Dua hari sudah Faresta tidak pulang ke mansionnya, ia sangat sibuk mengerjakan pekerjaannya. Memilih lembur agar bulan madunya tidak terganggu oleh berkas - berkas menyebalkan ini. Mata panda sangat terlihat jelas, hasil dari bergadang. Netranya memandang laptop yang menayangkan kegiatan Sere, gadis itu berguling di kasur lalu keluar kamar.
"Tuannnn," panggil Kean membuat Faresta mengalihkan pandangannya dari laptop.
"Ada apa?" tanyanya malas.
"Apakah Tuan tidak mau pulang? kasihan Nona Sere," ujar Kean pelan.
"Nanti, sebentar lagi tugasku selesai," sahut Faresta dibalas anggukan Kean, lalu pria itu pamit.
"Aku merindukanmu," gumam Faresta lalu melanjutkan perkerjaannya.
***
Sere menatap semua orang yang tengah sibuk menghias mansion Faresta, ia menghela napas beberapa hari lagi pernikahannya. Rasanya sangat kesal karena tidak diperbolehan keluar rumah, sesekali menggerutu sebab belum melihat batang hidung calon suaminya.
"Nona butuh sesuatu?" tanya Bulan saat melihat Sere keluar kamar.
"Tidak," sahut Sere malas.
"Nona sebentar lagi jadwalnya perawatan, nanti orangnya akan datang," terang Bulan membuat Sere menoleh menatapnya.
"Ngapain aku melakukan perawatan," ucap Sere tanpa sadar.
"Kan bentar lagi pernikahan Nona, Nona harus terlihat segar saat hari itu dan malam pertama," ujar Bulan menutup mulut, lekas pamit karena melihat Sere yang melotot kearahnya.
Sere melengos ia kesal mendengar ucapan Bulan, walau memang benar perkataan gadis itu. Dia memilih untuk berjalan - jalan sambil menatap sekitar dengan decakan kagum, ia bingung sebentar lagi dirinya akan menikah tetapi belum dikenalkan kepada orang tua Faresta.
"Bodo amatlah," celetuk Sere tak memusingkan.
Saat sibuk memandangi semua, Bulan tiba - tiba saja memanggil dan berada di belakangnya membuat ia terkejut.
"Astaga! kamu mengejutkanku," tegur Sere pelan sambil memegang dadanya agar tenang.
"Maaf Nona, di ruang tengah sudah ada orang yang akan melakukan berbagai perawatan di tubuh Nona," jelas Bulan dibalas anggukan Sere.
"Hmmm, ya sudah ayo ke sana," kata Sere sambil melangkah pelan diikuti Bulan.
Sesampai di ruang tengah, mereka langsung memperkenalkan diri. Tanpa berlama - lama mengajak Sere untuk ke kamar, agar cepat melakukan tugas masing - masing.
Tiga jam berlalu akhirnya Sere selesai melakukan perawatan, tubuhnya terasa lebih segar dan ringan karena dipijat. Setelah kepergian perawat itu, Sere memilih untuk membaringkan badannya yang hanya tertutup dengan handuk. Kantuk menyerang mata gadis itu akhirnya memejamkan mata berpetualang di alam mimpi.
***
Faresta menatap mansionnya, saat masuk semua orang tunduk hormat di depan pintu menyambut. Ia menatap dan mendekati Bulan, gadis yang akrab dengan calon istrinya."Di mana Sere?" tanya Faresta dingin, membuat Bulan semakin menunduk karena ketakutan.
"Jawab pertanyaanku, jangan hanya diam!" tegur Faresta membikin Bulan mulai gemetar.
"Seperti Nona sedang tidur di kamar tamu, Tuan," sahut Bulan pelan.
"Sudah kubilang jika Sere seharusnya tidur di kamarku bukan." Faresta sangat senang melihat semua orang ketakutan.
"No-Nona selalu menolak Tuan, kami takut malah nanti Nona mencoba kabur lagi jika dipaksa," balas Bulan membuat Faresta mengangguk.
"Good girl, gajimu aku tambahkan," ucap Faresta lalu melangkah pergi menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
Ada rasa aneh yang hinggap di dada Faresta, ia selesai mandi dan lekas pergi ke kamar tamu untuk melihat calon istrinya. Tungkai melangkah dengan santai, decakan kagum selalu keluar dari bibir para kaum hawa saat melihat dirinya. Lengan terulur memegang knop pintu, dan membukanya.
"Dasar putri tidur," gerutu Faresta melangkah mendekat duduk diranjang membelai wajah damai Sere.
"Bangunnn," bisik Faresta membelai surai Sere, membuat gadis itu mengerang.
"Sebentarrrr; aku masih ngantuk," sahut Sere masih memejamkan mata, malah berbalik membelakangi Faresta.
"Apa kamu tak merindukan calon suamimu ini," goda Faresta berbisik ditelinga Sere, membuat gadis itu langsung membulatkan matanya.
Sere bangkit lalu menatap Farrsta sambil mengucek dan berkedip membuat pria itu terkekeh.
'"Aku nyata sayang, coba aja cium," kelakar Faresta saat melihat Sere merengut kesal.
"Kenapa kamu ada di sini," kata Sere masih mengumpulkan sisa sisa nyawanya.
"Inikan rumahku," sahut Faresta membuat Sere mencebik kesal.
"Nagapain kamu di kamarku," ucap Sere sekali lagi, membuat Faresta tersenyum gemas melihat Sere menguap.
"Pengen aja, kalau kamu masih ngantuk tidur aja lagi, tapi pake baju dulu! kamu pengen menggodaku," celetuk Faresta menatap tubuh Sere.
Sere langsung menatap tubuhnya dan bersemu, karena handuk yang ia pakai sedikit melorot memperlihatkan sedikit dadanya."Sialan! tutup matamu," pekik Sere melemparkan bantal ke wajah Faresta yang tengah tertawa terbahak - bahak."Iya - iya, aku keluar, tolong hentikan lemparanmu ini," ujar Faresta lalu bangkit dan pergi saat Sere sudah tak melempar bantal lagi."Malunya akuuuuu," gumam Sere menutup wajah dengan telapak tangan."Aku harus cepat memakai pakaian, tidak tau kan otak licik pria itu," ujar Sere bangkit lalu bergegas ke kamar mandi tak lupa membawa pakaian.Faresta yang sudah berada di kamarnya terbahak - bahak, raut wajah Sere yang malu masih terbayang - bayang dan membuatnya tak bisa menahan tawa."Lucu sekali wajahnya, seperti ini akan menjadi hobiku selalu menggoda dia," gumam Faresta setelah puas tertawa menjatuhkan tubuhnya di kasur."Ahhhhh, lapar," gumam Faresta lalu bangkit melangkah ke ruang makan, terlihat Sere ten
Disini mereka, Faresta duduk dikursi menunggu sedangkan Sere terus berbicara karena senang Ibunya sudah siuman."Dari tadi kamu berbicara terus, siapa pria yang duduk disana?" tanya Desti menoleh ke Faresta sekilas."Diaaaaa." Sere terlihat bingung menjawab ia sesekali menoleh ke arah dimana Faresta duduk.Mengerti kebingungan calon istrinya, ia bangkit mendekati brankar. "Saya calon suami anak Ibu, sebentar lagi kami menikah. Tolong restui pernikahan kami berdua," jelas Faresta tanpa gugup sedikitpun, ia sangat lugas mengucapkannya."Menikah? kenapa kamu tidak bilang dengan Ibu," tegur Desti menatap butuh penjelasan kepada putrinya."Ini mendadak Bu," ucap Sere spontan tidak tau harus mengucapkan apa."Heee, mendadak?" tanya Desti kebingung."Semoga Ibu cepat sembuh, agar dihari pernikahan kami anda hadir," tutur Faresta mengalihkan topik."Semoga aja, tapiiiiii. Walau Ibu tidak bisa hadir doa Ibu selalu untukmu, Ibu mer
12 - Menyambut menjadi pertengkaranJam dinding sudah menunjuk angka enam pagi, tapi satu gadis dihadapan Faresta masih senang bergelung dengan selimut tebalnya. Langkah santai menuju ranjang, tangan kekar itu perlahan menguncang tubuh Sere."Bangun putri tidur.""Bangunnnnn," kata Faresta mencubit hidung Sere, tetapi gadis itu menepisnya."Sebentar lagi, aku masih ngantuk," kata Sere dengan suara serak tanpa membuka matanya."Bangun, cepat!" perintah Faresta masih terus mengguncang tubuh Sere."Diamlah! aku masih mengantuk," bentak Sere dengan suara bangun tidur."Kamu iniiiii," geram Faresta, ia memegang rahang Sere lalu mencium dan melumat bibir ranum itu membuat sang dara langsung membulatkan netranya terkejut."Apa yang kau lakukan!" bentak Sere mendorong tubuh Faresta sampai membuat terjungkel karena tak siap."Aku hanya membangunkanmu," sahut Faresta tak peduli, ia bangkit dan duduk disisi
Sarapan terjadi dengan keheningan semua fokus melahap makanan, sedangkan orang tua Faresta seperti menunjukan kemesraan apalagi wanita itu. Membuat Sere sedikit mual melihatnya, berusaha tak peduli lebih mementingkan perut yang berdemo."Kami akan menginap sampai hari pernikahan kalian," terang Papa Faresta, ia mengelap bibirnya dengan tisu."Terserah Papa saja, tapi aku tak suka wanita ini ada disini!" balas Faresta dengan menatap sinis ke arah Ibu tirinya."Dia juga Ibumu sekarang Resta, kamu harus menghormatinya!" tegas Sander --- Ayah Faresta menyandarkan tubuhnya lalu menatap anak semata wayangnya."Aku tidak memiliki Ibu, Ibuku sudah mati!" bentak Faresta bangkit dari duduknya, lalu menarik lengan Sere untuk ikut berdiri."Kalian jika ingin istirahat pergilah ke kamar biasa yang Papa tempati, aku mau periksa semua keperluan untuk nanti," tutur Faresta datar, ia langsung pergi tak lupa membawa Sere."Mau kamu bawa ke mana, calonmu? aku
14 - Faresta!Sander membawa Kanara keluar masion, lalu pergi meninggalkannya tergeletak di jalan. Pria itu mengusap wajah dengan kasar, tidak habis pikir wanita yang dianggapnya baik bisa berkelakuan seperti itu dia kira Kanara berubah ternyata masih sama. Dia memilih mengistirahatkan tubuh dari pada memusingkan hal ini.***Sere merasa nyenyak sekali tidurnya, bahkan ia sama sekali tidak ingin membuka mata. Benda keras yang menjadi bantalan, saat rasa nyaman sampai tak ingin beranjak dari situ."Nyenyak ya tidurnya." Suara bariton itu membuat Sere langsung membuka matanya cepat."Kamuuuuu," seru Sere saat mendongak matanya langsung bertubruk dengan manik Faresta."Iya, aku siapa lagi," sahut Faresta tak lupa mengulas senyuman."Kenapa bisa ada dikamarku!" bentak Sere melemparkan bantal ke wajah Faresta."Aishhhh, main lempar - lempar aja, tubuh kamu aja lempar sini aku terima dengan senang hati," goda Faresta deng
15 - Usaha KanaraKanara saat membuka matanya, pusing langsung menyerang ia sesekali memukul kepalanya agar sedikit reda. Ingatan kejadian semalam membuat ia menggeram kesal, ia sangat bodoh sampai mabuk dan menemui Faresta bahkan memaki suaminya. Dirinya harus bagaimana sekarang, bahkan kini berada diluar mansion, terduduk lesehan dibawah. "Aku harus bagaimana? bodohnya aku," gumam Kanara pelan."Mana mungkin aku diterima, saat tadi malam aku memakinya," katanya lagi sambil memukul kepalanya atas kecerobohan."Aku coba saja, mungkin Sander akan menerimaku. Diakan sangat mencintaiku," tekad Kanara ia berusaha berdiri walau sempat terjatuh karena kepalanya masih terasa pusing.Kanara langsung masuk menerobos mansion, karena pintu sudah terbuka saat Sander mengeluarkan barang - barang milik istrinya.Ia melangkah dengan cepat menuju kamarnya, dia membuka pintu dan menemukan Sander yang tengah memakai pakaian."Apa yang kau lakukan!
16 - PernikahanHari pernikahan sudah tiba, Sere tengah di make - up oleh perias. Ia tampak sangat menawan sampai - sampai yang mendandani memuji kecantikan alami dari dalam dirinya."Nona sudah cantik alami, apalagi sekarang di make - up. Tambah wah, pasti banyak yang bakal iri," puji perias menatap pantulan diri Sere dicermin."Kamu bisa aja," kata Sere tersipu, ia sangat pangling dengan dirinya."Apa ini, benar - benar diriku?" tanya Sere pada dirinya sendiri, ia memutar - mutar tubuh."Iya Nona, Nona sangat cantik," ungkap perias yang tengah merapikan alat make - up.Bulan masuk ke dalam kamar Sere, membuat kedua orang yang tengah berbincang menoleh ke arahnya."Nona sudah ditunggu, waktunya telah tiba," tutur Bulan dibalas anggukan oleh Sere, wanita itu dibantu Bulan memegang gaunnya."Aku gugup, Lan," ungkap Sere saat mereka berjalan keluar."Tarik napas buang, ulangi terus. Nanti sedikit mengurangi gugup Nona," intru
17 - Akal bulus FarestaSere telah berada di kamarnya, sedangkan Faresta masih sibuk berbincang bisnis dengan sang Ayah. Bulan ikut masuk untuk menyiapkan air hangat dan membantu melepaskan gaun, saat ini dia tengah menikmati kehangatan yang menyentuh kulitnya sedangkan Bulan pamit keluar."Enaknya," gumam Sere pelan, ia mulai memejamkan mata menikmati tubuh yang terendam air hangat beraroma lavender.Tidak terasa dua puluh empat menit Sere telah berendam, ia sangat menikmati sampai terlelap terdengar dengkuran halus dari bibir ranumnya. Air yang semula hangbat sekarang berubah dingin, tetapi dirinya masih nyaman dengan posisi itu. Faresta baru saja ke kamar, dan tak menemukan istrinya di dalam."Di mana Sere," gumam Faresta saat menghempaskan bokongnya ke ranjang dan mulai melepaskan kancing dipakaiannya."Apa dia mandi, tapi 'kan ini udah lumayan lama," kata Faresta menaruh pakaiannya ke kasur, lalu bangkit meraih jubah mandi dan masuk ke k