~Benedict~ Aku tidak khawatir mengenai temuan uang di laci meja kerja Delima. Aku justru berterima kasih kepada siapa pun pelakunya yang sudah meninggalkan jejak. Vardy dan timnya bisa semakin dekat menemukan pencuri yang sebenarnya. Mereka sudah memeriksa setiap sidik jari yang ada pada brankas Puput. Selanjutnya, mencari sidik jari yang sama pada laci tersebut. Orang yang memilih untuk berkhianat kepadaku dan tergiur pada tawaran keluargaku akan merasakan akibat dari ketidaksetiaan mereka. Apalagi mereka tidak menyerang aku, tetapi istriku sendiri. Tidak ada yang boleh menyentuh Delima selama dia ada dalam perlindunganku. Ayah dan Kenneth sudah sangat keterlaluan. Mereka berani mengutak-atik kantorku. Kalau bukan karena perusahaan mereka adalah milikku juga, aku pasti akan membuat mereka bangkrut. Aku memang tidak punya bukti yang menunjukkan bahwa mereka adalah otak dari peristiwa ini. Tetapi aku bisa mendapatkannya segera bila aku menginginkannya. Pintu ruanganku diketuk, lalu
Keluarga kita? Sejak kapan dia mengingat aku sebagai anggota keluarganya lagi? Aku menyandang nama Kumara, tetapi dia maupun Eloisa tidak pernah menganggap aku sebagai kakak mereka. Lalu apa ini mendadak menyebut keluarganya sebagai keluargaku juga? “Atas alasan apa kamu menyuruh aku menceraikan dia?” tanyaku memancing. “Aku tahu bahwa suaminya mati karena bunuh diri. Bila berita itu sampai ke telinga orang lain, maka keluarga kita akan jadi bulan-bulanan orang dan media. Jadi, ceraikan dia secepat mungkin,” katanya memberi perintah. Tidak. Bukan itu alasan dia mendesak aku untuk menceraikan Delima. “Ken, tidak ada yang tahu bahwa aku adalah putra dari Roman Kumara. Lalu apa yang kamu takutkan? Hanya Kenneth dan Eloisa yang terus kalian sampaikan ke media sebagai anak kandung Ayah. Semua orang sudah lupa siapa aku. Kecuali kalian sendiri yang mendeklarasikan aku sebagai anaknya, maka wajar orang-orang jadi mengingat aku kembali,” kataku dengan santai. Wajahnya kembali berang. “Kamu
~Delima~ Sebagian besar karyawan di divisi keuangan masih melihat tidak suka kepadaku, tetapi mereka bersikap lebih bijak daripada hari sebelumnya. Mereka tidak lagi mengata-ngatai aku atau menyebut aku sebagai pencuri. Sepertinya ancaman Helen berhasil. Mereka semua pasti tidak mau dipecat. Kejutan sudah menunggu aku di bilikku. Aku bergegas ke ruang rapat untuk mengambil bunga yang aku tinggalkan di sana. Tetapi aku tidak menemukannya di atas meja, juga tidak ada di atas bufet. Ke mana bunga itu dipindahkan? Aku menuju dapur dan tidak menemukannya di mana pun. Lalu mataku menangkap sesuatu berwarna merah di tempat sampah. Aku menarik napas terkejut melihat bunga-bunga itu beserta vasnya dibuang begitu saja. Jahat sekali. Apa salah bunga yang memperindah dan mengharumkan ruangan ini? Apa belum cukup mereka memaki dan memarahi aku kemarin? Aku mengambil vas bunga tersebut dan terpaksa membiarkan bunga itu dibuang. Setelah mencuci bersih vas tersebut, aku kembali ke bilikku. “Ada ap
Karno menemani aku sepanjang hari sejak aku keluar dari apartemen. Akhir pekan ini kami tidak pulang ke rumah, karena aku akan mengikuti acara dan kami berencana ke rumah Kakek pada hari Minggu. Aku pergi ke butik lebih dahulu untuk membeli pakaian baru. Ben tidak mengizinkan aku memakai gaun yang sama yang aku kenakan pada acara ulang tahun Kakek. Padahal warnanya sama-sama hitam. Sayang sekali jika aku punya terlalu banyak gaun berwarna hitam. Setelah menemukan gaun yang cocok, aku mengajak Karno dan wanita yang mengawal aku dari jauh untuk makan siang bersama. Barulah kami ke salon dan aku bisa duduk dengan tenang menunggu mereka menyelesaikan tugas mereka. Aku menghadiri pemberkatan pernikahan adik Rora di sebuah gereja, lalu mengikuti rombongan menuju gedung di mana resepsinya diadakan. Aku sengaja keluar dari mobil sebelum Karno masuk ke tempat parkir agar tidak ada yang melihat mobil yang aku tumpangi. Teman-teman yang melihat nanti bisa heboh dan aku tidak akan bisa menjelask
“Selamat pagi!!” sapaku dengan riang ketika Ben keluar dari kamarnya. Dia berhenti tidak jauh dari kursinya dan menatap aku dari kepala hingga kaki. “Ada apa?” “Ti-tidak ada apa-apa.” Dia berdehem pelan, lalu duduk di sisiku. Dia pasti terkejut melihat pakaian yang aku kenakan. Aku mendekatkan wajahku, lalu mengecup bibirnya. Dia hanya membulatkan matanya sesaat sebelum mengambil piring bagiannya. Aku tersenyum melihat wajahnya memerah. Kami menikmati sarapan kami dalam diam, tetapi aku tidak keberatan dengan itu. Ketika bangun tidur tadi, aku berpikir bahwa sudah cukup bagiku untuk memakai baju hitam. Sudah saatnya untuk melanjutkan hidupku dan hari ini adalah hari yang tepat. Walaupun semalam Ben melupakan hari penting ini, makan malam kami sangat berkesan. Kami membicarakan hal-hal ringan, karena aku tahu dia belum siap untuk membukakan dirinya kepadaku. Lalu kami menutup hari dengan berciuman di sofa. Dia masih malu-malu, tetapi dia sudah membalas ciumanku. Itu adalah perkemban
~Benedict~ Aku tidak bisa mengatakan apa yang aku rasakan ketika melihat Delima dengan baju terusan berpola bunga berwarna cerah. Dia sudah tidak mengenakan pakaian berwarna hitam lagi. Yang paling dominan adalah rasa takut, karena aku tidak akan bisa mengingkari kata-kataku sendiri. Malam ini kami akan tidur di kamar yang sama. Wanita ini tahu benar apa yang sedang dia lakukan kepadaku. Dia memulainya dengan sentuhan, lalu meningkat dengan berciuman. Kami bermesraan di sofa sebelum tidur dan dia membuat aku tidak bisa melupakan rasa bibirnya di bibirku. Lalu pakaian ini, apakah ini sinyal darinya bahwa kami akan melakukan hal yang lebih intim lagi malam nanti? Pikiran itu mengganggu aku sepanjang perjalanan menuju rumah Kakek. Delima bicara begitu akrab dengan Karno mengenai keluarganya. Tentu saja Karno dengan senang hati menceritakan segalanya kepadanya. Pria itu memutuskan untuk tidak menikah, karena alasan yang pribadi. Delima bertindak bijaksana dengan tidak bertanya lebih lan
~Delima~ Aku tidak menduga bahwa keluarga Ben akan memperlakukan dia serendah itu. Apa yang membuat ayah dan kedua adiknya begitu membenci dia? Ben sudah tidak tinggal bersama mereka, tidak mau tahu mengenai urusan mereka, juga tidak pernah menggantungkan hidupnya lagi pada mereka. Lalu mengapa mereka masih saja bersikap jahat kepadanya? Apakah ini karena harta yang mereka sebut-sebut akan jatuh ke tangan Ben? Dia adalah anak laki-laki pertama, lalu apa yang membuat Ben tidak pantas untuk mendapatkan semua milik keluarganya? Hanya karena dia cebol seperti hinaan Eloisa tadi? Apakah dia tidak tahu bahwa orang-orang tidak peduli dengan itu selama perusahaan terus menghasilkan keuntungan? Pak Luis tidak pernah peduli dengan sikap misterius Ben yang tidak mau bertemu secara langsung. Rapat dengan panggilan video tanpa pernah tahu wajahnya pun tidak menjadi masalah. Karena dia membutuhkan produknya yang sangat bagus dan kualitasnya yang tidak diragukan lagi. Bagian khusus pakaian anak ju
~Benedict~ Bagaimana bisa aku tidak tahu ada hal seindah ini di dunia? Delima bahagia, aku bisa merasakannya. Dia sedih, aku ikut menangis. Seluruh emosinya menjadi emosiku juga. Tetapi intensitasnya menjadi beberapa kali lipat saat kami tidur bersama. Aku tidak tahu bahwa aktivitas fisik kami di tempat tidur bisa memengaruhi emosiku juga. Kata itu sudah ada di ujung lidahku, tetapi aku berhasil menahan diri untuk tidak mengucapkannya. Dia bisa kabur dariku dan berpikir bahwa aku sudah gila. Kami baru beberapa minggu bersama, dia tidak akan percaya bahwa aku jatuh cinta kepadanya. Setelah aku mengakuinya kepada diriku sendiri, ada banyak emosi yang datang secara bersamaan. Bahagia, terharu, sedih, khawatir, gentar, dan takut. Bagaimana bisa semua emosi itu bercampur menjadi satu? Aku bahagia berada di dekatnya, menyentuhnya, menciumnya. Tetapi aku juga khawatir jika dia sampai mengetahui perasaanku kepadanya. Dan takut, aku takut dia akan pergi dan meninggalkan aku suatu hari nanti.