Share

Part 5 - Telpon

Aletta mengerjapkan matanya beberapa kali saat sinar matahari pagi masuk melalui jendela kamar yang terbuka. Aletta termenung menatap langit-langit kamar dan teringat tentang apa yang tadi malam terjadi membuatnya segera menggelengkan kepala.

Aletta mengusap wajahnya lalu menarik selimut agar tubuhnya yang polos tertutup dengan sempurna.

Aaron terlihat keluar dari walk in closet, pria itu tampak sudah rapi dengan kemeja yang melekat di tubuhnya. Aaron memasang jam tangannya sembari melirik singkat ke arah Aletta, raut wajahnya begitu datar dan tatapan pria itu teramat dingin membuat Aletta tidak berani membuka suara.

Aletta hanya diam memperhatikan Aaron yang kini menyisir rambutnya, ia tidak tahu akan ke mana perginya Aaron. Aletta tidak berniat untuk bertanya walaupun sebenarnya merasa sangat penasaran karena mereka baru saja menikah, namun pria itu sudah ingin pergi keluar. Tapi Aletta cukup mengerti, dia tahu bahwa Aaron adalah orang yang sangat sibuk.

"Ibu kamu sudah ada di rumah yang baru, jika ingin menemuinya, kamu bisa minta antar sama supir. Jangan pergi sendirian, mengerti?"

Aletta menganggukkan kepalanya pelan membuat Aaron segera mengambil jasnya kemudian langsung keluar dari kamar tanpa berpamitan terlebih dahulu.

Aletta menghela nafas panjang, ia segera beranjak dari tempat tidur dengan selimut yang membungkus tubuhnya.

"Sshsss......." Aletta meringis pelan merasakan perih pada inti tubuhnya.

Ia berjalan dengan tertatih-tatih menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Namun langkah kakinya terhenti saat melihat kartu kredit dan sejumlah uang cash di atas meja.

Aletta tersenyum miris, "Kenapa aku seperti sedang menjual diri?" gumamnya dengan dada yang terasa begitu sesak.

Aletta segera masuk ke dalam kamar mandi dan langsung menghidupkan shower hingga air dingin mengguyur tubuhnya. Aletta mengusap kasar tangan dan juga pundaknya sembari terisak, ia tidak menyangka bahwa ternyata hatinya akan terasa sangat sakit ketika harus menyerahkan kesuciannya kepada seseorang yang tidak ia cintai.

Aletta terduduk di atas lantai yang basah, ia membiarkan air shower menyamarkan air matanya. Tubuhnya terasa gemetaran karena merasa kedinginan, namun ia tidak berniat untuk beranjak dari tempatnya. Sekarang Aletta sadar bahwa ternyata dia tidak sekuat itu, menikah karena dipaksa oleh keadaan membuat hati kecilnya terus menyalahkan takdir yang menimpanya.

"Nyonya?!"

Tok. Tok. Tok.

"Apa Nyonya di dalam?!" suara seorang wanita terdengar memanggilnya dari luar kamar mandi membuat ia tersadar.

Aletta segera mematikan shower dan memakai handuk kimono yang tersedia di dalam lemari. Aletta menatap pantulan wajahnya di cermin untuk sejenak, matanya terlihat sembab dan memerah, wajahnya pun terlihat pucat, tidak seperti pengantin baru pada umumnya yang tampak berseri-seri sehabis menikah.

Aletta membuka pintu kamar mandi, ia menatap seorang wanita berseragam pelayan kini tengah berdiri sembari menundukkan kepalanya.

"Maaf Nyonya saya lancang masuk ke dalam kamar, saya udah memanggil-manggil sebelumnya, tapi.......Nyonya nggak jawab."

"Oh ya? Saya nggak dengar, ada apa?" tanya Aletta membuat pelayan itu mengangkat kepalanya.

"Makanan untuk Nyonya sudah disiapkan di bawah, apa mau diantar ke kamar saja?" tawar pelayan yang terlihat masih muda itu.

"Aku yang turun ke bawah, apa aku boleh tau di mana letak ruang makan?"

Aletta belum tahu seluk-beluk mansion tempatnya sekarang tinggal hingga ia merasa takut kalau-kalau tersesat. Pasalnya dia sudah pernah mengalami hal itu ketika masih menjadi pelayan di mansion kedua orang tua Aaron, dia sempat tersesat dan hampir menangis karena mansion itu benar-benar seperti labirin.

"Di bagian Utara adalah ruang makan khusus anggota keluarga, Nyonya. Nanti Nyonya akan melihat lorong kaca, Nyonya lewat sana, di ujungnya ruang makan."

"Makasih ya."

"Sama-sama Nyonya, apa ada yang Nyonya perlukan?"

"Eumm......nggak ada."

"Baiklah, saya permisi, Nyonya," pelayan itu segera keluar dari kamar Aletta.

Sedangkan Aletta buru-buru masuk ke dalam walk in closet. Aletta membuka lemari satu persatu, menatap deretan pakaian wanita yang semuanya terlihat cantik. Aletta mengambil dress polos berwarna peach dan langsung memakainya. Ia juga memakai jam tangan dan gelang serta kalung yang ada di sana.

Setelah selesai, ia segera mengeringkan rambutnya dengan menggunakan hairdryer dan membiarkannya tetap terurai. Aletta memilih tas berwarna putih dan memberikan riasan tipis di wajahnya sebelum keluar dari kamar untuk sarapan.

Aletta ingin menemui ibunya, ia ingin tahu bagaimana keadaan sang ibu dan seperti apa tempat tinggal yang telah diberikan oleh Ernest.

Aletta berjalan menuruni undakan tangga dan langsung membawa langkah kakinya menuju ke arah utara saat sudah sampai di lantai dasar, ia menyusuri lorong yang dimaksud oleh pelayan barusan. Dengan mudah ia bisa menemukan ruang makan yang begitu luas, di sana terdapat meja panjang dan puluhan kursi seolah penghuninya berjumlah sebanyak kursi yang tersedia.

"Silahkan duduk Nyonya Matteo," beberapa pelayan menghampirinya dan menarik satu kursi untuk ia duduki.

Aletta hanya tersenyum kikuk, ia menatap hidangan yang tersaji di atas meja makan.

"Apa tadi Aaron sarapan?"

"Tuan nggak sarapan, Nyonya. Tuan langsung pergi."

Aletta mengangguk kemudian mulai memakan makanannya dengan pikiran yang berkelana. Dia merasa kebingungan, ia mengingat tentang penyakit yang diderita oleh Aaron, seharusnya pria itu tidak boleh kelelahan dan tidak boleh melewatkan sarapan untuk minum obat. Tapi pria itu malah melewatkannya membuatnya merasa khawatir dengan kondisi kesehatannya, Aletta hanya takut disalahkan jika seandainya kesehatan Aaron bertambah memburuk.

***

Mobil yang membawa Aletta kini memasuki kawasan perumahan elite. Aletta cukup terkejut, dia tahu bahwa harga rumah di sana pastinya tidaklah murah.

"Ini rumah Ibu saya, Pak Sonny?" tanya Aletta kepada supir yang membawanya, mobil yang dikemudikan oleh Pak Sonny berhenti tepat di pekarangan sebuah rumah yang berukuran sangat besar seperti rumah-rumah yang Aletta lihat sebelumnya.

"Iya Nyonya," jawab Pak Sonny kemudian turun dari mobil dan berniat membukakan pintu untuk Aletta, namun wanita itu segera turun terlebih dahulu dengan membawa beberapa paper bag berisi makanan yang ia beli di restoran, Aletta ingin ibunya memakan makanan yang selama ini belum pernah ibunya makan.

"Pak Sonny mau ikut masuk?"

"Enggak Nyonya, saya tunggu di luar aja."

Aletta tersenyum kecil lalu melangkahkan kakinya hingga ke teras, ia memutar knop pintu dan ternyata pintunya tidak terkunci membuat Aletta segera masuk. Ia mengedarkan pandangannya, memperhatikan isi dari rumah yang ditempati oleh ibunya.

Ingin memberi kejutan, Aletta mulai berjalan sembari membuka satu persatu pintu untuk mencari keberadaan ibunya.

"Aletta?"

Langkah kaki wanita itu langsung terhenti, ia tersenyum lebar dan segera berbalik.

"Ibu," Aletta menatap Sarah yang duduk di kursi roda dan seorang wanita muda berpakaian seperti perawat kini berdiri di belakangnya.

"Kamu baru datang?"

"Iya Bu," jawab Aletta kemudian meletakkan paper bag bawaannya sebelum memeluk tubuh sang ibu.

"Ibu gimana keadaannya? Udah nggak ada yang sakit lagi?" tanya Aletta memastikan.

Sarah mengusap pelan punggung putrinya, ia merasa senang karena hari ini Aletta datang.

"Ibu udah baik-baik aja, gimana pernikahan kamu sama Tuan Aaron kemarin? Semuanya lancar?"

Aletta melepaskan pelukan mereka dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya, ia tidak ingin menunjukkan kesedihannya agar ibunya tidak merasa bersalah.

"Semuanya lancar Bu. Nanti kalau udah jadi, aku liatin album foto pernikahan kami ke Ibu. Ada banyak banget tamu yang datang Bu."

Sarah menatap wajah Aletta lekat-lekat, dia tahu bahwa putrinya pasti tidak merasa bahagia atas pernikahan itu.

"Kamu ke sini sendirian? Di mana Tuan Aaron?"

"Aku......ke sini sama supir, Bu. Aaron lagi ada urusan."

"Kamu perawat ibu?" tanya Aletta memastikan.

Wanita itu mengangguk, "Perkenalkan Nyonya, nama saya Nayla."

"Makasih ya Nayla, kamu udah jagain ibu saya. Sekarang saya ngerasa sedikit lega karena ibu saya ada yang nemenin," ucap Aletta kemudian berjongkok dan meraih tangan Sarah untuk ia genggam.

"Ibu ngerasa nyaman di rumah ini?"

"Ibu nyaman tinggal di manapun, Aletta. Yang terpenting ibu nggak kepanasan dan nggak kehujanan," jawab Sarah tidak ingin membuat Aletta semakin merasa sedih jika dia menjawab yang sebenarnya.

Rumah yang sekarang Sarah tempati memang jauh lebih besar dari pada rumahnya dulu, fasilitasnya lengkap dan berada di kawasan yang aman. Namun Sarah tentunya merasa lebih nyaman di rumahnya yang dulu karena biar bagaimanapun rumah itu adalah miliknya sendiri.

"Aku ada bawa makanan Bu," Aletta kembali berdiri dan berniat untuk mengeluarkan isi dari paper bag yang ia bawa.

Tiba-tiba saja ponselnya berdering membuat ia segera mengambil benda pipih itu dari dalam tasnya. Ia mengernyit melihat nomor tidak dikenal yang tertera. Merasa penasaran, Aletta segera menggeser tombol hijau yang ada di layar ponsel membuat panggilan terhubung.

"Hallo, ini siapa ya?" tanya Aletta namun tidak ada jawaban.

"Hallo?"

Aletta menatap layar ponselnya untuk memastikan bahwa sambungan masih terhubung. Berpikir bahwa nomor itu telah salah sambung, Aletta berniat untuk memutuskan sambungan teleponnya.

Namun suara seorang pria tiba-tiba saja terdengar membuatnya langsung tertegun di tempatnya.

"Aku senang mendengar suara kamu lagi, Aletta. Apa kabar?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status