hhh..., apa maunya si Jillian ini?" batin Maureen.Dia urung melangkah. Firasatnya mengatakan kalau Jillian ingin membuat keributan."Atau, jangan-jangan kamu ingin kabur dari tanggung jawab?" tuduh Jillian lagi. Benar dugaan Maureen, adik angkatnya ini sedang mencari masalah. Jengkel, Maureen berbalik badan lalu bertanya dengan gusar, "Tanggung jawab yang mana maksudmu? Aku sudah melakukan bagianku."Dia sudah menanggung semua biaya yang berkaitan dengan Nenek. Di saat harta warisan Kakek dikuasai oleh mereka, Maureen bekerja paruh waktu untuk biaya hidup Nenek dan dirinya.Ketika kesulitan uang untuk biaya pengobatan, demi Nenek, Maureen menyetujui permintaan Tuan Diandra untuk menikah dengan Erland."Jillian, cukup," tegur Markus pelan tanpa ketegasan. Dia tahu kalau Maureen dan Jillian tidak pernah akur selama ini. Dan, iya, Jillian yang sering memulai pertengkaran."Biarkan puterimu bicara," ucap Paulin, mendukung puterinya. Dia berusaha menyembunyikan senyum liciknya, meski ga
"Maaf, mengganggu malam-malam. Kami dari Golden Bloom Elderly Resort, bermaksud memberitahu kalau Nenek Argantha ada di rumah sakit sekarang."Suara dari seberang sana seperti dengungan lebah di telinga Maureen. Penjelasan demi penjelasan membuatnya seperti orang linglung.Dan, Maureen tidak ingat bagaimana caranya dia bisa sampai di rumah sakit ini.Yang dia tahu, pagi ini dia sedang menunggu dengan cemas di depan ruang operasi. Nenek sedang berada di dalam sana berjuang untuk hidupnya."Entah apa penyebabnya?""Padahal saat terakhir aku menelepon, Nenek baik-baik saja.""Kenapa tiba-tiba?"Maureen bergumam sendiri untuk kesekian kalinya. Sedari tadi dia duduk. Berdiri. Lalu, duduk lagi sambil menghela napas.Erland duduk tanpa mengatakan apa pun, hanya matanya yang terus mengawasi Maureen."Maureen, apa yang terjadi?"Maureen menoleh saat mendengar namanya disebut. Markus Argantha, Papa angkatnya, datang. Kekhawatiran terpancar di wajahnya, biar bagaimana pun Nenek Argantha adalah i
Erland mencuri cium dari Maureen. Saat Maureen hendak mendorong Erland, lelaki itu sudah menjauhkan wajahnya."CK! Jangan mengulanginya lagi di depan umum!" omel Maureen yang tidak bisa sungguh-sungguh marah pada Erland."Jadi kalau tidak di depan umum, aku boleh melakukannya kapan pun?" tanya Erland, sepintar itu menemukan celah.Maureen melotot. "Bukan begitu! Katamu pernikahan kita rahasia, tapi sepertinya kamu mulai melanggar perjanjian kita.""Aku sudah tidak ingin merahasiakannya lagi," sahut Erland dengan entengnya.Terkejut dengan jawaban Erland, Maureen menoleh. "M-maksudmu...?""Sunrise!""Hey! Sunrise is coming!"Mauren tidak jadi melanjutkan kalimatnya, fokusnya teralih saat mendengar orang-orang di sekitar mereka berseru kagum."Lihat kesana, Maureen!" seru Erland, menunjuk ke arah matahari terbit.Saat Maureen terpesona pada semburat cahaya di langit, Erland cepat-cepat mengeluarkan ponselnya dari saku jaket. Dia memotret wajah Maureen dari samping.Di belakang Maureen,
"Maureen, bangun...""Mmmh...."Langit masih gelap, Maureen hanya menggeliat dan tidak mau membuka mata. Kalau mau jujur, selama mengikuti summer camp, Maureen tidak bisa tidur dengan nyenyak. Kesulitan komunikasi dengan Erland cukup mengganggu tidurnya. Ada perasaan tidak tenang kalau belum mendengar suara Erland sebelum tidur."Maureen..." panggil Erland lagi, kali ini tangannya mulai bergerak, menyenggol-yenggol ujung hidung Maureen, sambil berbisik di dekat telinga Maureen, "ayo, bangun. Aku tidak mau kita terlambat.""Hmmm..., perasaan kita tidak ada rencana kemana-mana. Jangan ganggu tidurku!" tolak Maureen berbalik badan, lalu menarik selimut hingga ke leher. Semalam adalah pertama kalinya dia tidur nyenyak sejak Summer Camp."Hhh, kamu ini memang harus dipaksa!" Erland menarik selimut lalu melemparnya sembarangan."Eh! Eh! Erland! Apa yang kamu lakukan?" seru Maureen saat merasakan tubuhnya melayang. Saat membuka mata, dia sudah berada dalam gendongan Erland yang berjalan menuj
Maureen menelan ludah. "Kamu mau apa, Erland?" tanyanya gugup. Siapa sangka kata 'merelaksasi' saat dikombinasikan dengan kegiatan Erland melucuti baju bisa menghasilkan sebuah fantasi liar di benak Maureen. "Buka baju. Apa kamu tidak melihatnya?" tanya Erland balik, tanpa tahu malu melemparkan kemeja putih ke kursi terdekat. Setelah itu, Erland melepaskan ikat pinggangnya. "Jangan macam-macam!" seru Maureen panik. Dia ingin lari, tapi rasanya belum puas kalau belum memarahi Erland. "Ini pasti akal-akalanmu kan? Perjanjiannya kita tidak satu kamar," tuduh Maureen kesal. "Kita sudah menikah. Tidak ada masalah dengan tidur satu kamar. Lagipula perjanjian itu hanya secara lisan, bisa dibatalkan kapan pun kita mau," cetus Erland dengan santainya. "Tapi tempat tidurnya kan cuma satu," tolak Maureen lagi. Dia melipat tangan sambil menatap tajam pada Erland. Bibirnya cemberut seperti anak kecil yang sedang marah karena dilarang melakukan sesuatu. "Memang satu, tapi ukurannya cukup luas
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments