Rumah yang ditinggali oleh Derian, adalah rumah panggung yang luasnya dapat ditinggali oleh tiga, sampai lima orang sekaligus. Cukup luas memang, namun, … rumahnya, hanya memiliki interior-interior yang sangat sederhana.
Tiga kamar tidur, satu dapur, dan juga satu ruang tengah yang dapat digunakan sebagai ruang untuk makan, … adalah isi keseluruhan bagian dalam rumah panggung.
Di bagian luar rumah, ada halaman luas yang dipenuhi oleh tanaman bunga. Sedangkan, untuk di bagian belakangnya, … ada bilik kamar mandi kecil yang bersebelahan langsung dengan sumur air timba.
“Maaf, rumahnya … begitu sederhana untuk Anda.”
Menggelengkan kepalanya dengan pelan, yang kemudian diselingi oleh gumaman, “Ehm,” Qilistaria mulai melangkahkan kakinya, untuk segera memasuki tangga rumah panggung berlantai papan kayu tersebut, dengan langkah yang begitu diperhatikan.
“Baru saja menapakkan kaki ini ke halaman depan rumah Anda, Saya sudah merasa sangat bahagia bukan kepalang,” jujur Qilistaria berkata demikian.
Mengakuinya dalam perasaan, dan juga mengungkapkannya lewat ucapan lisan, … hal semacam itulah, perwujudan sebuah kenyataan yang Qilistaria lontarkan.
Udaranya bersih, pesonanya asri, halaman rumah yang tertata rapi, beserta bau harum ruangan di dalam rumah yang tercium wangi, … membuat siapa pun, akan merasa betah berlama-lama di sini.
Ini merupakan pengalaman pertama Qilistaria dalam mengunjungi rumah milik orang lain. Terutama, seorang laki-laki. Jadi, sekali lagi, … Qilistaria benar-benar tidak tahu harus berbuat apa sekarang.
Selepas menaruh semua barang bawaannya ke dapur, Derian segera kembali ke ruang tengah rumah, tempat di mana Qilistaria mendudukkan dirinya di kursi sederhana meja makan.
“Istri, apa Anda mau makan dulu? Mandi dulu? Atau … lihat-lihat tempat ini dulu?”
Langsung menundukkan wajahnya secara spontan dengan ekspresi yang malu, begitu Derian mendapati dirinya tengah mencelingukkan kepalanya ke berbagai sudut rumah, yang kemungkinan akan dinilai sebagai sebuah tindakan kurang sopan, … Qilistaria lekas berkata dengan suara yang mencicit pelan.
“Jika boleh Saya meminta, bisakah S-saya … melihat tempat-tempat ini terlebih dahulu, Suamiku?” tanyanya, dengan pandangan mata hitamnya yang sesekali mencoba mengintip raut muka Derian dengan takut-takut.
BLUSHH!
Mendapati reaksi yang menurutnya sangat menggemaskan itu, rona merah panas, … kembali menjalari muka dan juga cuping telinganya Derian.
“So-soal itu, ….” Menutupi sebagian wajah meronanya dengan telapak tangan yang besar, Derian sendiri pula … ikut-ikutan melirik sang istri secara diam-diam, sembari mencoba mencegah debaran jantungnya terdengar oleh Qilistaria, … dikarenakan sudah dag-dig-dug dengan keras tak menentu, sedari mau berangkat ke Duchy di dini hari tadi.
“… Sa-saya akan menunjukkannya.”
Dengan baik, Derian menunjukkan seisi ruangan yang terdapat dalam rumah, menjelaskan furnitur yang mungkin akan terasa asing untuk dilihat ataupun digunakan langsung oleh keturunan bangsawan seperti Qilistaria, … dan juga menempatkan Qilistaria di kamar kosong yang bersebelahan dengan kamarnya, supaya membuat sang putri sulungnya Duke Yoargi itu, … akan cepat-cepat mengadaptasikan diri dengan lingkungan yang baru.
Bagaimanapun juga, mulai dari sekarang dan seterusnya, Qilistaria … sudah terbilang mendapatkan perizinan resmi dari Derian selaku suaminya, untuk tinggal selama sisa hidupnya di sini, dalam mengabdikan diri dengan taat sebagai seorang istri yang penurut.
Ada tiga kamar tidur yang terdapat di rumah ini. Satu kamar milik Derian, satu kamar yang bakalan ditempati oleh Qilistaria, dan satu lagi kamar untuk, ….
“Ah! Bodohnya aku!” seru Derian, merutuki dirinya sendiri.
Merentangkan satu tangannya untuk menunjukkan pintu kamar yang terkunci rapat dengan sopan, … Derian segera berujar menjelaskan.
“Ini adalah kamar adik perempuan Saya. Maaf karena Saya tidak menyebutkannya dari awal. Saya ini memiliki adik perempuan, satu-satunya keluarga Saya yang masih hidup. Jadi, ini mungkin akan membuat Anda merasa sangat tidak nyaman, karena … Saya, baru memberitahukan hal penting itu sekarang.”
Adik perempuan, … ya?
Qilistaria meremas pergelangan tangannya gugup. Tentu saja, pemberitahuan mendadak terkait suatu hal yang sangat-sangat penting ini, telah membuatnya kembali dilanda kegelisahan.
Namun, hal tersebut masih bisa dimengerti.
Soalnya, mereka berdua saja … baru bertemu selama beberapa jam. Masih ada jalan yang begitu panjang, untuk sampai ke ujung tempat di mana mereka berdua, … sudah bisa saling mengenal satu sama lain dengan sangat baik.
Mengingat, bahwa Qilistaria juga memiliki adik perempuan, justru membuat kecemasan berlebih milik si putri monster Duke Yoargi itu, menjadi semakin bertambah parah. Qilistaria mulai berlaku gugup tak menentu, sampai ke titik di mana ia menjadi ketakutan.
Bagaimana jika adiknya Derian tidak menyukainya?
Bagaimana jika adiknya itu membencinya, mengatainya, membicarakannya, dan mengasingkannya, … sama seperti apa yang telah dilakukan oleh orang lain kepadanya, di hari sebelum Derian datang menjemputnya?
Bagaimana jika adik perempuan dari suaminya itu, mengusirnya dari rumah ini … atau juga menghasut kakaknya, untuk ikut membencinya juga?
Ah, tidak, … tidak. Haha, itu sangat mustahil. Hal itu, … tidak akan pernah terjadi, bukan?
Derian saja, tampak memiliki perilaku yang baik lagi terpuji. Maka, tentu saja, … adiknya itu kurang lebih akan memiliki watak yang sama, kan?
Terlepas dari apa pun, mereka berdua adalah dua orang bersaudara yang terlahir dari rahim yang sama, … kan?
“Oh, jangan khawatir. Dia adalah anak yang baik! Meski, dia tidak terlalu bisa berinteraksi dengan cara yang ramah terhadap lawan bicaranya, karena dia adalah seseorang yang cenderung memiliki tipe pendiam, … tolong yakin dan percayalah, bahwa dia ini adalah anak yang benar-benar baik!”
Lagi.
Seakan tahu betul isi pikiran yang sebagian besar dipenuhi oleh perasaan gugupnya Qilistaria, Derian cepat-cepat menjelaskan semua yang ingin diketahui oleh istrinya itu, … dengan lebarnya senyuman riang, yang dapat menghangatkan dinginnya sebuah perasaan.
“Namanya adalah Rifa Ririan Aesundarishta. Dia adik perempuan yang lima tahun lebih muda dari Saya. Dia juga memiliki penampilan yang hampir mirip dengan Saya loh!”
“Jika ia lima tahun lebih muda dari Anda, mungkinkah ia berusia lima belas tahun saat ini?” tanya Qilistaria sekadar basa-basi, supaya keadaan canggung yang tengah melanda menjadi sedikit mencair, … meskipun ia sendiri saja sudah tahu akan jawaban apa dari pertanyaan konyolnya tersebut.
“Ya! Tepat sekali!” sahut Derian membenarkan, disertai dengan sebuah anggukan kepala yang ringan.
Lima tahun lebih muda dari Derian, dan juga tiga tahun lebih muda darinya, … telah membuat Qilistaria berpikir, bahwa adiknya Derian ini sebaya dengan adik perempuannya. Si Mirabella.
Mengajak Qilistaria untuk duduk di kursi meja makan kembali, agar mereka berdua dapat berinteraksi dengan baik, disertai dengan posisi duduk yang nyaman, … Derian yang mengambil tempat di seberang sang istrinya itu pun, tetap mencerocos tanpa henti untuk membeberkan semua hal kecil terkait informasi keluarganya.
-“Bagaimana? Adikmu lucu sekali bukan?”--“….”-Derian kecil melongo lebar.Manik mata merahnya yang bulat itu memandang lamat-lamat akan bayi di dekapan sang ibu, dengan sorot berkilaunya yang kini didominasi oleh rasa penasaran.-“Unggaa~!”-Bayi berambut merah serupa seperti milik Derian yang tengah menggolekkan tubuhnya di dekapan sang ibu itu, menggeliat pelan dan juga menguap membukakan mulutnya yang kecil.Sangat menggemaskan sekali, sampai-sampai itu membuat pipi Derian menghangat akibat disapu oleh semburat merah.-“Mungil~!”- tukas Derian terkagum-kagum, seraya merundukkan wajahnya supaya lebih dekat lagi dengan wajah bayi merah tersebut.-“Bu, memangnya ada ya … makhluk semungil ini? Dia sepelti boneka, bukan manusia~!”--“Hoho, tentu saja ada. Bahkan, di mata Ibu, kamu juga masih sama kecilnya … Ian.”--“Mana mungkin! Ian sudah besal tahu!”--“Pfft! Begitu ya?”-Ibu Derian terkekeh pelan mendengarnya.Dia merasa senang sekali, kalau anak pertamanya … ternyata menerima keha
“….”Hening mendera, membuat mereka berlima seolah-olah memeragakan patung yang membisu.Bagaimana tidak? Mereka ini tidak salah mendengarnya lo, kalau gadis itu baru saja memanggil nama lengkap dari Ryuuki di kawasan yang baru anak itu jelajahi!?Orang macam apa gadis ini? Latar belakangnya, sama misteriusnya dengan senyuman yang masih ia pamerkan.SRUK~!Gadis asing itu melepaskan genggaman tangan dari Ryuuki, tanpa sedikit pun melepaskan arah pandangnya.Akan tetapi, … tunggu sebentar.Apakah mungkin, gadis itu benar-benar orang asing?“….”Tidak.Rasanya, Qilistaria pernah melihatnya pada suatu waktu, dan suatu tempat.Namun, entah kapan dan di mana ia merasa pernah bertemu dengan gadis berpenampilan kurang lebih serupa dengan gadis di hadapan Ryuuki tersebut.Yang jelas, ingatannya membesitkan sesuatu, kalau Qilistaria sungguh pernah mengalami pertemuan itu.“Sebenarnya, siapa k—!”—QUOONG~!Suara trompet besar yang memekakkan telinga, memotong pertanyaan yang hendak Ryuuki ajuka
“Ladang? Kita akan pergi ke sana? Sungguh?”“Ya.”“Ayah yakin, kau bisa mengurus ladang? Bukankah para bangsawan seperti kita tidak pernah mengurusi sesuatu semacam itu secara langsung?”“Harusnya sih begitu. Tapi kan, Ayah rindu dengan masa-masa saat menjadi petani dulu.”“Ayah pernah menjadi seorang petani?!”Perjalanan menuju ladang yang sering kali digarap oleh Derian untuk menghasilkan hasil alam, ternyata tidak terlalu membosankan akibat diisi oleh obrolan yang berpusat dari pertanyaan-pertanyaan Ryuuki.“Apa salahnya dengan menjadi petani? Kan menyenangkan bisa melihat tumbuhan tumbuh dan menghasilkan manfaat bagi kita?”“Hanya … kaget saja. Aku tak menyangka kalau Ibu mau menikah dengan orang seperti Ayah.”“Hei, kamu ini …!”Derian tertawa kecil.Dia kemudian mencubit cuping hidung Ryuuki, dan membuat anak itu tersentak sebentar karena jalur pernapasannya disabotase.Sambil mengusap-usap hidungnya yang kena cubit gemas barusan, Ryuuki kembali berceloteh.“Aku bicara apa adany
“…!?”Yurish memegangi pipinya heboh. Matanya terbelalak tidak percaya, dan wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin.Meski gerakannya sangat signifikan seperti itu, kendati demikian, mulutnya tetap setia untuk terus terkatup.Jangan lupakan pula dengan kehadiran rona merah yang mulai menjalar menghiasi parasnya yang indah itu.Semua gerak-gerik aktifnya dalam merespons perbuatan Rifa barusan, telah berhasil membuat satu orang lagi di dekat mereka, yakni si penjaga lapak permainan, menghela nafasnya dengan ogah.“Duh, nasib~ nasib. Dunia hanya milik pasangan kekasih saja. Sedangkan yang jomblo, kami cuma menumpang,” gerutunya pelan.Tak menghiraukan orang yang seperti menjadi seekor nyamuk pengganggu di dekat mereka, Rifa mengulaskan senyuman paling manis yang pernah ia singgungkan.“Ayo kita pergi lagi,” ajaknya, dilanjutkan dengan membalikkan tubuh dan mulai berjalan meninggalkan Yurish di belakang, sembari asyik memeluk dan mengelus-elus boneka kucing putih itu.“T-tunggu!”Sebelum p
“Dibeli~! Dibeli~!”“Sotongnya kak? Sotongnya dek~!”“Suvenir cantik~! Siapa yang mau suvenir cantik~? Hanya empat keping perak saja, kalian sudah bisa membawa pulang suvenir yang cantik~!”Hiruk pikuk keramaian pasar malam ini membawa pengalaman baru bagi Yurish.Dia yang anteng berjalan sembari bersebelahan serta bergandengan tangan dengan Rifa itu, tak bisa menolong sepasang bola mata miliknya supaya berhenti jelalatan.Mulutnya pula, sesekali terlihat menganga, menunjukkan ekspresi jujurnya yang memang terkagum-kagum dengan indahnya pasar malam.“Pak, beli sosis bakarnya dua ya.”“Siap, Nona muda!”Yurish mengalihkan kekagumannya, tuk digantikan dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.Dia menatap Rifa di sampingnya dan tukang sosis bakar yang tengah sibuk menyiapkan pesanan barusan, secara bergantian dalam beberapa kali.Si pria yang mewarnai rambutnya menjadi hitam kembali, namun, kali ini ia mewarnainya bukan secara manual melainkan menggunakan sihir hitam, merasa sangat gugup.Di
“Dia sudah tidur?” Derian bertanya pelan sekali, seakan-akan ia tengah berbisik.Menghampiri kekasih tambatan hati yang tengah memandangi putra mereka dari ambang pintu kamar, Duke berambut merah menyala itu memeluk Qilistaria dari belakang, dan melabuhkan dagunya pada bahu sang istri.“Eh-hm. Begitulah,” balas Qilistaria sama pelannya, menutup rapat pintu kamar anak mereka secara hati-hati.“Bagaimana dengan Rifa?” Tanya Qilistaria balik, selagi menimpali tangan Derian yang melingkari perutnya itu dengan jari-jemarinya yang mengusap lembut.CHUP~!Derian melayangkan kecupan singkat pada pipi Qilistaria sejenak, seterusnya menjawab, “Dia pergi keluar. Katanya ingin melihat-lihat sekeliling tempat ini setelah lama tidak berkunjung ke sini.”“Begitu ya?”“Kalau sudah begini, Qilia ….”“Hm? Kenapa, Ian?”“… Pindah ke kamar, yuk?”~•••~“Woah~! Semuanya tidak banyak berubah ya?”Rifa merasa nostalgia.Dia yang sedang berjalan-jalan santai menyusuri perkampungan tempatnya menghabiskan masa
“Huhhh? Apa ini?!” Ryuuki memekik histeris. Setelah menghabiskan waktu beberapa jam tuk menahan rasa pegal sewaktu mengendarai kereta kuda, hal yang dihadapi oleh Ryuuki saat ini adalah … pedesaan?! Apa maksudnya ini?! Apakah mereka akan melakukan piknik di tempat yang kumuh?! Kalau benar begitu, mendingan Ryuuki tinggal di Duchy saja! “Ini adalah tempat yang bersejarah untuk Ibu, Ryuuki.” “Ehh?!” Yang benar saja?! Tempat ini?! Sebuah rumah kecil yang sepi bertempat di tengah-tengah hutan, jauh ke pemukiman penduduk?! “Ini adalah rumah tempat ayah dan bibimu menghabiskan masa kecilnya, dan juga tempat pertama di mana Ibu merasa diterima.” Benar, itu adalah rumah yang sempat ditinggali oleh Qilistaria, sebuah rumah panggung yang luasnya dapat ditinggali oleh tiga, sampai lima orang sekaligus. Rumah yang ditinggalkan karena dijual, untuk menambah biaya pindah tempat tinggal ke kawasan yang lebih tenang, selepas kejadian tak mengenakan menimpa Qilistaria dulu. Derian kembali
“Humm~!” Ryuuki merajuk. Dia mengerutkan keningnya dan menekuk bibir akibat merasa sebal. Anak itu berlaku cemberut untuk sekarang, dikarenakan sudah seminggu lamanya, … ia tak dapat berdekatan dengan sang ibu. Di mana, ia sudah dilarang untuk tidur bersama, dimandikan oleh ibunya, dan belajar di ruang kerja … secara tegas. “Ada apa, Tuan muda?” Berdiri di samping meja belajarnya yang kali ini kembali ke tempat asalnya ia biasa belajar, … adalah sang ajudan dari Duke, Estevan. Estevan yang berwajah cerah, bersikap riang, dan berhati lapang, … karena gajinya dinaikkan sebanyak dua kali lipat akibat sarannya terhadap sang Duke sangat efektif dan juga begitu membantu. Buktinya, Estevan bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri saat ini. Yakni, sang Duchess kembali menaruh perhatian baru terhadap majikan utamanya. “Apa Anda kesulitan dengan sesuatu? Beritahu Saya!” seru Estevan sembari tersenyum lebar, yang entah mengapa terasa begitu mengesalkan di mata Ryuuki. “Kau tak perlu
“…?” Qilistaria memberanikan diri tuk sedikit menolehkan kepalanya ke belakang. Begitu ia menoleh seperti itu, dirinya pun langsung dipertemukan dengan wajah suaminya, Derian, yang menyorotkan netra merah menyala miliknya supaya memandang Qilistaria lamat-lamat. Manik mata yang seindah batu rubi itu berkontak mata dengan milik Qilistaria secara intens, seolah-olah … dirinya tengah memancarkan segenap perasaannya, hanya lewat lirikkan mata. “… H-hp!” Qilistaria mengulum bibir. Dia membelalakkan mata, dan spontan menahan nafas sewaktu menyadari kalau wajah Derian semakin mendekat. Bahkan, pangkal hidung mereka saja sempat bersinggungan untuk sebentar. Tak kuat dengan aksi yang membuat wajahnya jauh semakin memerah lagi, wanita berstatus ibu satu anak itu pun memejamkan matanya pasrah. Dia akan menerima apa pun yang hendak Derian berikan saat ini secara senang hati, dan dengan dada yang menggebu-gebu akibat jantung berdebar kencang. Namun, …. “Ughh! Minggir~!” SRUAK