“Huahh~”Memandangi indahnya hamparan ladang yang tampak begitu memesona dari tapakan pematang sana, dengan banyaknya tanah yang terlihat seperti dibajak di hari-hari kemarin, … mata Qilistaria tampak begitu berbinar-binar. Banyak tanah yang dicangkul dan digunduk sebaris-sebaris memanjang, membingkai tanaman muda yang baru tumbuh.“Tanaman apa ini?” tanya Qilistaria antusias, menunjuk salah satu tanaman berdaun segitiga lonjong selayaknya pita besar yang menjuntai, yang di mana daunnya juga memiliki sedikit roma bulu halus. Merundukkan tubuhnya dengan tangan yang memegang lutut tepat di samping Qilistaria, Derian menjawab pertanyaan sederhana itu dengan wajah yang dipenuhi banyak raut keceriaan.“Ini tanaman jagung. Baru bisa dipanen setelah tiga sampai empat bulan dari waktu tanam.”“Sungguh? Selama ini yang kutahu hanya jagungnya saja. Aku baru tahu bentuk tanamannya sekarang.”Tak berselang lama dari mengucapkan hal barusan, Qilistaria kembali bersuara ceriwis untuk menanyakan t
“Rifa dan Qilia pulang saja lebih dulu. Aku akan menyelesaikan ini dalam beberapa waktu lagi, lalu pergi ke suatu tempat sebentar.”Hari sudah mulai menjelang waktu sore. Derian menyuruh kedua perempuan yang sangat ia sayangi itu untuk segera pulang, dari pada membuat mereka harus menunggunya di sini sampai selesai.“Baiklah.”Memungut wadah kosong bekas makan siang tadi dan menenteng kembali cangkul kecil di tangan, Rifa mengajak sang kakak ipar tuk segera beranjak.“Ayo, Kak Qilia.”“Ah! B-biar aku bawakan, … yang ini,” tukas Qilistaria langsung menyambar tentengan bekas makan siang mereka bertiga tadi, dari tangan Rifa. Yah, paling tidak, ia ingin sedikitnya memberikan bantuan sekecil apa pun yang kemungkinan akan diterima.Bergegas meninggalkan ladang berdua, Rifa berjalan di depan yang kemudian diikuti oleh Qilistaria dengan baik.Untuk sampai ke rumah, mereka harus melewati pasar tradisional terlebih dahulu.Semuanya berjalan dengan sangat indah. Qilistaria juga menikmati sua
Semua pandangan-pandangan yang mengerikan tadi itu benar-benar menyeramkan. Qilistaria merasa ingin bersembunyi di dalam sini saja. Selamanya.Derian bilang barusan, bahwa Derian telah mendengarkan semua kejadiannya dari Rifa, … bukan? Apa itu berarti, Derian juga telah mendengarkan tentang dirinya yang telah menepis tangan adiknya itu?Ah, pasti iya. Karena itu pula, Derian jadi ingin mendatanginya untuk mengkonfirmasi semua kebenarannya, … lalu memutuskan hukuman berupa perceraian dengannya, bukan?Semenjak, Derian memang sudah lebih banyak menghabiskan waktu selama bertahun-tahun bersama Rifa dibandingkan bersamanya, … tentu saja Derian akan memihak satu-satunya orang berdarah keluarga.“Qilia~ aku tahu pintunya tidak dikunci. Tetapi, karena kamu belum mengizinkanku masuk, … aku tidak masuk. Jadi, sekarang … tolong izinkan aku masuk, ya?”Mendapati ada suara lemah lembut yang bertutur kata secara halus itu, membuat Qilistaria segera menutup daun telinganya untuk tidak mendengark
Cemas, gelisah, khawatir, dan gugup dengan perasaan yang sangat berlebihan, … tengah menghinggapi relung hatinya sang adik bungsu putri keluarga petani Aesundarishta ini, sampai-sampai membuat keringatnya mengucur deras dari atas dahi.“Panasnya tidak turun-turun.”Ini sudah memasuki waktu siang pada keesokan hari selepas mendapati Qilistaria tak sadarkan diri kemarin. Namun, Rifa yang memiliki masalah ketakutan terhadap orang sakit yang terbaring terus-menerus di atas ranjang itu, … tak kunjung mendapatkan respons positif dari si penimbul rasa traumanya kembali.Pemandangan saat ini benar-benar telah mengingatkannya kembali ke ingatan kelam di mana ia harus menyaksikan sendiri, tentang bagaimana ibu yang sakit keras tak memiliki kemampuan tuk berobat karena kondisi keuangan yang sangat buruk di waktu itu, … berakhir dengan sekarat lalu mati di tempat. “Kakak. Kak Rian.”Mengguncang-guncangkan tangan sang kakak laki-laki yang saat ini masih sibuk mengompres dan menyeka wajah, leher,
Ingin mengetahui alasan di balik dirinya menjadi di benci oleh orang bersangkutan?Ah, sudah pasti. Tentu saja mau.“Baiklah, aku akan menceritakan segalanya, asalkan …! Harus dibarengi dengan Kakak yang makan.”Uh? Tunggu sebentar! Hm, s-sepertinya, … situasi ini terasa tidak asing.“K-kalau begitu, aku akan makan sendir—““—Haisshh!” Rifa mendesis, menolak sambaran tangan Qilistaria yang hendak mengambil mangkuk sup dari tumpuan tangannya, dan segera melontarkan sebuah alasan klise. “Kakak sedang sakit. Jadi, untuk hari ini, aku akan berbaik hati dalam menyuapimu.”“Tapi—““—Diam saja dan turuti aku. Orang sakit jangan banyak tingkah dan istirahatlah yang banyak agar cepat sembuh. Kalau tidak sembuh-sembuh, nanti malah menyusahkanku dan Kak Rian.”Sebetulnya masih merasa segan plus malu juga, tetap saja … Qilistaria mencoba sebaik mungkin untuk meladeni tingkah Rifa yang tak dapat ia duga.Sembari mulai menyuapi Qilistaria yang perlahan-lahan mendapatkan kulitnya terlihat seperti m
“Ada apa Kak? Apa ada masalah?!”Membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu, Rifa lekas menghampiri Qilistaria yang menutupi tangannya dengan selimut sambil memojokkan tubuhnya di tembok dengan pandangan takut-takut, … dikala pandangannya terfokus tuk melihati sudut tembok lain.“Ma-maaf mengagetkan.”GASP?!Tiba-tiba terkejut begitu sangat, dikarenakan ia sendiri pula telah mendapati ada suara dan sesosok orang asing yang mencurigakan di dalam kamar sini, refleks saja … Rifa memasang gerik tubuh yang siaga, lagi waspada.“Tadinya aku mau masuk lewat pint—““—Berhenti di sana!”Rifa berteriak memperingatkan. Menunjuk orang yang berjalan menuju ke arahnya secara santai dengan wajahnya yang cengengesan, … juga melotot padanya dengan mata merah menyalanya, yang menatap tajam. Baju yang kucel. Sepatu yang berlepotan lumpur. Wajah yang kumel. Rambut hitam yang kusut. Juga tangan yang menenteng sekantung kecil sesuatu benda mengkhawatirkan, … tentu saja sudah membuat Rifa yang baru datan
Tertidur dengan lelap ditemankan oleh Rifa karena masih syok selepas menghadapi situasi tidak terduga pada hari kemarin, … Qilistaria yang ujung-ujungnya tidak jadi menjahit dan memperbaiki boneka milik adik iparnya semalam, … kini telah terbangun dengan tubuh yang terasa lebih segar.Pagi telah datang.Menyambut pandangan mata kelam Qilistaria dalam menangkap pantulan cahaya matahari yang hangat dari jendela kecil yang terdapat di dalam kamar, … menggodanya untuk segera beranjak keluar dari ruangan hening ini, setelah tiga hari lebih mengurung diri.Akan tetapi, begitu ia hendak menyibakkan selimut yang membalut tubuhnya secara hangat, sesosok orang berambut merah yang tengah tertidur nyenyak dengan cara duduk menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan pada permukaan ranjang, … telah menghentikan langkah si empu pemilik manik mata obsidian tersebut.Dilihat dari rambut merahnya yang terpotong pendek, sudah dapat dibedakan dan juga dipastikan, kalau sosok orang itu … memang bukanlah or
“Uhm, ja-jadi, … kapan aku akan dilepaskan, Nona?”Duduk santai di samping laki-laki muda bernama Yurish yang masih berdiri dibebat tali pengikat tubuhnya tuk terkunci di batang pohon, … Rifa yang dengan anteng memainkan boneka kelinci sehabis melarikan diri dari situasi canggung pasangan suami-istri tersebut, … menggulirkan mata merahnya yang menatap tajam, kepada si pemilik manik mata biru jernih.“Apa untungnya melepaskan orang yang mencurigakan sepertimu? Salah-salah nanti, … kau hanya akan semakin menimbulkan masalah baru untuk keluargaku.”“Ah! Tidak!” Menyangkal dengan raut muka cemas seraya menggeliat tuk sedikitnya bisa mengusahakan diri dalam melepaskan tali pengikat tubuh, Yurish mengucapkan pembelaan.“Aku tidak akan menimbulkan masalah untuk orang yang membantuku! Sungguh!”“Kalau begitu.”STACK!Menyudutkan Yurish tiba-tiba sampai membuatnya mendapatkan pita suara yang tercekat, Rifa menunjukkan jari telunjuknya di pertengahan mata berbola biru itu.“Bisa katakan dengan