Men dapati senyuman Dita, Lisa menghembus kan napas nya tegas. Dia sudah tahu, tanpa ada jawaban yang harus teru cap dari bibir sahabat nya."Kamu, nggak-bisa, ya, ber cerai dari pria itu?" tanya Lisa, dengan wajah putus asa nya."Ke-adaan, ku benar-benar tidak ber daya.""Kamu, pasti sangat ter siksa. Sebab sebelum nya saja, dia sudah sangat mem benci-mu. Apa lagi dengan pernikahan ini, pasti se-makin mem benci kamu.""Yaa---, bah kan dia menyalah kan aku, atas semua kekacauan yang ter jadi di dalam hidup nya," sahut Dita, dengan menerawang kan tatapan nya. Hingga, raut wajah itu berubah, saat di depa,n diri nya men dapati keberadaan Aditya, yang saat ini tengah ber sama Dina, dan ke dua nya ber jalan dengan mesrah. Men dapati Dita yang terus mem bawah pandangan nya ke arah depan, Lisa pun turut mem bawah pandangan nya. Raut wajah itu-berubah, se telah men dapati keberadaan Aditya, dan juga Dina.Dapat ter lihat dengan jelas, emosi yang mem bakar diri Aditya. Saat, Dina akan mem baw
Sangat penasaran, karena tiba-tiba saja diri nya di tarik oleh Jeni, namun, Dita memilih pasrah, saat Jeni mem bawah nya menuju taman, yang ada di belakang kampus, di mana tempat nya cukup sepi."Ada, apa, Jen? Kenapa, kamu mem bawah ku ke mari?" tanya Dita, dengan tata pan penasaran, pada sahabat baik nya itu."Kata kan pada ku. Jadi, karena hal itu lah yang mem buat mu pindah dari rumah, dan lebih memilih tinggal di kos!" tanya Jeni, dengan nada suara nya yang ter dengar emosi. Raut wajah Dita, seketika berubah, dengan kian mem per dalam tatapan nya pada Jeni, se telah men dengar apa yang baru saja wanita itu tanya kan, "Aku, sama se kali tidak mengerti maksud, mu, Jen--."Senyuman sinis terukir di sudut bibir Jeni, diri nya benar-benar merasa kesal dengan sahabat nya itu. Dengan se gera dia mengeluar kan ponsel dari dalam tas nya, dan menunjuk kan gambar-gambar Dita dengan se orang pria paruh baya, yang masuk ke dalam hotel.Dan, Dita yang me lihat gambar-gambar itu, se ketika te
Dita seketika teri sak. Dia bingung harus mengata kan kebenaran ini, atau tidak, sebab dia pun berada di bawah ancaman Aditya, suami nya. Hingga, yang bisa dia laku kan adalah, menunduk, dan menangis. Dekan-berusia paruh baya itu menarik napas nya dalam-dalam, bagai mana melihat kondisi Dita saat ini."Jelas-jelas di dalam foto ini, adalah kamu. Terus, kamu mau, menyangkal apa-lagi?! Kamu tahu, segalah konsekwensi, jika melaku kan pelanggaran di kampus ini!" ujar Dekan, dengan nada suara nya yang ter dengar tegas.Dita mengang kat wajah nya. Mengusap jejak basah yang mem basahi ke dua pipi nya, dan kem bali ber suara, "Tapi, ini tidak seperti yang mereka tuduh kan, Pak! Saya memang benar-benar ke hotel ber sama pria itu.""Terus, apa hubungan kalian?!" tanya Dekan, dengan nada suara nya yang ter dengar menuntut."Itu---." Dita tak mampu menyelesai kan ucapan nya, sebab sangat tidak mungkin, diri nya ber kata jujur, hingga yang bisa Dita laku kan adalah menangis. "Bah kan kamu, tidak
Dita baru saja menyelesai kan kegiatan mandi nya, dan ber ganti pakaian. Sedang mengering kan rambut nya dengan sebuah handuk kecil, namun, gera kan tangan itu dia henti kan, saat tiba-tiba saja suara pintu ter buka dengan sangat keras.BRAAK! Dan-di sana, diri nya men dapati kedatangan Aditya."Adit--," gumam Dita. Raut wajah itu seketika berubah pias, saat men dapati Aditya yang menatap nya, dengan tatapan mem bunuh.Men dapati keberada-an Dita, mem buat api yang sudah ada di dalam diri Aditya, kian ber kobar. Pria itu segera mengambil langka cepat nya, menghampiri Dita.Memegang ke dua pundak Dita-dengan sangat kuat, dan mengguncang-guncang kan nya."Ini-semua karena kamu, Dita! Karena kamu, hidup ku jadi kacau begini!" hardik Aditya, dengan nada penuh Emosi. Api amarah, begitu ber kobar pada se pasang manik gelap nya. Pasrah, mem biar kan Aditya menyakiti nya, namun, air mata itu telah jatuh mem basahi ke dua pipi nya."Kenapa, kamu menangis? Bukan nya, kamu harus senang-sebab
Usai menyamapai kan, apa yang ingin dia sampai kan, Papa Herman segera ber pamitan, pada para petinggi kampus, jajaran lain nya, dan juga mahasiswa, di kampus itu. Mem bawah pandangan nya pada Dita, dan ber seru pada wanita muda itu. "Papa pulang dulu, dan sampai ketemu di rumah," pamit Papa Herman. Mem belai pucuk kepala sang menantu dengan sayang, dan segera ber lalu dari tempat itu.Masih dengan sua sana yang sama. Semua orang yang berada di tempat itu, benar-benar di buat kaget luar biasa. Semua orang tahu, kalau Aditya Wijaya, si pangeran-dari kampus Bima Bangsa, begitu mem benci, bahkan bisa di bilang, dia sangat alergi dengan gadis yang ber nama Dita Setiawan. Namun, hari ini mereka di kejut kan dengan kenyata-an, sungguh mengejut kan.Hingga, pembicara-an pun, terus saja ter dengar. "Bagai mana, bisa mereka menikah? Bukan kah, Aditya sangat mem benci si Culun itu?" ujar se-orang mahasiswa wanita, berambut pendek. "Iya. Bagai mana bisa mereka menikah? Dan, bukan kah Aditya m
Mematung di tempat, Dita ter lihat bak-seperti orang bodoh, menatap Dina, yang saat ini tengah mem bawah langkah kaki menuju pada nya. Amarah-yang begitu mem bara di dalam dada nya, mem buat Dina mengayun kan langkah kaki nya dengan begitu cepat. Dan, saat men dekat, gadis itu langsung men darat kan se buah tamparan tepat di pipi kiri Dita.PLAAK---! Hingga, mem buat wajah wanita itu ber paling seketika.Bukan nya memisah kan, orang-orang yang berada di sana, justru ber sorak-sorai, saat Dina meluap kan amarah nya pada Dita. "Dasar, lo- murahan! Pasti, lo yang udah meng goda Aditya hingga, menikahi lo!" hardik Dita. Teramat sangat sakit hati, dengan kenyata-an yang dia ketahui hari ini, mem buat Dina begitu mem babi buta. Mengoleng kan ke sana-ke mari, kepala Dita.Lisa tengah mem beli minuman untuk diri nya, dan juga Dita. Sangat begitu kaget, saat men dapati apa yang dia lihat, "Dita---," gumam Lisa, dan segera mem bawah langkah kaki nya cepat.****Baru saja kem bali ke kampus. N
Mem biar kan keheningan me landa beberapa detik, akhir nya Arman kem bali ber suara, "Kakak, tidak tahu, kenapa dia sama sekali tidak mem beritahu kan pada mu selama ini. Namun, yang jelas mereka ber dua pernah satu SMA." "Boleh kah aku, tahu mereka dulu ber sekolah di SMA, apa?" tanya Dita, dengan rasa penasaran yang se makin ber tambah. "Mereka dulu ber sekolah di SMA 2 Abadi," sahut Arman, dan Dita yang men dengar kenyata-an yang begitu mengejut kan hari ini-seketika mem bisu, hanyut dalam apa yang men jadi beban pikiran nya. "Aku, dan Jeni selama ini satu kelas, dan kami sudah ber sahabat cukup lama. Namun, kenapa-dia tidak pernah mem beritahu kan pada ku, kalau dia mengenal Aditya?" gumam Dita dalam hati, dengan se juta tanda tanya, yang kini ber sarang di dalam diri nya. Keheningan kem bali melanda Dita, dan juga Arman, saat masing-masing, hanyut dalam apa yang mereka pikir kan, hingga akhir nya Arman yang kem bali ber suara. "Dit---," panggil Arman pelan. "Iya-Kak---,
Bagai mana reaksi Dita, mem buat se orang Aditya Wijaya merasa tak puas hati. Pria itu terus mem bawa pandangan ke arah kamar mandi, dengan se juta tanda tanya yang kini ber semayam di dalam diri nya."Kenapa, dengan nya? Gue seperti menemu kan orang lain, di dalam diri si Culun itu!" gerutu Aditya. Masih memijak kan ke dua kaki nya di sana, pandangan Aditya-setia pria itu, bawah pada pintu kamar mandi. Men dengar suara pintu-yang akan di buka, Aditya cepat-cepat mem bawa langka kaki nya menuju ranjang. Ber pura-pura ber baring, sem bari mem baca buku.Tak lama pintu ter buka, dan ter dengar suara langka kaki. Terus mem perhati kan Dita, yang sibuk dengan kegiatan nya, hingga-kini, gadis ber kaca mata itu, sudah duduk di sofa yang biasa dia tiduri. Sunyi begitu menyelimuti di dalam ruangan, namun mem bela, saat Dita memanggil nama Aditya. "Dit---." panggil Dita ragu. "Heem---," sahut Aditya, dengan gaya angkuh nya."Maaf kan aku---," lirih nya, dan-apa yang gadis itu kata kan, sek