“Ma-maaf! Sa-saya, telah menjatuhkannya sampai-sampai menimpa kaki Anda. Sa-saya … Sa-saya,”
Berujar dengan tidak karuan, akibat dari merasa sangat bersalah, … Qilistaria langsung membungkukkan badannya berkali-kali, untuk meminta permohonan maaf dari Derian, … dengan tangan gemetarnya yang tak bisa berhenti mencengkeram erat rok gaun.
Bagaimana jika Derian menjadi kesal padanya, lalu mengayunkan tangan ke arahnya, … untuk seterusnya memberikan sebuah pukulan, atau pula tamparan, sebagai bentuk dari hukuman?
Apa yang harus ia lakukan, jika Derian terlampau marah terhadapnya, dan berakhir dengan membuang atau meninggalkannya di sini?
Apa …? Bagaimana …? Dan, dan, … siapa yang, …? Argh! Pokoknya, pertama-tama, … Qilistaria merasa harus meminta maaf kepada Derian, dengan sangat bersungguh-sungguh.
Derian yang tidak nyaman dikala dirinya menerima permintaan maaf dari Qilistaria secara berlebihan itu, … segera mengucapkan kata-kata lembut, lagi penuh akan kasih sayang, … sebuah perlakuan istimewa, yang telah mendadak menjadi sebuah mantra penghilang rasa kecemasan.
“Uh, he-hei! Istri. Anda tidak boleh meminta maaf sampai sebegitu kerasnya. Percayalah, Saya tidak apa-apa. Saya sudah terbiasa ketiban dengan benda-benda berat seperti ini. Anda tidak usah khawatir, ya? Karena ini sama sekali tidak akan berdampak apa-apa untuk Saya.”
“Tetapi, …!”
“Sssh! Istri, tidak apa-apa. Anda bisa melihatnya sendiri, kan? Tengok, kaki Saya benar-benar tidak apa-apa.”
Ditunjukkannya oleh Derian, kaki yang sengaja digerak-gerakkan dengan cara memutar pergelangannya, dalam upaya membuktikan ucapannya … dan menenangkan rasa bersalahnya Qilistaria.
“Kalau begitu,” menatap sendu ke arah kaki Derian yang tertimpa barang bawaan berat semacam tadi itu, Qilistaria menampilkan raut muka yang pilu, “Apa yang bisa Saya lakukan untuk membantu Anda, … Suami?” tanyanya nanar.
Memandangi mimik muka rancu Qilistaria yang mengerutkan keningnya, dengan pandangan yang hangat, beserta senyuman yang simpul, … Derian merundukkan sedikit kepala, untuk membuat kepalanya paling tidak sudah bisa sejajar dengan tinggi kepala Qilistaria, … seterusnya berkata.
“Istri,” panggilnya dengan suara yang rendah.
Menyahuti panggilan lembut dari Derian, Qilistaria lekas mengarahkan tatapan matanya untuk belajar memandang secara langsung mata kepunyaan lawan bicara, seraya menjawabnya dengan gumaman pelan.
“Ya, … Suami?”
Manik mata hitam, sekelam pekatnya bubuk arang, … bertemu dengan manik mata merah menggoda, yang penampilannya bagaikan bongkahan besar isian buah delima.
“Bagaimana jika, ….”
Mengasongkan lengan kiri yang menjinjing jinjingan buah itu kembali ke dekat Qilistaria dengan muka malu-malu, Derian memberi sebuah penawaran.
“… Kita menjinjingnya secara bersama-sama?”
Menampilkan mimik muka terkejut sekaligus bahagia, yang seakan-akan tengah mengekspresikan pengungkapan kata tidak percaya semacam, “Sungguh?” … Qilistaria, memandangi Derian dengan lamat-lamat, untuk bisa memerhatikan ekspresi muka merah merona yang entah kenapa terasa nyaman untuk ia lihat, dengan ketekunan yang begitu cermat.
“Uh-hum.” Derian menjawab ketidakpercayaan istrinya dengan mengangguk, dan juga tersenyum tipis.
Hal itu telah berhasil membuat Qilistaria lekas menaruh lengan kanannya di atas kain jinjingan tersebut, dan juga di samping kepalan tangan kiri Derian, yang mencengkeram erat kain itu juga, … sampai-sampai membuat urat tangan kokohnya terlihat menonjol.
Berjalan bersama-sama secara bersebelahan dengan tangan yang berdampingan, … entah kenapa, … sudah bisa membuat kedua sejoli berlawanan jenis ini, menjadi tersipu malu sendiri.
Tidak berani menyebutkan nama, atau bahkan nama panggilan sayang untuk satu sama lain selain panggilan “Suami” dan “Istri” … akibat dari masih begitu canggung, … tak dapat membuat mereka ingin berusaha untuk saling mendekatkan diri, dalam mengenal lebih dalam tentang sifat dan kegemaran masing-masing.
Derian tahu dari rumor. Bahwa istrinya ini, Qilistaria, … telah menjalani berbagai macam jalannya hidup yang dipenuhi oleh kemalangan, sampai-sampai membuatnya menjadi sesosok orang yang krisis kepercayaan begini.
Selain krisis kepercayaan, tampaknya, … Qilistaria juga tidak terlalu baik dalam berinteraksi sosial dengan orang lain. Ia kikuk, sensitif, dan merupakan tipe orang yang peka terhadap keadaan sekitar.
Sehingga, hal itu pula telah menjadikannya pribadi yang mendengar pembicaraan orang lain dengan begitu serius, kemudian menyahutinya dengan ucapan singkat, … yang sebelumnya sudah dipikirkan secara betul-betul dan juga matang-matang, di jauh-jauh menit sebelum ia mengucapkan.
Meski begitu, Derian tetap menyukainya.
Derian Aesundarishta, yang nyatanya sudah menyimpan perasaan kepada Qilistaria La Yoar— ah, ralat. Maksudnya, menyimpan perasaan kepada Qilistaria La Aesundarishta sedari lama, meskipun ia sendiri juga tak yakin bahwa Qilistaria akan ingat siapa dirinya, … tidak akan memaksa si gadis pujaannya itu, untuk balik membalas perasaannya dengan terpaksa dan terburu-buru.
Tak mengapa jika saat ini, ia hanya dianggap sebagai teman tempat dirinya berlabuh, mengeluh, dan mengaduh, … di saat mencoba melarikan diri dari takdir menyakitkan yang harus dilalui olehnya, sampai terasa begitu menyedihkan nan menyayat hati ini.
Asalkan, hal itu, akan membuat Qilistaria … mendapatkan kebahagiaan sejatinya yang selama ini telah dia cari-cari.
“Ayo pulang.”
Mengulum senyum, dengan mata menyipit dalam menyiratkan pandangan yang tampak seperti tersenyum juga, … Derian, memandangi jalanan setapak di antara rimbunnya hutan pohon ek, yang tampak sangat indah sekarang, … karena kebetulan sedang disirami oleh cahaya kuning kejinggaan, dari sinar mentari senja hari.
“Ya, … tolong. Ajak Saya pulang ke rumah, ….”
Berhenti terpukau dengan pemandangan yang memanjakan mata kelamnya itu juga, … Qilistaria yang merasa pipinya telah menghangat entah dari sejak kapan, segera memalingkan mukanya agar tertunduk ke bawah dan hanya melihat tanah yang akan dilaluinya saja, … dengan beralasan supaya Derian tidak akan melihat wajahnya sekarang, … yang betul-betul sedang dilanda oleh aura panas membara ini.
“… Suami.”
Hanya dengan melihat pemandangan sore yang begitu indah ini, bersama dengan seseorang yang dinilai memiliki kesan lebih di dalam hati masing-masing, bukankah itu, … kedengarannya terasa sangat romantis?
Ah, terserahlah.
Sesuka hati mereka saja mau menganggap momen itu … sebagai kejadian yang berkesan seperti apa.
Namun, yang jelas, … pemandangan matahari yang mulai bergerak secara merosot ke ufuk barat itu, benar-benar menimbulkan pancaran panorama yang sangat-sangat memesona!
“H-hei, Suami?”
“Ya? Ada apa, Istri?”
Begitu mendapatkan sahutan positif akan panggilannya dari Derian, … Qilistaria segera mengulurkan lengan kirinya untuk menunjuk pemandangan matahari senja yang akan segera terbenam, dalam waktu yang dapat diperkirakan sekitar sebentar lagi.
“Matahari senjanya, … sungguh, benar-benar, … terlihat sangat indah ya?”
Rumah yang ditinggali oleh Derian, adalah rumah panggung yang luasnya dapat ditinggali oleh tiga, sampai lima orang sekaligus. Cukup luas memang, namun, … rumahnya, hanya memiliki interior-interior yang sangat sederhana.Tiga kamar tidur, satu dapur, dan juga satu ruang tengah yang dapat digunakan sebagai ruang untuk makan, … adalah isi keseluruhan bagian dalam rumah panggung.Di bagian luar rumah, ada halaman luas yang dipenuhi oleh tanaman bunga. Sedangkan, untuk di bagian belakangnya, … ada bilik kamar mandi kecil yang bersebelahan langsung dengan sumur air timba.“Maaf, rumahnya … begitu sederhana untuk Anda.”Menggelengkan kepalanya dengan pelan, yang kemudian diselingi oleh gumaman, “Ehm,” Qilistaria mulai melangkahkan kakinya, untuk segera memasuki tangga rumah panggung berlantai papan kayu tersebut, dengan langkah yang begitu diperhatikan.&nbs
“Rambutnya berwarna merah sama seperti milik Saya, dengan ujung helaian yang sedikit bergelombang, juga memiliki kepanjangan yang sepanjang dada. Matanya pula, memiliki manik merah sama seperti milik Saya juga! Dia memiliki kelopak mata ganda alami, sehingga membuat matanya tampak lebih besar dan bulat, dari kebanyakan gadis seusianya!”Berjalan ke dapur mengambil satu buah pir, beserta piring pisin dan pisau buahnya, kemudian kembali ke tempat di mana ia duduk, … Derian lanjut bercerita seraya memotong buah pir tersebut sampai berbentuk potongan-potongan kelinci, untuk kemudian ditata olehnya di atas piring, … lalu mengasongkannya kepada Qilistaria.“Kedua orang tua kami telah meninggal lama. Ayah yang merupakan seorang petani dan juga peternak ulung di desa ini, meninggal sewaktu Saya masih berusia belia. Sementara, Ibu kami, … seorang pedagang pasar tradisional yang menjajakan hasil panen Ayah, menin
“Karena Anda, adalah cinta pertama Saya.”“Ci … cinta pertama?”“Ya.”Memandang Qilistaria lembut dengan tatapan mata yang penuh arti, Derian kembali menarik punggung tangan istrinya itu, untuk kemudian mengecupnya lagi.“Anda adalah cinta pertama Saya.”Tidak percaya begitu saja dengan pernyataan yang begitu mengejutkan hatinya barusan, Qilistaria segera melontarkan pertanyaan, “Dari sejak kapan, dan … dan, bagaimana bisa?”Menyahuti pertanyaan itu dengan bibir tipisnya yang tak bisa untuk berhenti tersenyum, Derian menjawab, “Dari Saya masih kecil, dan dari pandangan pertama awal Saya berjumpa dengan Anda.”“… Su-sungguh?”“Uh-hum. Saya bertemu dengan Istri untuk pertama kalinya, dan kemudian jatuh cinta pa
“… Anda muncul di depan mata Saya, dengan membawakan sebuah keajaiban, … yang sudah berhasil membuat wajah sembab Saya, kembali dihiasi oleh senyuman yang begitu lebar.”“… Huh?” lirih Qilistaria terbengong, seakan-akan tidak percaya.Merasa masih cukup ragu dengan apa yang barusan didengarkan olehnya, ia lekas bertanya, “Ba-bagaimana bisa?”Seraya melanjutkan kembali apa yang tengah ia kerjakan, Derian pun meneruskan aksi berbagi kenangannya, “Sembari tersenyum manis, Anda datang menghampiri Saya menyerahkan Rifa yang diam menurut untuk bergandengan tangan bersama Anda, dengan mata sehitam jelaga, … yang juga tampak menyorotkan senyuman di balik topeng berbentuk sayap kupu-kupu hitam. Di saat itulah, Saya jatuh cinta untuk pertama kalinya, pada pandangan pertama Saya terhadap Anda.”Qilistaria terdiam. Dia termen
“Nah~ sudah siap.”Berdendang ringan sembari meletakkan panci panas mengepul di tengah meja makan, yang memunculkan bau harumnya aroma masakan sup bening kentang berpotong dadu kecil-kecil, dengan ditambah oleh sedikit lada dan daun bay leaf kering, … dengan perasaan bangga, Derian … sukses mempersembahkan sajian masakan pertama untuk istri yang ia cinta, dengan wajah merah merona.“Se-sebenarnya, Saya tidak terlalu pandai memasak,” jujur Derian dengan malu-malu, mengasongkan semangkuk sup yang sudah ia siapkan sesempurna mungkin, kepada Qilistaria, “Tetapi, … Saya harap, ini akan sesuai dengan selera Anda.”Mengambil sendok dan mengucapkan terima kasih atas makanannya, Qilistaria lekas berdoa sebelum makan.Tak lama kemudian, ia langsung melahap suapan pertama makanannya dengan sedikit canggung, akibat dari terus-menerus diperhatikan oleh Derian.&nb
“Haduh, anak itu, kelakuannya benar-benar. Huh, …?”Derian yang tadinya sedang menggerutu, tiba-tiba saja langsung tersentak begitu mata merah menggoda miliknya, menangkap sesosok Qilistaria yang menundukkan wajah dengan tubuh yang terlihat bergetar akibat dari gemetaran.“I-istri!” serunya panik, bergegas menghampiri Qilistaria dengan tergesa-gesa, “Tidak apa-apa, Istri. Tidak apa-apa,” hibur Derian berusaha menenangkan, dengan duduk berjongkok di samping kursi Qilistaria.Sementara, untuk Qilistaria sendiri. Tampaknya ia tak bisa mendengar apa pun yang dikatakan oleh Derian sekarang. Dikarenakan, di dalam pikirannya saat ini … rupa-rupanya telah dipenuhi oleh berbagai macam terkaan buruk, yang cukup menyakitkan perasaan.Selesai sudah. Rifa membencinya.Tatapan itu, emosi yang terkandung di dalam mata merah yang mena
“Istri, Anda mau makan apa hari ini?”Hari ini, Derian begitu perhatian terhadap istrinya lagi.….“Istri, ada satu buket bunga mawar merah yang ingin dicium olehmu. Apa Anda tidak mendengarkan, bahwa bunga-bunga mawar ini mengatakan, 'Aku mencintaimu selalu', hm?”Di keesokan hari, ia memberikan bunga mawar merah memesona, yang ditanam dan dibesarkan dari sejak masih benih, … oleh adiknya sendiri.….“Istri, mau berjalan-jalan sore bersama Saya ke pematang ladang, untuk melihat matahari terbenam?”Lusa hari, ia mengajak istrinya, Qilistaria, untuk jalan-jalan.….Begitu saja terus, sampai seminggu telah berlalu semenjak Qilistaria datang kemari.Hal itu, membuat Rifa yang kesal ketika melihat gelagat kakaknya yang
“Ah, terima kasih, Rifa.”Derian merasa senang.Dia mengambil asongan bekal makan siang yang adiknya bungkusan untuk di makan di ladang nanti, kemudian mengalihkan pandangannya ke sang istri yang juga ikut mengantarkannya sampai ke teras depan.“Istri, Saya pergi dulu,” pamitnya, yang dibalas dengan anggukan kecil dari Qilistaria.Tak enak karena hanya mengangguk, Qilistaria pun segera bersuara, “Hati-hati di jalan, Suami.”Memberangkatkan diri dengan langkah yang ringan dan hati yang terasa riang, Derian pergi meninggalkan Rifa dan Qilistaria, … yang tengah berdiri bersebelahan di teras rumah dengan perasaan yang tidak nyaman.“Anda pasti merasa senang sekali ya, dimanjakan sampai sebegitunya selayaknya seorang Tuan Putri,” celetuk Rifa tiba-tiba, masuk ke dalam rumah dengan diikuti oleh sang kakak ipar.Duduk di kursi meja makan dengan kaki yang bertumpang, Rifa melanjutkan, “Ah, tidak. Saya salah. Memang nyatanya benar, bahwa Anda adalah seorang Putri. Anda itu kan, … merupakan ana