Sere langsung menatap tubuhnya dan bersemu, karena handuk yang ia pakai sedikit melorot memperlihatkan sedikit dadanya.
"Sialan! tutup matamu," pekik Sere melemparkan bantal ke wajah Faresta yang tengah tertawa terbahak - bahak.
"Iya - iya, aku keluar, tolong hentikan lemparanmu ini," ujar Faresta lalu bangkit dan pergi saat Sere sudah tak melempar bantal lagi.
"Malunya akuuuuu," gumam Sere menutup wajah dengan telapak tangan.
"Aku harus cepat memakai pakaian, tidak tau kan otak licik pria itu," ujar Sere bangkit lalu bergegas ke kamar mandi tak lupa membawa pakaian.
Faresta yang sudah berada di kamarnya terbahak - bahak, raut wajah Sere yang malu masih terbayang - bayang dan membuatnya tak bisa menahan tawa.
"Lucu sekali wajahnya, seperti ini akan menjadi hobiku selalu menggoda dia," gumam Faresta setelah puas tertawa menjatuhkan tubuhnya di kasur.
"Ahhhhh, lapar," gumam Faresta lalu bangkit melangkah ke ruang makan, terlihat Sere tengah mengambil air minum di kulkas.
"Sayang, gak ngajak - ngajak," goda Faresta berbisik ditelinga Sere.
"Apaan sih kamu!" geram Sere dengan suara meninggi karena terkejut, membuat mereka menjadi pusat perhatian.
"Turunkan suaramu! kalian siapkan kami makanan, aku sangat lapar," perintah Faresta langsung dilaksanakan oleh bawahannya.
"Ayoo Sere, kita duduk di meja makan!" ajak Faresta menarik lengan gadisnya.
"Tuannnn," panggil Sere saat dirinya di dudukkan ke kursi.
"Hmmmm." Faresta hanya berdehem lalu duduk disebelah Sere.
"Aku rindu Ibuku, antarkan aku ke rumah sakit," pinta Sere sambil menangkupkan tangannya.
"Nanti, selesai makan kita ke sana," balas Faresta membuat Sere mengembangkan senyuman bahkan sampai memeluk pria itu.
"Tuannn, makanan sudah siap," ucap Bulan tengah menyendokan makanan untuk majikannya.
"Kamuuuu, dipecat jadi pelayan di rumah ini!" ucap Faresta tegas membuat Bulan dan Sere terdiam.
"Apa salah saya Tuan, bahkan baru tadi Tuan menaikan gaji saya," kata Bulan sambil berlutut di kaki Faresta, membuat Sere menggeram.
"Berdiri Bulan!" perintah Sere berusaha mengangkat tubuh Bulan agar bangkit.
"Tidak Nona, biarkan saya begini," ucap Bulan menggeleng.
"Lepaskannnn!" tegur Faresta dingin, menatap tajam ke arah Bulan.
"Maafkan saya Tuan," pinta Bulan lagi dengan suara lirih terendam isakan.
"Dengarkan, saya belum selesai berbicara," geram Faresta kesal karena Sere masih berusaha meminta Bulan agar bangkit.
"Bangkitlah, dan dengarkan ucapanku," perintah Faresta disuguhi gelengan Bulan.
"Turuti perintahku!" bentak Faresta membuat Sere terkejut dan Bulan langsung bangkit.
"Kau akan menjadi asisten pribadi Sere, jadi hanya turuti perintahku dan calon istriku," jelas Faresta membuat Bulan bernapas lega.
"Terimakasih Tuan," ucap Bulan bersyukur.
"Ingatlah jangan sampai calon istriku kenapa -napa," ancam Faresta dibalas anggukan Bulan.
"Iya Tuan," balas Bulan dengan bersemangat.
"Ganti pakaianmu, seperti pakaian biasa! aku tau pasti calon istriku akan risih jika kamu selalu pakai pakaian formal nanti," jelas Faresta dibalas anggukan semangat oleh Bulan.
"Iya Tuan, saya akan ganti pakaian. Saya pamit pergi dulu," ucap Bulan langsung diangguki Faresta.
"Aku gak butuh asisten, Tuannn," ucap Sere manatap Faresta.
"Turuti saja kemauanku, gitu aja susah." Faresta langsung fokus memakan makanananya tanpa menghiraukan gerutuan Sere.
"Cepat! habiskan makananmu, katanya mau ke rumah sakit," tegur Faresta melihat Sere hanya mengacak - acak makanan.
"Siap Tuan," sahut Sere semangat dan tersenyum ceria saat mendengar ia akan menjumpai Ibunya.
Disini mereka, Faresta duduk dikursi menunggu sedangkan Sere terus berbicara karena senang Ibunya sudah siuman."Dari tadi kamu berbicara terus, siapa pria yang duduk disana?" tanya Desti menoleh ke Faresta sekilas."Diaaaaa." Sere terlihat bingung menjawab ia sesekali menoleh ke arah dimana Faresta duduk.Mengerti kebingungan calon istrinya, ia bangkit mendekati brankar. "Saya calon suami anak Ibu, sebentar lagi kami menikah. Tolong restui pernikahan kami berdua," jelas Faresta tanpa gugup sedikitpun, ia sangat lugas mengucapkannya."Menikah? kenapa kamu tidak bilang dengan Ibu," tegur Desti menatap butuh penjelasan kepada putrinya."Ini mendadak Bu," ucap Sere spontan tidak tau harus mengucapkan apa."Heee, mendadak?" tanya Desti kebingung."Semoga Ibu cepat sembuh, agar dihari pernikahan kami anda hadir," tutur Faresta mengalihkan topik."Semoga aja, tapiiiiii. Walau Ibu tidak bisa hadir doa Ibu selalu untukmu, Ibu mer
12 - Menyambut menjadi pertengkaranJam dinding sudah menunjuk angka enam pagi, tapi satu gadis dihadapan Faresta masih senang bergelung dengan selimut tebalnya. Langkah santai menuju ranjang, tangan kekar itu perlahan menguncang tubuh Sere."Bangun putri tidur.""Bangunnnnn," kata Faresta mencubit hidung Sere, tetapi gadis itu menepisnya."Sebentar lagi, aku masih ngantuk," kata Sere dengan suara serak tanpa membuka matanya."Bangun, cepat!" perintah Faresta masih terus mengguncang tubuh Sere."Diamlah! aku masih mengantuk," bentak Sere dengan suara bangun tidur."Kamu iniiiii," geram Faresta, ia memegang rahang Sere lalu mencium dan melumat bibir ranum itu membuat sang dara langsung membulatkan netranya terkejut."Apa yang kau lakukan!" bentak Sere mendorong tubuh Faresta sampai membuat terjungkel karena tak siap."Aku hanya membangunkanmu," sahut Faresta tak peduli, ia bangkit dan duduk disisi
Sarapan terjadi dengan keheningan semua fokus melahap makanan, sedangkan orang tua Faresta seperti menunjukan kemesraan apalagi wanita itu. Membuat Sere sedikit mual melihatnya, berusaha tak peduli lebih mementingkan perut yang berdemo."Kami akan menginap sampai hari pernikahan kalian," terang Papa Faresta, ia mengelap bibirnya dengan tisu."Terserah Papa saja, tapi aku tak suka wanita ini ada disini!" balas Faresta dengan menatap sinis ke arah Ibu tirinya."Dia juga Ibumu sekarang Resta, kamu harus menghormatinya!" tegas Sander --- Ayah Faresta menyandarkan tubuhnya lalu menatap anak semata wayangnya."Aku tidak memiliki Ibu, Ibuku sudah mati!" bentak Faresta bangkit dari duduknya, lalu menarik lengan Sere untuk ikut berdiri."Kalian jika ingin istirahat pergilah ke kamar biasa yang Papa tempati, aku mau periksa semua keperluan untuk nanti," tutur Faresta datar, ia langsung pergi tak lupa membawa Sere."Mau kamu bawa ke mana, calonmu? aku
14 - Faresta!Sander membawa Kanara keluar masion, lalu pergi meninggalkannya tergeletak di jalan. Pria itu mengusap wajah dengan kasar, tidak habis pikir wanita yang dianggapnya baik bisa berkelakuan seperti itu dia kira Kanara berubah ternyata masih sama. Dia memilih mengistirahatkan tubuh dari pada memusingkan hal ini.***Sere merasa nyenyak sekali tidurnya, bahkan ia sama sekali tidak ingin membuka mata. Benda keras yang menjadi bantalan, saat rasa nyaman sampai tak ingin beranjak dari situ."Nyenyak ya tidurnya." Suara bariton itu membuat Sere langsung membuka matanya cepat."Kamuuuuu," seru Sere saat mendongak matanya langsung bertubruk dengan manik Faresta."Iya, aku siapa lagi," sahut Faresta tak lupa mengulas senyuman."Kenapa bisa ada dikamarku!" bentak Sere melemparkan bantal ke wajah Faresta."Aishhhh, main lempar - lempar aja, tubuh kamu aja lempar sini aku terima dengan senang hati," goda Faresta deng
15 - Usaha KanaraKanara saat membuka matanya, pusing langsung menyerang ia sesekali memukul kepalanya agar sedikit reda. Ingatan kejadian semalam membuat ia menggeram kesal, ia sangat bodoh sampai mabuk dan menemui Faresta bahkan memaki suaminya. Dirinya harus bagaimana sekarang, bahkan kini berada diluar mansion, terduduk lesehan dibawah. "Aku harus bagaimana? bodohnya aku," gumam Kanara pelan."Mana mungkin aku diterima, saat tadi malam aku memakinya," katanya lagi sambil memukul kepalanya atas kecerobohan."Aku coba saja, mungkin Sander akan menerimaku. Diakan sangat mencintaiku," tekad Kanara ia berusaha berdiri walau sempat terjatuh karena kepalanya masih terasa pusing.Kanara langsung masuk menerobos mansion, karena pintu sudah terbuka saat Sander mengeluarkan barang - barang milik istrinya.Ia melangkah dengan cepat menuju kamarnya, dia membuka pintu dan menemukan Sander yang tengah memakai pakaian."Apa yang kau lakukan!
16 - PernikahanHari pernikahan sudah tiba, Sere tengah di make - up oleh perias. Ia tampak sangat menawan sampai - sampai yang mendandani memuji kecantikan alami dari dalam dirinya."Nona sudah cantik alami, apalagi sekarang di make - up. Tambah wah, pasti banyak yang bakal iri," puji perias menatap pantulan diri Sere dicermin."Kamu bisa aja," kata Sere tersipu, ia sangat pangling dengan dirinya."Apa ini, benar - benar diriku?" tanya Sere pada dirinya sendiri, ia memutar - mutar tubuh."Iya Nona, Nona sangat cantik," ungkap perias yang tengah merapikan alat make - up.Bulan masuk ke dalam kamar Sere, membuat kedua orang yang tengah berbincang menoleh ke arahnya."Nona sudah ditunggu, waktunya telah tiba," tutur Bulan dibalas anggukan oleh Sere, wanita itu dibantu Bulan memegang gaunnya."Aku gugup, Lan," ungkap Sere saat mereka berjalan keluar."Tarik napas buang, ulangi terus. Nanti sedikit mengurangi gugup Nona," intru
17 - Akal bulus FarestaSere telah berada di kamarnya, sedangkan Faresta masih sibuk berbincang bisnis dengan sang Ayah. Bulan ikut masuk untuk menyiapkan air hangat dan membantu melepaskan gaun, saat ini dia tengah menikmati kehangatan yang menyentuh kulitnya sedangkan Bulan pamit keluar."Enaknya," gumam Sere pelan, ia mulai memejamkan mata menikmati tubuh yang terendam air hangat beraroma lavender.Tidak terasa dua puluh empat menit Sere telah berendam, ia sangat menikmati sampai terlelap terdengar dengkuran halus dari bibir ranumnya. Air yang semula hangbat sekarang berubah dingin, tetapi dirinya masih nyaman dengan posisi itu. Faresta baru saja ke kamar, dan tak menemukan istrinya di dalam."Di mana Sere," gumam Faresta saat menghempaskan bokongnya ke ranjang dan mulai melepaskan kancing dipakaiannya."Apa dia mandi, tapi 'kan ini udah lumayan lama," kata Faresta menaruh pakaiannya ke kasur, lalu bangkit meraih jubah mandi dan masuk ke k
18 - Malam pertamaSetelah meminum susu itu, Sere kembali memainkan benda pipih yang dipegang. Tak berselang lama tubuhnya merasakan sesuatu, rasa panas menjalar ia mulai mengibas - ibas baju."Kenapa panas sekali," gumam Sere."Apa AC-nya mati," imbuhnya lagi dengan suara pelan, lalu menatap AC yang ternyata menyala."Ada apa denganku," katanya lagi terdengar oleh Faresta membuat pria itu menyeringai kecil."Ahhhhh, panassss," erangnya mulai membuka baju tidurnya."Kenapa masih terasa panas," keluhnya mengibas - ibaskan baju yang tadi dilepas untuk mendinginkan tubuhnya yang tiba - tiba panas."Kenapa milikku gatal sekali," batinnya bertanya."Ada apa Sere? kenapa kamu tidak bisa diam," ujar Faresta menutup laptopnya lalu berbalik menatap istrinya yang menutupi tubuh dengan baju yang tadi dipakai mengipas."Tidak ada apa - apa, eummmm, AC-nya bisa tambahkan volume agar lebih dingin?" tanyanya membuat Faresta ingin