Mata Aisyah terbelalak di bawah selimut, ia segera bangkit, memandang Faiz tajam, dan seolah-olah menutup tubuhnya lalu berucap, "Ihh, kak Faiz, apasiih! Mesum bangett!" ucap Aisyah kesal, memukul lengan Faiz, lalu berlari menuju kamar mandi untuk wudhu.
Faiz tertawa, "Hahah, dasar bocah," sambil geleng-geleng kepala, "Humairaku, kan kita udah sah, nggakpapa kali ngelakuinnya, dapat pahala loh," teriak Faiz. Kemudian dari kamar mandi, Aisyah berteriak, "NGGAKK!!"Merekapun melaksanakan sholat tahajjud. Setelah selesai, Aisyah buru-buru bangkit, ingin naik kekasur, namun Faiz menghentikannya, "Ehh, mau ngapain?" tanya Faiz, Aisyah heran dengan pertanyaan Faiz, lalu berucap, "Ya kan, aku mau lanjut tidur," ucap Aisyah, menguap. Kemudian Faiz berkata, "Ini udah mau sholat subuh, kita tunggu aja ya? Sambil tadarusan," ucap Faiz lembut."Tapi aku ngantuk, kak Faizz," ucap Aisyah sedikit manja. Lalu Faiz tersenyum lembut, "Bentar, nggak akan ngantuk lagi kok, yuk ambil Al-Qur'an nya, aku mau dengar kamu ngaji, baca surah Al-fatihah."Aisyah menarik nafas kesal, "Al Fatihah, anak kecil aja tau, kak Faizz," ucap Aisyah, lalu Faiz menjawab, "Iyakan, kamu masih kecil," kata Faiz, membuat Aisyah mengerucutkan bibirnya mendengar pernyataan Faiz.Lalu, Aisyah memulai membaca Alquran di tangannya, "Bismillah," ucapan Aisyah terpotong oleh Faiz, "Ta'awudz dulu, Humairaku," ucap Faiz, menatap Aisyah.Kemudian Aisyah mengulang dan membaca ta'awudz, "A'usubillahi minadzaitani rojim," kemudian Faiz memotong lagi, "Bukan 'ausu', Humairaku, cantikku, tapi 'a'udzubillahi'," ucap Faiz membenarkan.Aisyah mengulanginya kembali, "A'udzubillahi minasy syaithaanir rajiim," kali ini sudah benar. Faiz pun berkata, "Waaah, hebat sekali, sayang. Ayo lanjutkan," ucapnya penuh antusias, membuat Aisyah senang.Setelah selesai tadarusan dan sholat, mereka mengemasi barang-barang mereka karena mereka akan segera pindah ke rumah baru mereka dan akan memakan waktu sekitar 2 jam untuk sampai."Kak Faiz, aku bantu umi di dapur dulu ya? sisanya kak faiz aja yang ngerjain" ucap Aisyah.Kemudian Faiz mengangguk, "Iya, Humairaku, tapi ketika kamu mau minta tolong, ucapkan terlebih dahulu kata 'tolong'nya ya? Seperti tadi, 'tolong sisanya, kak Faiz aja ya yang ngerjain', kan lebih enak didengarnya," ucap Faiz, sambil menoel hidung Aisyah.Kemudian diangguki oleh Aisyah, "Baiklah, pak suami. Aisyah minta tolong yaa?" ucap Aisyah, kemudian menuju dapur.Di dapur, sudah ada umi yang sedang memasak, "Umi, Aisyah bantu ya?" ucap Aisyah."Ehh, anak umi, mau bantuin umi ya?" ucap Fatimah, kemudian diangguki Aisyah, "Emm, bagaimana kalau Aisyah potong-potong sayuran itu aja?" tawar uminya."Baik, umi," ucap Aisyah antusias, lalu memotong sayuran di atas meja dapur.Keduanya sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi, aroma makanan menyeruak diseluruh ruangan, membuat para suami menghampiri istri-istri mereka.Kemudian Faiz berucap, "Abi, inilah yang Abi rasakan setiap Abi melihat umi? Begitu bahagia rasanya hati ini menyaksikan istri Faiz sendiri," ucap Faiz, menatap Aisyah.Kemudian Abinya menjawab, "Ya, begitulah, nak. Semakin kamu membuat istrimu bahagia, maka semakin lancar pula rezekimu," ucap abinya, lalu melanjutkan, "Oh iya, kalau istri kita tengah sibuk urusan rumah tangga, dan kita senggang, kita bantuin dia, karena pekerjaan rumah tangga itu bukan kodratnya wanita."Kemudian Faiz mengangguk, "Iya, Abi. Faiz tahu hal itu karena sedari kecil Faiz menyaksikan Abi selalu membantu umi. Jadi, Faiz akan mengikuti jejak Abi, cukup satu wanita saja, dan menjadikannya pasangan dunia akhirat," ucap Faiz tulus.Kemudian Faiz melangkahkan kakinya mendekati Aisyah lalu berucap, "Humairaku, lagi ngapain ini?" ucapnya lembut.Kemudian Aisyah menatap Faiz, "Ini, Aisyah lagi motong sayuran, Kak Faiz," ucap Aisyah lembut.Faiz manggut-manggut, "Aku bantuin ya?" kemudian melingkarkan tangannya memeluk Aisyah sambil memotong sayuran.Umi Fatimah yang menyaksikan itu berkata, "Hmm, dunia bersama milik berdua, abi sama umi mah ngontrak," ucapnya sedikit bercanda. Abi Faizal yang tak mau kalah, turut juga memeluk Fatimah dan berucap, "Habibatiku, Abi pengen makan ayam kecap ya?" ucapnya manja, mencium pipi Fatimah.Aisyah melihat itu, merasakan damai dihatinya, tanpa sadar airmatanya menetes. Faiz yang sadar, Aisyah menangis, kemudian membalikkan tubuh Aisyah menghadap dirinya lalu berucap, "Ada apa, Humairaku?" tanya Faiz panik.Aisyah segera memeluk erat tubuh Faiz dan berucap, "Aisyah kangen melihat ayah dan ibu. Bahkan Aisyah hanya memiliki momen bahagia bersama ayah dan ibu yang bisa dihitung dengan jari," ucap Aisyah menangis tersedu-sedu. Aisyah sangat tersentuh melihat kemesraan Abi dan ummi lanjutnya.Kemudian umi Fatimah mendekat, berkata, "Umi dan abi kan sekarang orang tua Aisyah juga. Memang betul, umi dan Abi tidak bisa menggantikan posisi ini dan ayah Aisyah di hati Aisyah, namun Abi dan umi sangatlah menyayangi Aisyah seperti kami menyayangi Faiz," ucap Fatimah lembut."Betul nak, kamu adalah pelengkap keluarga kami, dan kami sangat menyayangimu lebih dari apa yang kamu bayangkan, jadi sedihnya jangan lama-lama ya nak?" ucap Faizal lembut.Faiz menatap mata Aisyah lekat, "Humairaku, kini kamu adalah istriku. Apapun yang membuat mu sedih, maka aku pun ikut bersedih, begitupula sebaliknya. Ketika kamu merasa bahagia, maka aku akan merasa bahagia juga. Jadi, apapun yang mengganggu hatimu, beritahukan kepadaku, kita akan berbagi senang dan sedih bersama, oke?" ucapnya Faiz lembut, sembari mencium dan mengelus lembut kepala Aisyah."Terimakasih, kak Faiz, umi, Abi, terimakasih karena kalian telah menerima Aisyah menjadi keluarga kalian, menyayangi Aisyah, dan mencintai Aisyah. Aku benar-benar berpikir bahwa ibu telah menitipkan Aisyah kepada orang yang sangat tepat," ucap Aisyah lembut."Sama-sama sayang," ucap mereka lalu saling berpelukan. Merekapun melanjutkan aktivitas memasak mereka, dan para suami menyiapkan piring, air, pencuci mulut di atas meja makan."Tadaa, masakan umi dan Aisyah udah jadi," ucap uminya antusias, sembari meletakkan lauk pauk yang mereka buat. Aisyah mulai mengambil nasi dan meletakkan di atas meja makan."Yasudah, ayo makan," ucap umi Fatimah tersenyum, mengambilkan nasi dan ayam kecap untuk Abi Faizal, sesuai permintaan sebelumnya.Aisyah menatap Faiz dan bertanya lembut, "Kak Faiz mau makan apa?" Faiz menjawab, "Tentu saja, aku mau makan sayuran buatan Humairaku yang cantik ini," ucap Faiz, menoleh ke arah Aisyah. Aisyah tersenyum manis ke arah Faiz lalu segera mengambilkan nasi dan sayur untuk Faiz.Faiz pun mencoba masakan istrinya untuk pertama kalinya. "Eeemm, ini enak sekali, Humairaku," ucapnya sambil menambahkan sayuran itu ke piringnya.Abi Faizal yang menatap itu ingin merasakan masakan Aisyah yang nampak sangat lezat dinikmati oleh Faiz. "Faiz, berikan Abi juga dong," pinta abinya, menyodorkan piringnya.Namun Faiz menolak, "Enggak, inikan masakan istri Faiz. Jadi ini khusus untuk Faiz," ucap Faiz. Namun karena keras kepala, Abi Faizal menuangkan sendiri sayur buatan Aisyah ke dalam piringnya.Dan karena rasa penasaran Aisyah, ia pun turut ingin mencoba masakannya sendiri. Abi Faizal dan Faiz reflek berkata tidak, namun Aisyah tetap kukuh mencobanya. "Ini asin banget," ucap Aisyah, segera berkumur menghilangkan asin di mulutnya.Faiz berkata, "Sekarang ini aku memang suka makanan yang asin-asin, Humairaku." Mereka berbohong agar Aisyah tidak sakit hati.Fatimah menatap Aisyah yang terdiam, "Nak, nggak semua hal yang kita buat itu selalu menjadi terbaik, tapi seiring waktu berjalan kamu akan pandai sendiri dalam melakukan hal ini karena nanti ini akan menjadi kebiasaanmu.""Yasudah, Aisyah, ayo makan nak. Kan setelah ini kamu dan Faiz akan pindah rumah, jadi harus banyak makan biar perut kenyang sampai tujuan," ucap abinya sedikit menghibur Aisyah.Merekapun melanjutkan makan dengan tenang. Setelah selesai, Aisyah dan Faiz mencuci piring bersama, terdengar canda dan tawa di antara mereka berdua.Fatimah dan Faizal menatap keduanya dan berkata, "Jadi ingat kita dulu begitu juga waktu awal nikah," ucap Faizal mengingat momen awal pernikahannya dengan Fatimah. Kemudian Fatimah berkata, "Iya, Abi, nggak kerasa sudah banyak waktu yang kita lewati bersama," ucapnya, bersandar di bahu Faizal.~Brukk.. HumairakuFaiz memegang ubun-ubun Aisyah lalu membaca: الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوب "Allaziina aamanuu wa tathma'innu quluubuhum bizikrillaah, alaa bizikrillaahi tathma'innul-quluub" Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S Ar-Ra’d: 28). Keesokan paginya, seperti biasa Aisyah dan Faiz berbagi tugas membersihkan rumah. Sementara Aisyah membuat sarapan dan mencuci baju, Faiz menyapu dan mengepel lantai. Kemudian, setelah pakaian selesai dicuci oleh Aisyah, Faiz menjemurnya. Saat menjemur pakaian, ibu-ibu julid datang dan berkata, "Ehh, pak Faiz, untungnya punya istri, apa sih segala pekerjaan rumah kok pak Faiz yang mengerjakan? Istrinya kemana?" Kemudian, ibu-ibu lain menjawab, "Istri pak Faiz pemalas ya? Taunya habisin duit pasti." Dengan ekspresi julitnya. Faiz tersenyum lal
Aisyah menyaksikan Faiz dari jauh, tersenyum malu-malu. "Ihh, Mas Faiz apasih, kan aku jadi malu," ucap Aisyah sambil berteriak, "Mas, masuk aja. Malu sama tetangga." Faiz pun masuk, segera menyerahkan pesanan Aisyah. "Sayang, makan dulu ya," ucap Faiz sambil menyuapi Aisyah. Aisyah menerima suapan itu dengan senang hati dan menikmatinya. Setelah merasa kenyang, Faiz membereskan sisa makanan lalu kembali ke kamar. Ia duduk di samping Aisyah, menatapnya lekat dan memeluknya erat. Aisyah yang kebingungan ingin melepaskan pelukan, namun Faiz berucap, "Aku mau peluk kamu, Sayang. Boleh kan?" Aisyah mengangguk perlahan. "Sayang, dalam rumah tangga, pasti ada aja masalah. Baik itu masalah besar maupun kecil, tapi aku mau kita bisa selesaikan masalah itu dengan kepala dingin. Tanpa marahan berhari-hari atau bahkan nggak ngomong sama sekali," ucap Faiz lirih. "Sayang, aku tahu kamu nggak siap. Banyak hal yang kamu khawatirkan. Aku nggak merasakan beratnya mual, pusing, pegal-pegal
"Aku benar-benar belum siap! aku nggak siap menerima bayi inii!" teriak Aisyah penuh frustasi "Kenapa sih, Mas, aku harus hamil?" teriak Aisyah, menatap Faiz dengan mata yang berkaca-kaca. "Kalau bukan karena kamu, Aisyah nggak bakalan hamil."Faiz menatap mata Aisyah kemudian memeluknya, diam, tidak tahu harus berkata apa. Aisyah menangis terisak, tak membalas pelukan Faiz. "Kenapa kamu lakukan itu, Mas! Aisyah belum siap untuk hamil, belum siap menjadi ibu, belum siap melewati hari-hari merawat bayi ini," bisik Aisyah dengan suara yang meredam.Setelah Aisyah mulai tenang, Faiz membuka suara, "Udah lebih tenang sekarang, Sayang? Kita pulang dulu ya, nanti kita bahas di rumah, oke?" ucap Faiz lembut, mengelus kepala Aisyah dan tersenyum.Setelah sampai di rumah, Faiz mendudukkan Aisyah di sofa. Ia mengambil segelas air dan duduk di samping Aisyah. "Minum dulu, Sayang," kata Faiz. Aisyah menerima gelas itu dan meneguk airnya sampai habis."Sayang, lihat aku," ucap Faiz lembut, memega
"Wahh, ini enak sekali, sayangku, kalau mas punya jempol banyak, dua jempol ini nggak cukup untuk masakan kamu ini." puji Faiz dengan antusias, memberikan dua jempol untuk masakan Aisyah. Mata Aisyah berbinar-binar, menatap Faiz yang lahap memakan masakannya. "Aku mau mencoba juga, nih," ucap Aisya, mengambil sendok. Namun, tindakannya dihentikan oleh Faiz. "Aku yang suapin kamu, buka mulutnya... Aaaa..." ucap Faiz, ikut menganga sambil menyuapi Aisyah. Aisyah dengan senang hati membuka mulutnya dan menggoyangkan kepalanya menikmati rasa masakan tersebut. "Wow, benar-benar enak, Mas," ucap Aisyah. Faiz, dalam kegembiraannya, melap sudut bibir Aisyah yang terkena kecap. "Masyaallah, istriku pintar sekali," puji Faiz. "Terima kasih, Mas," balas Aisyah tersenyum manis. Mereka lalu saling suap-menyuap, menikmati makanan mereka. *Berbicara dengan Orang Tua* Setelah selesai makan, mereka mencuci piring dan bekas masak. Aisyah mencuci, dan Faiz membilas. Tiba-tiba, dering telepon berbun
"A Faiz, katanya?" Gerutu Aisyah sambil menatap kesal pada wanita itu. Faiz yang melihat mimik wajah istrinya itu sedang kesal berucap. "Menyukai saya adalah hakmu, tapi jika kamu berusaha lewat jalur langit, maka saya juga akan meminta agar kamu di jauhkan dengan saya, dan hak saya untuk melakukan itu. Saya hanya akan mencintai istri saya, saya berharap kamu akan mendapatkan lelaki yang lebih baik dari saya, Dan oh ya, Humairaku, sayang sini”. Panggil Faiz kepada Aisyah untuk naik keatas panggung. Di bawah sana, Aisyah menolak dengan gelengan kepala, merasa malu. Tapi Faiz tetap bersikeras, "Gapapa, Humairaku naik sini." Aisyah akhirnya mendekat, disinari lampu yang menyorotinya. "Perkenalkan, ini istriku. Satu-satunya dan untuk selamanya, sampai maut memisahkan insyaallah," ucap Faiz dengan bangga, merangkul Aisyah. Aisyah tersipu malu, kemudian dengan ragu membuka suara. "Halo, aku Aisyah. Aku mungkin tidak pantas berada di samping Gus Faiz, tapi aku berusaha menjadi wanita
Kemudian para wanita di sana berseru, "Tentu saja dia akan dipinang". "Nah, dengar itu, para lelaki," ucap Faiz dengan senyuman. "Hahahaha!" tawa mereka serempak di dalam ruangan. “Cinta dalam Islam bukan sekadar perasaan atau nafsu belaka, melainkan ikatan yang dilandaskan pada ketakwaan kepada Allah SWT. Pacaran sering kali berpotensi melanggar nilai-nilai moral dan agama yang telah ditetapkan. Sebaliknya, meminang merupakan langkah yang lebih terhormat dalam mencari jodoh,” ucap Faiz. “Pacaran, dalam konteks modern, sering dipandang sebagai proses untuk saling mengenal antara dua individu. Ini adalah fase di mana kita dapat membangun kedekatan, saling memahami, serta menemukan kesamaan dan perbedaan. Namun, pacaran yang sehat haruslah…” lanjutnya. “Bagaimanapun, pacaran itu haram! Ya, sekalipun kalian semakin rajin sholat Dhuha dan tahajjud, itu tetap tidak diperbolehkan dalam Islam. Seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Isra: وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَ