Membela jalan di tengah keramaian kota di malam hari. Aditya, melaju kan kendaraan nya dengan kecepatan tinggi, tanpa memperduli kan keselamatan nya. Beberapa kali pria itu hampir saja menabrak kendaraan penguna jalan lain, namun, ber hasil lolos. Puas meluap kan emosi nya, Aditya menghenti kan lajuan mobil nya tiba-tiba. "Ahhh---." Aditya memukul kuat bundaran setir, meluap kan emosi yang begitu ber kobar di dalam diri nya saat ini. Gemuruh di dalam dada itu kian membuncah, kala kembali mengingat sikap sang ayah, yang menurut nya sangat begitu egois. "Mereka hanya memikir kan perasaan-mereka saja, tanpa memikir kan perasaan ku, dan apa yang aku mau!" gerutu Aditya, dengan kilatan api yang begitu ber kobar di dalam diri nya. Tenggelam, dalam emosi yang kian mem buat kemarahan di dalam diri itu meledak-ledak, Aditya memutus kan untuk menghubungi ke dua sahabat nya, Dion, dan juga Roki. Beberapa detik menghubungi, akhir nya panggilan itu ter jawab oleh Dion. "Lo, lagi di mana?" t
Rasa penasaran seketika menyelimuti ke dua pekerja keluarga Wijaya itu, setelah men dengar apa yang Dita katakan. Namun, tetap menuruti nya. Ber sama Warjo, kini Dita telah tiba di depan KLUP ber lantai dua. Menurun kan ke dua kaki nya dengan ragu, Dita tak langsung mengayun kan lang kah kaki nya ke dalam, sebab ini per tama kali bagi nya, datang ke tempat seperti itu. "Bagai mana kalau saya-temani, Non?" tanya Warjo, saat men dapati Dita hanya mem bisu di tempat, dan segera di anggukan oleh wanita itu. Dita, dan Pak Warjo segera mem bawah langkah kaki nya ke dalam, mengedar kan pandangan, dan dari jauh, Pak Warjo men dapati sosok yang dia yakini adalah Aditya Wijaya. "Non--, itu Tuan Aditya nya," ujar Pak Warjo, dengan mengarah kan jari telunjuk nya, di mana Aditya berada. Di sana, ada seorang Security yang tengah ber sama ke tiga pria itu. "Malam--, apakah anda yang tadi nya menghubungi saya?" tanya Dita memasti kan. "Anda, saudara, dari pria ini?" "Iya," sahut Dita ragu, "D
Dita mengayun kan langkah kaki nya pelan, namun, tiba-tiba saja wanita itu di buat kaget, saat tiba-tiba saja ada yang menarik nya, dan menyeret diri nya, ke tempat yang sepi. "Aditya--," gumam Dita, dengan tatapan yang terus dia hantar kan pada Aditya.Seperti sebelum nya, dia akan menyakiti Dita, namun, kali ini tidak. Walau pun menempel kan tubuh Dita ke dinding, namun, pria itu tak melaku kan apa pun. Memaling kan pandangan nya ke kiri, dan kanan, guna memasti kan situasi sudah, aman atau belum."Ada, apa?" tanya Dita, sebab meyakini, kalau ada hal penting yang ingin Aditya bicara kan dengan nya."Aku ingin, hari ini kamu pulang telat!" Aditya ber suara dengan tegas, saat mengucap kan titah nya.Apa yang Aditya katakan, mem buat raut wajah Dita seketika di liputi tanda tanya, "Pulang telat? Kenapa, aku harus pulang telat?""Karena, aku tidak sudi pergi ber sama mu, Culun! Papa tetap memaksa, agar aku pergi ber sama mu, ke acara amal itu!""Terus, kalau begitu aku harus ke mana?"
Arman saat ini tengah fokus dengan kegiatan mengetik nya. Tanpa, sengaja tatapan itu ber paling ke arah lain. Senyuman, bahagia seketika mengembang di wajah tampan pria itu, saat men dapati keberadaan sahabat, adik nya."Dita--," gumam nya, dengan langsung bangun dari duduk nya, se telah memati kan laptope milik nya, "Bagai mana kabar nya?" tanya Arman, dengan senyuman yang masih mengembang di wajah. "Baik-Kak--," sahut Dita, ter senyum tipis. Ke dua nya hanya ber diri, dan suasana canggung begitu terasa.UHUUKUHUUKUHUUKJeni, yang baru saja datang, tiba-tiba saja ber pura-pura batuk, sebab dia sangat tahu dengan jelas, kalau saudara laki-laki nya itu, memiliki perasaan pada sahabat nya. "Kak---, masa teman ku di suruh ber diri, di minta duduk- ke," ujar Jeni dengan nada meng goda, dan Arman segera mem persilah kan Dita, untuk duduk."Maaf, Kakak sampai lupa," ujar Arman, dengan senyuman kikuk nya, sembari menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. Le laki dewasa itu benar-benar sa
Kaget, itu lah yang ter lihat dari se orang Aditya Wijaya saat ini. Diri nya, sangat ter kejut, saat men dapati sosok yang sangat tidak asing untuk nya. "Bukan kah pria ini, yang saat itu ber sama Dita? Kenapa, dia bisa hadir di sini?" gumam Aditya, dengan rasa penasaran, yang seketika ber sarang di dalam diri nya. "Maaf, saya-tidak mengenal anda," ujar Aditya sopan, dengan masih menatap tak biasa pada Arman.Senyuman tipis terukir di wajah Arman, se telah men dengar kalimat yang baru saja terucap dari bibir Aditya, yang dia tahu, adalah anak dari pimpinan nya, "Anda, memang tidak mengenal saya. Namun, saya mengetahui siapa anda."Dan, apa yang baru saja Arman ucap kan, mem buat Aditya kem bali kaget."Mengetahui, siapa saya?" tanya Aditya, memasti kan."Iya. Kenal-kan, saya adalah----." Arman men jelas kan tentang siapa sebenar nya-dia, "Dan, apakah wanita di sebelah ini, adalah---." Belum juga Arman menyelesai kan ucapan nya, Dina sudah menyodor kan tangan nya."Kenal-kan. Saya-Di
Dalam hitungan menit, mobil yang Lisa yakini, adalah mobil milik Aditya telah kem bali melaju, dan meninggal kan Dita se orang diri. Ke janggalan yang kem bali dia temui hari ini, mem buat Lisa memutus kan untuk mem perhatikan dari jauh.Dan, tak lama, Lisa men dapati Dita yang telah menaiki ojek. Dan, saat transportasi yang Dita gunakan sudah ber lalu sedikit jauh, baru Lisa kem bali melanjut kan kem bali per jalanan nya, mengikuti dari belakang. ******KampusLisa se gera memar kir kan kendaraan roda dua nya. Dari jauh, dia terus mem perhatikan Dita, yang kini ber jalan di depan nya. "Se tahu, aku, Aditya sangat mem benci Dita. Se lama ini semua orang tahu, kalau dia se lalu mem bully Dita. Jadi, mana mungkin mereka ber dua bisa satu mobil, dan aku sangat yakin, kalau ada se suatu antara mereka," gumam Lisa, dengan se juta tanda tanya yang kini ber semayam di dalam diri nya. Beberapa menit kemudianMata kuliah baru saja usai, Dita memutus kan untuk menghabis kan waktu nya di t
Men jadi orang per tama yang mengetahui bagai mana status Dita, dan juga Aditya yang se benar nya, mem buat Lisa merasa kasian dengan Dita, sebab harus merela kan suami nya ber sama wanita lain. "Dit---, kamu baik-baik saja?" tanya Lisa, se tengah ber bisik."Aku-baik-baik saja," sahut Dita, dengan senyuman yang dia paksa ukir di wajah nya."Kamu, sabar-banget, ya-Dit! Kalau, aku jadi kamu-aku udah pergi, tau!" ujar Lisa-dengan nada suara nya yang ter dengar kesal, dan Dita hanya menang gapi ucapan wanita itu, dengan senyuman. "Kalian-lagi ngomong, apa-an, sih? Kok, kayak nya serius, sekali?" tanya Jeni, dengan tata pan leka-lekat nya pada Dita, dan juga Lisa yang masih berada di belakang nya. "Lagi ngomongin, tentang se telah kita selesai kuliah nanti, apa yang akan di lakukan," sahut Lisa- dengan meyakin kan. ******Mengguna kan kendaraan roda empat milik Aditya. Dina, Dion, dan juga Roki, dengan posisi Aditya yang mengen darai kendaraan. Di dalam mobil itu, tak ada kehening
Awan tak lagi putih, langit tak lagi biru, sebab kini malam telah kem bali menyapa, ber sama bulan, dan bintang yang ber sinar terang di atas sana.Suara deru mesin mobil me masuki pekarangan rumah keluarga Wijaya. Aditya yang tengah menghabis kan waktu nya menonton televisi, seketika menajam kan telinga nya."Itu pasti-Papa, dan Mama," gumam nya, hingga mengalih kan pandangan Bibi Siti, dan juga Dita, yang saat ini tengah me masak di dapur."Bi--, aku udahan dulu, ya--, soal nya mau nyambut kedatangan Papa, dan Mama," pamit Dita, dan segera mem bawah langkah kaki nya, dari ruangan itu. Ingin menyam but kedatangan ke dua mertua nya, namun-langkah kaki itu harus Dita henti kan, saat dari jauh, diri nya men dapati Papa Herman, dan juga Mama Nita, yang sudah berada di dalam rumah. "Malam Paa---, malam Maa---," sapa Dita, dengan mem berikan sedikit senyum di wajah nya. Langsung menyalim pada mertua wanita nya, sebab posisi Mama Nita, saat ini berada di depan. Namun, saat akan meng gapai