Alec terkekeh. Lebih keras. “Kenapa tubuhmu tiba-tiba menjadi kaku, Alea?”
“A-aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, Alec.” Alea berharap suaranya tak terdengar seperti sebuah cicitan.
“Aku tidak memikirkan apa pun? Kenapa kau harus takut apa yang kupikirkan?”
“Dari mana kau mendengar kabar itu?”
“Bukan itu yang terpenting. Dan gosip itu juga tidak penting. Jangan membuang pikiranmu untuk hal semacam itu. Kau tahu aku memercayaimu, kan?”
Alea tak tahu harus merasa lega atau tidak dengan kepercayaan yang diberikan Alec. Nyatanya ia mengkhianati kepercayaan itu dan masih memberikan hatinya untuk Arza.
“Aku memberikanmu segalanya. Pernikahan, perasaanku, dan memenuhi semua kebutuhanmu. Bahkan aku menanggung beban keluargamu. Aku tahu kau bukan istri yang tidak tahu terima kasih. Jadi kau tidak mungkin mengkhianatiku.”
“K-kenapa?” Alea benar-benar kehilangan suaranya. Bongkahan berat menyumpal tenggorokannya.
“Kenapa apa?” A
Malamnya, Alea menyambut Alec yang muncul di pintu kamar dengan gugup. Berharap wajahnya tidak terlihat janggal meski berkali-kali ia sudah memastikannya di depan cermin. Raut lelah dan letih pria itu menunjukkan seberapa banyak urusan kantor yang menyita perhatian Alec. Ia sedikit bersyukur, kesibukan Alec membuatnya memiliki waktu lebih banyak untuk dirinya sendiri.Alec terhenti sejenak. Matanya menyipit sedikit penuh selidik ke arah Alea. Wanita itu berdiri di tengah kamar, dengan jubah tidur yang dibelikannya kemarin. Rambut tersisir rapi dan wajah yang dipoles tipis. Membuatnya ingin segera membawa wanita itu ke ranjang.Tapi ia tak akan melakukannya, sekarang. Ia tahu tujuan wanita itu menyambut kedatangannya dengan penampilan menggoda tersebut. Ia tahu Alea sudah tahu bahwa ia tahu rahasia istrinya. Tak menduga Alea akan menggunakan cara ini untuk mencairkan kemarahannya.Alea berjalan mendekat, mengambil jas dan tas dari Alec dan bertanya apakah ia haru
“Apa hari ini kau ada kegiatan yang ingin kaulakukan?” tanya Alec pagi itu di meja makan sebelum berangkat ke kantor.Alea berhenti mengunyah, wajahnya terangkat sedikit ke arah Alec lalu menggeleng dengan ragu. Sebelum ini, ia selalu punya kegiatan tak penting di luar rumah sebagai dalihnya untuk bertemu dengan Arza. Tetapi setelah tahu Alec mengawasinya dan Arza, tentu saja itu bukan pilihan yang bijak. Mungkin ia hanya bisa menghubungi Arza lewat sambungan telpon, untuk memperingatkan pria itu agar berhati-hati.Alec mengangkat salah satu alisnya, dengan seringai di ujung bibir. “Apa karena kau tahu aku mengawasimu dan kakak angkatmu itu?”Alea tak menjawab, wanita itu hanya menunduk menatap makanan di piringnya yang masih tersisa setengah.“Pilihan yang bagus, Alea.” Alec menandaskan kopinya kemudian berdiri dan membungkuk untuk mencium bibir Alea. “Kau masih bebas bersenang-senang di luar sana. Jangan buat ak
Setelah melihat mobil Alec keluar dari gerbang, Alea bergegas ke lantai satu. Meminjam ponsel salah satu pelayan untuk menghubungi Arza. Dan sepertinya Arza memang sengaja menghindari panggilannya. Nomor asing pelayan Alec diangkat di deringan kedua.“Arza?”Mengenali suara Alea yang langsung mendesak telinganya, Arza terdiam.“Jangan ditutup! Kau tahu aku tak akan berhenti sebelum kita bicara,” larang Alea sekaligus mengancam. Merengek dan memaksa.Arza terdengar menghela napas.“Panggilan ini aman. Setelah melihat mobil Alec keluar dari gerbang, Alea bergegas ke lantai satu. Meminjam ponsel salah satu pelayan untuk menghubungi Arza. Dan sepertinya Arza memang Aku meminjam salah satu ponsel pelayan. Alec tak mungkin menyadapnya seperti yang dilakukannya pada ponselku.”“Ada apa, Alea? Kau tahu ini tidak benar.” Suara Arza melirih. Tak henti-hentinya mendesah pelan dengan kekeras kepalaan
Seorang pelayan mendekat dan menyerahkan jubah satin berwarna krem kepadanya ketika Alea keluar dari ruang makan. Kedua tangannya memeluk tubuh untuk menutupi dadanya yang terbuka dengan pakaiannya yang robek. Berharap tak ada robekan lain selain di bagian depan.Meski Alec tak membiarkan para pelatan melihat ketika pria itu menyetubuhinya seperti hewan di ruang makan, Alea yakin para pelayan itu tahu ayang mereka lakukan di dalam sana. Dan berpura-pura tak tahu adalah satu-satunya pilihan yang mereka miliki.Alea mengambil jubah satin itu, mengenakannya untuk menutupi pakaiannya yang tak tertolong. Setidaknya penampilannya harus terlihats sopan dalam perjalanannya menuju kamar. Ya, kamar Alec. Ia tak ingin ke atas, tapi seluruh jenis kamar di ruangan ini sudah dikunci. Tujuan mutlak hanya di sana.Alec tak ada di kamar, membuat Alea sedikit bisa bernapas. Ia langsung menuju kamar mandi, membersihkan diri, sebersih mungkin hingga tubuhnya bersih dari segala maca
Pagi Alea yang tak pernah terasa baik sejak Alec datang tiba-tiba di hidupnya, hari ini semakin buruk oleh serangan muntah yang tiada henti-hentinya sejak bangun dari tidur.“Apa yang kaulakukan?” tanya Alea melihat salah satu pelayan yang berusaha menjauh seraya mengeluarkan ponsel di saku. Menekan beberapa tombol dan menempelkan di telinga tepat ketika Alea menoleh dan merasa mualnya sudah berhenti. Untuk sesi ini, dan biasanya akan muncul tak lama lagi.Alea berdiri dengan bantuan pelayan yang lain dan duduk di atas toilet.“Jangan hubungi suamiku. Dan jangan beritahu apa pun tentang ini.” Alea mengusap bibirnya dengan punggung lengan.“T-tapi, Nyonya. Anda terlihat butuh ...”“Aku tidak butuh apa pun.” Apalagi Alec, lanjut Alea dalam hati.“Anda harus ke rumah sakit.”Alea terdiam. Rumah sakit? Apakah ia bisa pergi ke rumah sakit dengan menggunakan keadaannya ini? Pergi k
Praangggg ...Alec membanting guci di meja ke lantai tepat di hadapan Janu, hancur berkeping-keping. Janu tetap bergeming di tempatnya, ekspresinya datar nyari tenang denga kemurkaan yang dilimpahkan Alec padanya. Pun dengan dua pelayan wanita yang menjaga Alea di rumah sakit. Beberapa pecahan itu mengenai betisnya dan darah merembes dari sana. Tapi kedua pelayan wanita itu sama bergeming. Menyadari pelarian sang Nyonya adalah keluputan mereka."Dia sedang sakit dan ... hamil. Tapi kalian bertiga tak becus dan membiarkannya lolos di depan hidung kalian? Huh?" Alec maju beberapa langkah di depan Janu, melayangkan satu tinju yang bisa dipastikan akan mematahkan tulang hidung pengawal malang itu.Janu terdorong dua langkah ke depan, tapi keseimbangan tubuhnya bekerja dengan baik dan menahannya dari terjengkang ke belakang. Lalu kembali ke tempatnya semua. Mengabaikan darah yang mengucur dari hidungnya."Cari dia sekarang! Pastikan aku melihat istriku sebelum
“Siapa kau?” cicit Alea, beringsut menjauh dan memberi jarak sejauh mungkin dengan pria yang dipanggil bos. Pria itu hanya menjawab dengan seringai, lalu berpaling.“Apa Alec yang menyuruhmu membawaku pulang?”Pria itu tak mengiyakan ataupun menyangkal. Entah apa yang membuat wanita itu menuduh suami sendiri atas dalang penculikan ini, semua bukan urusannya. Ia menggunakan Mahendra satu ini hanya untuk memancing kawan lamanya keluar dari persembunyian. Tanpa mengusik Cage, apalagi Ganuo.“Aku tak ingin pulang ke rumah!” teriak Alea.Pria yang duduk di jok depan mendengus sambil menoleh ke belakang. “Tenang saja, cantik. Kami tak akan membawamu pulang.”Ujung kelopak mata Alea berkerut. Tetap bertanya dengan putus asa ke mana mereka akan membawanya jika bukan ke rumah? Apakah ini salah satu trik Alec untuk menghukumnya karena melarikan diri dari rumah? Apakah penculikan ini ditujukan untuk membuatnya t
Suara langkah kaki yang bergema dari arah ujung lorong rumah sakit membuat Arsen menoleh. Melihat Alec Cage, adik iparnya dengan satu bodyguard yang berjalan di belakang, mendekat ke arahnya. Dengan kemarahan yang siap meledak kapan pun.Walaupun ia tahu kemarahan Cage kali ini pun tampak tak terelakkan, setidaknya Arza dan anak Cage masih hidup. Kebebalan adiknya benar-benar sudah berada di batas ambang kesabaran Cage. Dan ia pun sudah kehilangan akal untuk membersihkan otak adiknya itu.Bagaimana tidak? Alea mengelabui pengawal pria itu demi mencari Arza dan membuat adiknya itu nyaris mati karena pendarahan. Apakah Alec dalang di balik peringatan keras ini? Arsen menggeleng. Alec bahkan sibuk mengerahkan seluruh anak buahnya untuk menemukan Alea lengkap dengan nyawa dan kebebalan adiknya. Tetapi siapa yang tahu kelicikan pria itu?Jika saja Arza tidak menghubunginya dan mengatakan Alea dalam bahaya. Dan ia terlambat semenit saja untuk menyelamatkan Arza dan ny