Part 29
Dan yang ku takutkan terjadi,
.........................................Jojo meminta anu.
Sementara aku tak pernah siap sama sekali. Dalam otakku menyusun strategi apa yang harus ku lakukan.
"Jo... Kamu bilang nggak akan maksa."
Dia menciumi seluruh wajahku, "Aku nggak maksa." berpindah memagut bibir sampai nafas kami menderu. "Hmpm" ku tarik bibirku menjauh demi agar Jojo berpikir ulang apa yang akan dia lakukan. Namun,
posisiku tidak menguntungkan. Selanjutnya dia mengendus dengan nafas yang panas di sekitar rahang dan leherku. Mengecupnya penuh hasrat dan kuat. Salahku membangunkan singa tidur den"Mbak Cindy jadi sekretaris Jojo udah berapa tahun?""Tiga tahun, mbak Cuwa." Katanya menunduk, entah takut beneran padaku atau hanya akting lemah tak berdaya di depan Jojo yang sekarang berdiri di dekat jendela besar ruangan ini. Sementara mbak Cindy ku paksa menuruti perintahku untuk duduk manis di sofa tepat di sebelahku. Aku memasang bahasa tubuh yang santai bersahabat.Rok pendek membuat wanita berkulit terang ini mempertontonkan kemulusan jalan tol di pahanya, pantes Jojo sampai nggak kedip tadi, belum lagi cepitan maut di dadanya, iyuuh semut yang terperangkap disana pasti langsung engap, mati kehabisan oksigen. "Wah selama itu, terkumpul berapa duit dari dikelonin Jojo, emh maksudku Jonathan?""Enggak pernah mbak?" Dua tangannya bergerak-gerak cepat, menampik tuduhan yang bernada manis dariku. Senyumku yang tersungging justru membuat p
Hari demi hari berlalu begitu saja. Sudah tiga Minggu Jojo hobi mandi air dingin di malam hari, membuat dia akhirnya tumbang. Jojo yang ternyata menuliskan namaku dalam sertifikat kepemilikan rumah di pondok indah itu divonis typus oleh dokter. Entah apa hubungannya dengan kebiasaannya itu dengan bakteri typus. Ah aku tak peduli, yang jelas aku mau dia sehat kembali sehingga aku bisa tidur di kasur nyamanku di rumah sana. Iya sih, dalam dua minggu terakhir ini pekerjaanku tiba-tiba lengang. Ketika ku tanya Phia, dia justru menghindar. Pesan yang dia kirim baru saja setelahtak tahan menerima bom pesanku mungkin, membuatku ingin mencakar manja wajah Jojo.Bagaiman bisa, diam-diam dia membatalkan reality show, wawancara tv, co host, pembaca nominasi, pembicara beberapa seminar perfilman, yang semuanya sumber duit ku. Menyisakan satu pemotretan iklan ponsel untuk bulan depan, serta satu film klasik di awal tahun depan. Sementara kontrak dengan iklan sabu
"Sayang, bangun. Papa mama datang.Tangan besar Jojo menggoyang bahuku hingga mau tak mau aku membuka mata. Padahal aku baru tidur subuh tadi, gara-gara saat membuang sampah di depan pintu, dokter muka hancur melambai padaku. Belum lagi Jojo bercerita tentang mimpinya yang dihantui Akio yang katanya terasa nyata. Jadi yang ku lakukan hanyalah memeluk Jojo erat-erat sembari mengalihkan pikiranku dengan maraton drakor."Sayang, kamu dengar?"Duh, masih pagi banget mereka sudah nongol, Jojo nggak bisa ya ngode dulu. sial! Muka bantal ku kan jadi dilihat banyak orang.Ketika dengan terpaksa membuka mata, Papa menatap tersenyum padaku. Mama kasih seperti biasa, melotot seperti Mak lampir. Renita, gatel kayak buluh bambu terlihat pengen mencabik diriku. Jelas, pose tidur manja yang memeluk Jojo bagai guling ternyaman seperti ini akan membuat siapapun cemburu. Bagusnya Jojo tidak pernah keberatan.
Aku yang hanya pakai krim siang doang, rambut juga hanya ku sisir dengan jari, kaos dan celana rumahan yang enggak banget kalau dibandingkan dengan perempuan cantik, anggun, elegan, berkelas, apalagi sih kata-kata yang tepat buat menggambarkan penampilannya. Hanya satu kelebihan ku, aku jelas jauh lebih muda darinya. Eh ada satu lagi dong, aku masih gadis, dia jandesss. Menghela nafas lelah karena membayangkan betapa akan jadi capeknya aku sebentar lagi. Lalu demi menjaga sikap baik di depan mertua aku juga harus berdiri untuk menyapa tante girang. Mengerjap dua kali lalu memasang wajah innocent menggemaskan perempuan twenty-seven rasa twenty-two. Suasana tegang mendadak mengambil alih udara dalam ruangan ini. Muka Renita yang tidak sedap dipandang mengindikasikan kalau dia juga tak menyukai keberadaan si perempuan Jepang. "Cuwa, Ma, Pa... Kenalkan dia Mitsuko Ito, temannya Bang Nath dari Jepang."Yang ku pikirkan, koq Mitsuko tau
Aku mengamati jejak darah pada empat garis melintang di pipi Mitsuko, bekas cakaranku. Ditambah cap lima jari di kedua pipinya. Kedua pipi Renita juga mendapat cap yang sama, kini dia tengah memegangi pipi hasil perawatannya dengan kesal. Ah, aku sendiri, leherku jelas lebam. Jojo bilang, aku harus segera menemui dokter, karena takut terjadi luka dalam. Dia emang lebay, cuma biru-biru doang, besok atau lusa pasti hilang. Yang ku sesalkan, kenapa aku bisa masuk dalam deretan wanita-wanitanya Jonathan ya Tuhan.Kalian mau tau bagaimana reaksi Jojo pada Mitsuko? Dia menatap tante girang itu dengan cara yang terlalu rumit untuk dijelaskan. Itu antara rasa bersalah, penyesalan, kecewa, dan marah jadi satu. Aku duduk di ranjang bersebelahan dengan Renita, meski masing-masing kami ada di ujung terjauh. Diam-diam aku berterimakasih padanya, sudah mewakili diriku menampar wajah tante sadako, walau masih terbayang adegan threesome-nya dengan Lukas dan Mario.
Aku tidak tahu ini buku siapa, ku pungut karena sampul pinknya menarik perhatian. Tampak mencolok diantara hijaunya rerumputan. Tapi tak berarti membuat ku berhenti mengagumi jajaran pohon besar nan rindang di kanan kiriku. Sedikit heran, kenapa kaki telanjangku baik-baik saja meski berjalan diantara semak rumput yang membentang menghijau sejauh mata memandang. Anehnya rumput ini mirip seperti red karpet, memanjang tepat di depanku saja, seolah memberi jalan. Membiarkan kanan kirinya ditempati guguran daun.Entah aku dimana, aku masih belum mau peduli. Lingkungan ini asing, namun disaat bersamaan sama sekali tak membuatku merasa asing. Aku belum pernah datang ke tempat seperti ini. Nyatanya pantai, bikini, dan matahari lebih menggoda bagiku.Ku susuri jalan rumput ini, buku bersampul pink masih menggantung di salah satu tanganku. Busana putih yang ku kenakan, menggesek kulit karena terpaan angin. Bahkan anak rambut ikut diterbangkan. Bau s
"Jo... " Aku melenguh, suaraku yang serak luar biasa membuat bibirku hanya mengeluarkan kata serupa bisikan. Ini masih di ICU, saat aku terbangun dokter melakukan observasi, lalu bertanya apakah aku ingin menemui keluargaku. Jadi ku bilang aku ingin melihat suamiku."Cuwa Sayang? Bagaimana perasaan mu?" Ekspresi getir jojo saat melirik leherku, membuatku curiga. Pasti Masako Royco Mitsuko Mitcin telah meninggalkan bekas mengerikan disana. Kemudian pria ini mencium tanganku dengan rakus, setelah itu menyimpan dalam lipatan tangan besarnya. Ini hangat, berbeda jauh dengan sentuhan tangan hantu Jepang itu, yang bodohnya sempat membuatku terlena.Teringat leherku, auto aku merabanya. Tapi aku butuh cermin, mana bisa melihatnya sendiri kalau hanya meraba saja. Kulitku sangat sensitif, jangankan bekas cekikan, terbaret ujung meja sudah mampu membuat jejak merah biru di kulit. Aku menggeleng kecil tak menyangka, efek dicekik itu ternyat
Sejak semalam kami memang terus berdebat. Sungguh aku tak terima dia bilang pada semua orang bahwa aku hamil. Hamil dari mana? Wong selaput daraku masih terbentang sepanjang khatulistiwa.Bahkan Renita turut membenarkan dengan celetukan, bukankah yang papa mama berangkat umroh kamu sudah morning sickness? Arrggg, benar-benar senjata makan tuan, Cuwa bodoh.Akibatnya, aku hanya bisa memasang wajah sedih karena suamiku hendak menikah lagi padahal kondisiku sedang hamil muda, hingga keluarga Jojo pulang. Bagusnya, papa terus memojokkan Jojo sepanjang waktu hingga kesabarannya terkikis. Tak lupa menempatkan diri sebagai tim hore paling setia untuk menantu teraniaya ini.Setelahnya aku merengek minta pulang dari RS padahal dokter masih melarang. Jojo sendiri keadaannya belum benar-benar pulih. Walau dia tak lagi mengalami demam, dokter masih mengharuskan dia minum antibiotik dan vitamin.Pukul sembilan malam ke