Share

Part 6 - Pertanyaan Aletta

Aletta segera memutus sambungan telponnya lalu kembali meletakkan ponselnya ke dalam tas dengan wajah yang tampak menegang.

Sarah mengernyit melihatnya, "Siapa yang telpon, Ta?" tanyanya merasa penasaran.

"Bukan siapa-siapa, orang salah sambung, Bu."

"Sini, biar saya yang dorong," Aletta mengambil alih tugas Nayla.

"Tolong bawain paper bag itu ya," ucap Aletta sembari mendorong kursi roda ibunya.

"Kamu serius yang tadi itu salah sambung? Muka kamu keliatan tegang loh Ta."

"Aku serius, Bu. Nanti aku mau ganti nomor aja, sering banget orang salah sambung," Aletta terkekeh kecil.

"Ini ditaruh di mana Nyonya?" tanya Nayla membuat Aletta menoleh.

"Itu makanannya tolong kamu pindahin ke piring ya? Emm......kamu juga nggak perlu panggil saya Nyonya, cukup panggil Mbak aja."

Nayla tersenyum tipis, "Iya Mbak."

Wanita itu segera pergi ke dapur, sedangkan Aletta kini membawa Sarah ke ruangan yang berukuran cukup luas. Di dalam ruangan itu terdapat telivisi, meja dan di ujung samping pintu kaca terdapat kursi goyang. Dari sana mereka bisa melihat kolam renang dan taman kecil yang tampak dipenuhi dengan bunga.

Aletta duduk di hadapan ibunya dengan perasaan yang tidak karuan karena baru saja menerima telpon dari seorang pria yang bahkan sudah hampir ia lupakan.

"Kamu kenapa Ta? Apa.....kamu lagi ada masalah?"

Aletta segera menggelengkan kepalanya lalu menggenggam tangan ibunya.

"Aku baik-baik aja, nggak ada masalah serius. Ibu tenang aja ya?"

***

Aletta kembali ke mansion pukul 4 sore, wanita itu langsung masuk ke dalam kamar dan mengganti pakaiannya. Aletta menghela nafas panjang sembari menatap layar ponselnya, membaca deretan pesan dari nomor yang sama dengan yang meneleponnya saat di rumah ibunya.

Ia menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang kemudian memblokir nomor tersebut agar tidak bisa lagi menghubunginya. Aletta meletakkan ponselnya di atas bantal lalu memejamkan matanya untuk sejenak sampai ia mendengar suara pintu yang terbuka.

Aletta segera membuka matanya kembali dan mendapati sosok Aaron yang kini sudah berdiri di sebelah ranjang.

"Sudah makan?" tanya Aaron membuat Aletta mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Aku lapar, temani aku makan," ucap Aaron sembari melepaskan dua kancing atas kemejanya.

Aletta buru-buru berdiri dengan kepala tertunduk, ada perasaan aneh saat mendengar Aaron berbicara santai kepadanya.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Aaron melangkahkan kakinya keluar dari kamar membuat Aletta segera mengikutinya di belakang.

"Kalau boleh tau......kapan jadwal check-upmu?"

"Hari ini," jawab Aaron tanpa menoleh untuk menatap lawan bicaranya.

"Benarkah? Emm.......lain kali aku bisa menemanimu ke rumah sakit," ucap Aletta dengan suara yang terdengar pelan.

"Nggak perlu, aku bisa ke rumah sakit sendiri. Lagi pula aku nggak langsung ke rumah setelah check-up."

"Kamu ke mana?"

"Mengurus bisnis," jawab Aaron begitu singkat membuat Aletta tidak berniat untuk kembali mengajukan pertanyaan, walaupun sebenarnya ia merasa sangat penasaran. Menurutnya aneh ketika Aaron harus tetap mengurus bisnis disisa hidup yang sudah ditentukan kurang lebih dari 6 bulan, disisa hidup itu tidak seharusnya Aaron masih memikirkan tentang bisnis dan bagaimana bisa kedua orang tua Aaron mengizinkan Aaron tetap melakukannya?

Mereka berdua kini sampai di ruang makan, Aaron langsung menarik satu kursi yang berada di paling ujung meja.

"Duduk," titahnya terkesan sangat dingin.

Aletta segera duduk tanpa protes, ia menelan salivanya susah payah saat Aaron duduk di kursi utama membuat keduanya saling berhadapan dengan jarak yang cukup jauh. Aletta tidak mengerti mengapa ia harus duduk di ujung ketika ia bisa duduk di sebelah Aaron seperti seorang istri pada umumnya.

Tanpa perlu memanggil, beberapa pelayan kini berdatangan dengan masing-masing membawa nampan. Aletta cukup terkejut melihatnya, ia kira mereka harus menunggu terlebih dahulu, namun ternyata makanan untuk mereka telah disiapkan.

Pelayan-pelayan itu meletakkan beberapa piring di atas meja Aletta dan juga Aaron sembari membungkukkan tubuh mereka.

"Silahkan menikmati, Tuan, Nyonya," ucap pria paruh baya yang merupakan kepala pelayan di mansion itu.

Sudah hapal dengan kebiasaan Aaron, para pelayan itu langsung pergi meninggalkan ruang makan tanpa harus menjelaskan hidangan yang telah dimasak oleh koki pribadi mereka.

Aletta menatap Aaron yang kini terlihat tersenyum tipis kepadanya dengan kedua tangan tertaut di atas meja.

"Makanlah, Aletta."

Setelah mengatakan hal itu, Aaron mulai memotong daging steak dan memasukkan potongan paling besar ke mulutnya.

Entah mengapa Aletta merasa sangat tertekan, ini pertama kalinya dia dan Aaron makan bersama, dan Aletta merasa tidak bisa memasukkan apapun ke mulutnya.

"Kenapa diam? Aku menyuruhmu untuk makan," Aaron berdiri dari duduknya lalu berjalan menghampiri Aletta membuat gadis itu merasa was-was.

Aaron membungkukkan sedikit tubuhnya dengan satu tangan yang bertumpu di atas meja dan tangan yang satunya memegang erat kursi Aletta.

"Kamu nggak suka makanannya, Aletta?"

"A-aku baru mau makan," jawab Aletta terbata-bata.

Aaron tersenyum miring lalu mengambil alih piring Aletta dan memotong daging steak itu menjadi beberapa bagian sebelum menyerahkannya kembali kepada Aletta.

"Cobalah, ini makanan favoritku," ucap Aaron membuat Aletta menggigit pelan bibir bawahnya dan segera mengambil garpu lalu memasukkan potongan daging steak ke dalam mulutnya.

"Apa enak?"

Aletta hanya bisa menganggukkan kepalanya, rasa daging steak itu memang terasa enak, namun Aletta benar-benar tidak bisa menikmatinya.

"Good girl," Aaron mengusap kepala Aletta kemudian kembali duduk di kursinya.

"Bagaimana keadaan ibu? Apa dia sudah baik-baik saja?"

"Ibu baik-baik saja, terima kasih untuk rumah dan perawatnya," ucap Aletta tanpa berani mengangkat kepalanya.

"Lain kali aku akan ikut bersamamu untuk mengunjungi ibu."

Hening.

Aletta hanya diam, wanita itu tidak lagi menimpali perkataan Aaron. Namun tiba-tiba saja Aaron terkekeh kecil membuat Aletta mengerutkan dahinya.

"Ada apa? Apa.....ada yang lucu?"

"Ya, memang ada yang lucu," Aaron menegak air putih hingga tandas kemudian menatap Aletta lekat-lekat dengan sisa tawanya.

"Kamu kelihatan lucu, Aletta. Kenapa kamu selalu ketakutan saat sedang bersamaku? Apa aku terlihat sangat menyeramkan di matamu?"

"Bukan seperti itu, aku hanya masih belum terbiasa denganmu. Jangan salah paham," jawab Aletta dengan wajah yang terlihat panik.

Aaron geleng-geleng kepala, "Sangat menggemaskan," gumamnya begitu pelan.

"Eumm......Aaron, apa aku boleh tahu sesuatu?"

"Apa itu?"

"Ini pertanyaan yang sama seperti yang waktu itu aku tanyakan, ku harap kali ini kamu mau menjawab."

"Tentang kenapa aku mau menikahimu?" tebak Aaron dengan satu alis terangkat.

Aletta langsung mengangguk, "Aku hanya merasa penasaran. Rasanya aku masih nggak bisa percaya, aku nggak pernah nyangka kalau kamu akan menikahi aku. Padahal kita nggak dekat, status sosial kita juga beda jauh. Kamu majikanku, aku mau tau apa yang membuat kamu mau menikah sama pembantu?"

Aaron tidak langsung menjawabnya, pria itu malah kembali melanjutkan makannya hingga daging steak di atas piringnya tidak bersisa.

"Karena ku rasa kamu akan membuat kebahagiaanku menjadi lengkap."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status