#Istri_Gaib
Bab 12 : Ngambek
“Bang, jadi kamu akan tidur bersamanya malam ini?” tanya Maura dengan nada sinis dan melepaskan tangannya dari leher Haikal.
Dengan tampang masam, Maura melepaskan tangan Haikal dari pinggangnya lalu naik ke atas tempat tidur dan berbaring kemudian menutupi seluruh tubuh dengan selimut.
Haikal menghela napas panjang melihat tingkah Maura yang kini sedang merajuk. Padahal baru sehari ia beristri dua, kepala sudah pusing saja.
“Sayang, jangan ngambek ah!” Haikal masuk ke dalam selimut Maura dan menggodanya.
“Pergilah ke kamar istri baru Abang, keloni dia!” Maura membelakangi sang suami.
Haikal menahan senyum melihat tingkah Maura, ia makin gemas saja. Ia mendekatkan tubuh dan memeluknya dari belakang, lalu mencium pundaknya dengan penuh kerinduan.
“Sayang, percayalah ... yang Abang cinta itu cuma adek saja. Abang tak mempunyai perasaan apa pun kepada Nindi, dia hanya istri formalitas saja. Semua akan berjalan sesuai keinginanmu!” bisik Haikal berusaha meyakinkan sang istri.
Maura membalikkan tubuh, lalu menatap Haikal seraya mengusap pipinya. Ia begitu mencintai pria itu, ia juga tak tega jila marah terlalu lama. Keduanya saling tatap dan tersenyum, ritual malam pun dimulai.
“Ponselnya jangan ditinggal lagi, nanti Abang sudah untuk menghubungi Adek. Mana kangen tiap waktu,” bisik Haikal sambil terus beraksi.
Maura hanya mengangguk sambil tersenyum.
*******
Sedangkan di kamarnya, Nindi masih menunggu Haikal yang tak kunjung datang. Hatinya sedih dan benar-benar tak mengerti, ada drama apa di balik pernikahan mereka sihingga sang suami tak sudi tidur bersamanya. Ia sedikit tersinggung.
Satu jam Nindi mencoba memejamkan mata, tapi tak bisa tertidur juga. Ia memang kesulitan tidur di tempat yang baru, apalagi seorang diri begini. Perlahan, air matanya meleleh juga. Ia tak dapat menahan kesedihan ini.
Sedangkan di kamar depan, Haikal masih memadu cinta bersama Maura dan melupakan janjinya kepada Nindi. Ia selalu melupakan apa saja jika sudah bersama wanita berambut merah itu yang panah asmaranya begitu menghujam jantung.
Hingga subuh, Nindi belum bisa tertidur juga. Berkali-kali ia meraih ponsel dan melihat waktu, tapi yang ditunggu tak kunjung datang juga.
“Mungkinkah Bang Haikal ketiduran di ruang kerjanya?” gumamnya sembari bangun dari tempat tidur, dan mengusap matanya yang berair lalu meringkuk dengan memeluk lutut.
*******
“Bang, aku pergi dulu.” Maura mencium pipi Haikal dan kemudian melangkah turun dari tempat tidur.
Haikal mengusap pipinya lalu meraba ke sebelah kanan tempat tidur, sang istri sudah tak ada lagi. Ia membuka mata perlahan, lalu melihat jam yang ada di dinding. Maura pasti akan selalu pergi sebelum jam 06.00 pagi, ia sudah hapal.
Dengan malas, Haikal bangkit dari tempat tidur lalu melangkah meraih handuk dan mandi. Setelah berpakaian rapi, ia keluar dari kamar dan baru teringat akan Nindi. Ia melangkah menuju kamar sang istri baru, dan membukanya tapi sudah tak ada siapa pun di kamar dengan nuasa putih itu.
"Nindi!" panggilnya.
Dari dapur, tercium aroma masakan. Haikal langsung menuju dapur dan mendapati Nindi sedang memasak di sana.
"Pagi, Bang," sapa Nindi dengan tersenyum manis. "Duduk, Bang, kita sarapan bareng!" sambungnya sembari meletakkan nasi goreng di atas meja makan.
Haikal tersenyum tipis, lalu duduk. Diliriknya mata Nindi yang terlihat bengkak dengan lingkaran hitam di sekelilingnya.
"Matamu kenapa, Nin?" tanya Haikal sedikit khawatir, sebab ia tak mau diduga KDRT di usia pernikahan yang baru dua hari.
"Nindi gak bisa tidur, Bang," jawab Nindi sambil duduk di kursi depan Haikal.
Haikal tersenyum tak enak, sebab ia telah mengingkari janjinya untuk tidur di kamar Nindi tadi malam.
"Maafkan Abang, Nin, tadi malam ketiduran di ruang kerja," ujar Haikal sambil melirik wanita berhijab di hadapannya yang terlihat begitu anggun dengan balutan gamis berwarna pink muda itu.
"Iya, Bang, gak apa-apa. Nindi emang susah tidur kalau di tempat yang baru," ujar Nindi sambil meraih piring sang suami dan mengisinya dengan nasi goreng buatannya lalu menambahkan ayam goreng dan telor dadar. "Silakan, Bang!"
Haikal tersenyum tipis lalu mulai menikmati sarapannya. Masakan Nindi lumayan enak, tapi dia tetap menyukai masakan Maura. Semuanya tetap Maura yang paling unggul dan menguasai hati juga pikirannya.
"Bang, nanti siang mau dimasakin apa?" tanya Nindi masih berusaha mencairkan suasana hening di antara dirinya dan Haikal.
"Hmmm ... Abang makan siang di kantor, Din, pulangnya gak tentu. Bisa sore, kadang juga malam. Kamu gak usah nungguin Abang pas makan siang nanti!" jawab Haikal pelan.
"Oh .... " Nindi tersenyum lagi, ia memang belum mengetahui jam kerja suaminya.
"Kamu, kalau bosen di rumah sendiri, main ke rumah Ibu saja!" Haikal mengakhiri sarapannya.
Nindi mengangguk, lalu mendekatkan gelas air putih untuk suaminya.
Setelah selesai sarapan, Haikal beranjak menuju garasi dan mengeluarkan motornya.
"Abang pergi kerja dulu!" Haikal meraih tas kecilnya yang dibawakan oleh sang istri baru.
"Iya, Bang. Hati-hati!" Nindi tiba-tiba memeluk Haikal.
Haikal terkejut melihat apa yang dilakukan Nindi, ia tertegun dan tak mampu menolak pelukan dari wanita yang memang telah sah menjadi istrinya itu.
Nindi melepaskan pelukannya dan menahan senyum melihat ekspresi wajah suaminya yang terlihat merona karena ulah agresifnya.
"Assalammualaikum, Bang," ujar Nindi lagi sambil meraih tangan Haikal dan mencium punggung tangan sang suami.
"Eh ... walaikumsalam." Haikal baru tersadar lalu mengusap dahinya yang mendadak berkeringat.
"Hati-hati, Bang!" ujar Nindi sekali lagi dengam melempar senyum termanisnya.
Dengan gugup campur grogi, Haikal naik motornya lalu memasang helm. Kemudian menoleh sekilas kepada wanita yang kini melambaikan tangan kepdanya.
Haikal mulai mengendarai motor dan keluar dari perkarangan rumahnya.
Melihat sang suami sudah melaju di jalanan, Nindi masuk ke rumah dengan tersenyum-senyum sendiri mengingat ekspresi wajah Haikal saat dipeluknya tadi.
"Agresif sama suami sendiri gak apa-apa kali, ya? Abisnya dia pendiam banget, kayak CEO di drakor saja," gumam Nindi sambil membereskan piring kotor lalu mencucinya.
Ia masih mencoba memahami sifat sang suami. Jika Haikal mengharuskan dirinyalah yang memang harus agresif, maka ia akan melakukananya demi kelangsungan hubungan pernikahan ini. Walau sebenarnya, ia juga pendiam dan pemalu. Tapi, kalau tak ada yang mau memulai duluan, maka akan membutuhkan waktu lama untuk bisa akrab.
*******
Dengan jantung yang masih berdebar-debar, Haikal terus memacu motornya. Tak bisa ia pungkiri, hatinya sedikit bergetar saat bersama Nindi, apalagi melihat senyum manis ceria itu.
Akan tetapi, bayangan tatapan mata juga wajah kecut Maura saat merajuk langsung terlintas di ingatannya. Ia mulai menguasai diri dan menekankan kesetiaan yang harus ia tanamkan di hati. Hanya Maura yang boleh ia cinta, ia takkan bisa hidup tanpanya. Mauralah segala-galanya, hanya Maura dan tetap Maura. Maura pemilik hati juga jiwa dan raganya.
Bersambung ....
#Istri_GaibBab 83 (Tamat)“Pa, aku nggak bisa berubah menjadi manusia seutuhnya lagi .... “ ujar Meiry sambil menangis sambil mendekat ke arah papanya yang masih setia menunguinya.“Jadi ... Papa harus gimana, Nak?” Haikal menggenggam tangan putrinya.“Selama tinggal, Pa, jangan lupakan aku ... putrimu .... “ ujar Meiry sambil menyeka cairan merah yang terus berjatuhan dari matanya.“Nggak, Mei, Papa tetap akan membawamu pulang ... ayo!” Haikal mengeluarkan Meiry dari air dan menggendongnya.“Jangan, Pa, wujudku tak sempurna sekarang ... nanti Mama Nindi, Nenek Ida dan Kak Hana akan takut kepadaku ... biarkan aku tetap hidup di sungai, Pa,” bantah Meiry.Haikal tak memperdulikan perkataan putrinya itu, ia langsung memasukkan Meiry ke dalam mobilnya dan segera memacunya menuju arah pulang.Tiba-tiba, rasa sesak juga susah bernapas mulai dirasakan Meiry lagi, ia memegan
#Istri_GaibBab 82 : Sakit“Meiry .... “ Haikal yang ketika masuk ke dalam rumah langsung mendekati kamar Meiry kaget saat melihat putrinya itu basah kuyup.“Papa ... pulang ... Meiry .... “ Meiry memegangi dadanya yang terasa sesak, ia sekana tak bisa keluar dari dalam itu.“Kamu kenapa, Mei?” Haikal mendekat.Meiry segera berlari masuk ke dalam kamar mandi, lalu masuk ke dalam bak dan menenggelamkan dirinya. Kondisinya benar-benar kacau saat ini, padahal ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Sekarang baru pukul 20.00 padahal, beda halnya jika sudah pukul 00.00.“Nak, kamu kenapa?” tanya Haikal sambil mengejar Meiry ke kamar mandi.Setelah menyelam beberapa detik, Meiry mengeluarkan kepalanya. Sedangkan Haikal, ia menatap putrinya itu dengan raut cemas.“Meiry ... kamu kenapa, Nak?” tanya Haikal sambil mengelus rambut merah putrinya.“Aku nggak tahu, Pa,
#Istri_GaibBab 81 : BimbangHaikal kembali ke rumahnya setelah mengantar Bu Ida pulang. Ia jadi terus kepikiran akan pembericaraan mereka tadi. Dengan menghela napas berat, ia duduk di sofa ruang tengah lalu memegangi kepalanya dengan segala macam permasalahan. Hana belum sadar dari komanya, tapi kini ia malah resah akan nasib Meiry jika ibunya memanggil Ustaz Bumi.“Ya Tuhan ... bagaimana ini?” gumam Haikal.Haikal menggelengkan kepalanya. Ia tahu, Meiry siluman tapi ia ingin tetap bersamanya dan tak ingin kebersamaan mereka terusik. Sudah cukup ia merelakan berpisah dengan Maura dulu, tapi kini ia tak mau kehilangan darah dagingnya bersama sang istri gaib. Ia sangat berharap Meiry bisa menjadi manusia dan hidup layak, bersamanya.“Papa udah pulang?” Meiry yang baru keluar dari kamarnya, sambil menghampiri sang papa yang terlihat begitu kusut, duduk dengan memegangi kepalanya.“Eh, iya, Nak. Kamu lagi ngapain
#Istri_GaibBab 80 : Dugaan Bu IdaSiluman Buaya Putih menunggui Hana semalaman dan memastikan gadis itu masih hidup. Pagi ini ia sudah bersiap mengantar putri dari Haikal dan Nindi itu ke dasar pantai agar bisa menghirup udara segar dan tak sepertinya yang hanya menghabiskan waktu di dalam air. Andai ia bisa memilih, maka ia ingin terlahir sebagai manusia.Ketika matahari sudah menampakkan sinarnya, siluman buaya putih dengan wujud silumannya mulai membawa tubuh Hana ke permukaan air, ia memasukkan Hana ke dalam mulut panjangnya. Sesampainya di permukaan air, ia celingukan untuk meletakkan tubuh gadis berambut merah itu karena jilbabnya sudah terlepas saat Hana tenggelam waktu itu.“Toloong ... ada buaya!” teriak seseorang dari pinggir pantai saat melihat siluman buaya putih menampakkan kepalanya ke permukaan.“Mana? Ini pantai, Bro, air asin, mana mungkin ada buaya!” sanggah pria lainnya.“Itu ... lihat
Istri GaibBab 79 : TenggelamHaikal dan Nindi sudah kembali ke pinggir pantai, sedangkan Hana dan Meiry masih belum bisa ditemukan. Supir speadboat sudah meminta bantuan kepada teman-temannya untuk membantu mencari, juga sudah menghubungi tim pengawasan pantai guna membuat pengaduan adanya pengunjung pantai yang tenggelam agar bisa dibantu mencari dua penumpang banana boat yang hilang itu.“Bang, semoga kedua putri kita baik-baik saja .... “ Nindi mengusap air matanya yang terus berjautuhan sejak tadi.“Kita berdoa saja, Sayang.” Haikal merangkul bahu Nindi, ia juga sedang bersedih sekarang.Sedangkan di tengah-tengah pantai, beberapa tim masih melakukan pencarian. Tim penyelam juga sudah diturunkan ke dasar pantai untuk mencari dua putri Haikal yang tenggelam.***Meiry yang sudah melempar Hana ke dasar laut, segera berenang ke permukaan. Ia berharap saudara tirinya itu segera mati agar ia bisa hidup tenang d
#Istri_GaibBab 78 : Pantai Pulau DatokMeiry sangat kesal atas ucapan Hana kepadanya tadi, ingin rasanya ia melenyapkan saudara tirinya itu saat ini juga. Andai saja ia bisa, sudah lama ia melakukannya. Kini ia hanya bisa mengamati Hana dan cowok yang membawa kamera itu dari kejauhan saja.Ada rasa iri di hatinya jika ada cowok yang menyukai Hana dan ia takkan membiarkan hal itu terjadi sebab dia tetap harus unggul dibandingkam anak dari pelakor yang telah merebut sanga ayah dari Ibunya.Sedangkan Hana, setelah berpose dengan segala macam gaya, kini ia sedang duduk di sebuah kafe yang berada di dalam lingkup Villa. Ia sedang melihat hasil jepretan cowok yang baru dikenalnya itu.“Bagus banget, Bang, hasil fotonya,” ujar Hana.“Objeknya juga bagus, itu yang paling mendukung,” jawab cowok itu sambil melirik gadis berhijab di sebelahnya.“Hmm ... iya juga sih, hahaa .... “ Hana menutupi mulutnya sambi