Jose tersenyum. Licik adalah hal yang pasti dia pelajari sejak menjadi Tuan Muda Chavez, penerus Santiago Chavez sang pendiri kartel El Salvador. Jadi tak mungkin dia luput menerapkan hal itu untuk Luisa.“Aku butuh jaminan atas janji yang kau tukarkan untuk nyawa si bangsat itu.”“Kau tidak percaya padaku?” Alis Luisa bertaut. Mana berani dia berbohong terang-terangan pada Jose, itu sama saja buhuh diri.“Setelah aku mengantarnya dan memastikan dia baik-baik saja, aku pasti akan kembali padamu, Jose. Sungguh!” lanjut Luisa dengan raut penuh keyakinan. Nyawa Alfreed adalah yang utama baginya sekarang.Jose menggeleng. “Aku tetep butuh jaminan.” ‘Persetan dengan nyawa si biadab itu, aku tidak peduli. Yang aku tahu kau harus jadi milikku, Lu. Jangan salahkan aku bersikap seperti ini sebab kau yang sudah lebih dulu mengingkari janji kita! Kau berani menikahinya padahal dulu kau bilang mau menikah denganku!’ Jose merapatkan rahangnya setiap kali ingat dengan Alfreed, si perusak kisah cin
Rupanya Luisa kembali ke Mansion Acapulco. Tidak mungkin dia akan membiarkan Alfreed mati begitu saja. Tidak!Kalaupun harus mati, dia nekat untuk ikut mati bersamanya.Luisa sadar kalau kedatangan Alfreed menjemputnya adalah taruhan nyawa. Maka dari itu tidak akan dia sia-siakan nyawa suaminya melayang tanpa ada pengorbanan apapun darinya."Stop!" teriak Luisa dengan air mata makin banyak berjatuhan."Stop menyakitinya, kalian sangat tidak punya hati nurani!" Luisa memeluk tubuh Alfreed yang tak sadarkan diri di lantai. Makin histeris tangisnya saat seluruh tubuh Alfreed dirantai dengan sebuah besi besar yang entah berapa kilo terikat bersama tubuh pria itu. Sepertinya mereka hendak membuang Alfreed ke laut, memberinya beban berat agar pria itu tak bisa keluar ke permukaan dan menjadi santapan hewan laut dalam. "Andres ... Kumohon, kau yang memegang kendali, bukan? Tolong, selamatkan dia." Memohon, Luisa memandang Andres yang merupakan tangan kanan Jose. Tapi pria itu bak patung
Luisa berteriak histeris. Sampai bergetar sekujur tubuhnya melihat darah yang keluar dari dada kanan Alfreed. Dia ketakutan, sungguh ketakutan membayangkan hal terburuk terjadi pada pria yang berstatus sebagai suaminya itu.Tangis Luisa bahkan tiga kali lebih tumpah ruah dibandingkan saat dia melihat lengan Jose yang tertembak tadi.Ambruk tubuh Alfreed ke lantai yang sigap di tampung Luisa di atas pangkuannya.“Tu-tuan Alfreed...” Paul ikut shock dan ketakutan melihat kondisi tuannya. Tapi di sisi lain, dia juga sangat amat takut akan menjadi sasaran tembak berikutnya.Ternyata dendam Jose tidak main-main. Menyisakan nyawanya adalah kesalahan terbesar bagi Alfreed sebab dia jelas akan menjadi malaikat maut bagi pria itu.Sudah dipukuli hingga tak berdaya pun, bukan hambatan bagi Jose melenyapkan seseorang yang merebut miliknya lebih dulu. Susah payah sang pemimpin El Salvador itu bangkit, tujuannya hanya satu yakni membunuh Alfreed. Prinsipnya, jika bukan dia yang mendapatkan Luisa,
Peluru Jose meleset seiring dengan tubuhnya yang sedikit limbung, tapi bukan berarti tidak mengenai siapapun. Tepat di sisi kiri, salah seorang pengawal sewaan Alfreed yang sudah tertembak lengannya, kini mati di tempat. Paul yang mengintip di balik tiang, shock , bahkan hampir lepas matanya lantaran terkejut. Pengawal yang mati itu bukan hendak melindungi ataupun menyerang, dia justru sedang bersembunyi yang sialnya malah terkena peluru meleset dari pistol Jose. “Oh Tuhan ... Bagaimana ini?? Bersembunyi pun tidak ada jaminan untuk selamat,” meringis Paul di tempat persembunyiannya. Lagi pria itu terkencing celana, ketakutan. Persetan dengan bau ompol, bisa selamat saja sudah anugerah terindah dari Yang Kuasa, pikirnya. Melihat pengawalnya sudah tergeletak tak bernyawa, Alfreed reflek mengarahkan pistolnya pada Jose. Dia tidak akan mundur menghadapi sang pemimpin El Salvador itu. Apalagi saat melihat tubuh Jose yang jelas sekali tampak tidak sehat, Alfreed merasa ada kesempatan
“Tuan ... Ini terlalu beresiko,” ucap Andres di dalam mobil.Perintah Tuan Muda Jose yang menyuruhnya mengeluarkan peluru dari lengan hanya menggunakan morfin, sebagai pengganti obat bius, membuat Andres berat melakukan itu.Pasalnya jika menggunakan obat tersebut dalam bentuk pil bisa melebihi dosis jika dipakai sebagai penghilang nyeri bedah kecil. Hal ini cukup berbahaya sebab efeknya tidak main-main. Terutama untuk Jose yang sesungguhnya tidak bisa menggunakan narkotika jenis itu.Senyawa di dalam morfin memicu reaksi tidak biasa di tubuh Jose. Dia akan muntah-muntah, gemetar, sekujur tubuh kedinginan bahkan napasnya pun jadi melambat. Itulah kenapa Andres begitu berat melaksanakan perintah tuan mudanya. Dia tidak mau Jose sampai gagal napas yang beresiko kematian.“Kau lebih ingin lenganku di amputasi?!” sentak Jose kesal. Sudah berulang kali diperintahkan malah berulang kali juga orang kepercayaannya itu mengeluh.“Tapi Tuan, resikonya ...”“Aku yang tanggung! Cepat lakukan, at
Panik, Alfred tak sadar meremas tangan Luisa. “Aduh,” meringis, Luisa mengaduh kesakitan. Suara wanita itu membuat Alfred tersadar dari kepanikannya. “Sekarang masih ada waktu, ayo ikutlah denganku.” Tak lagi menarik tangan Luisa, Alfreed melepaskannya. Namun tatapan matanya begitu teduh membuat Luisa merasa terhipnotis. Nyaris saja Luisa mengangguk, namun dia teringat dengan ayahnya yang masih belum membaik. Sangat tidak mungkin dia meninggalkan sang ayah dengan Jose.“Aku tidak bisa, kau cepatlah pergi, sebelum dia sampai ke kamar ini.” Maksud Luisa adalah Jose. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Alfreed kalau sampai Jose menemukannya. “Cepat pergi! Aku akan urus masalahku di sini.” Mendorong Alfred, Luisa menitikkan air mata. Jika saja ayahnya tidak sedang butuh pengobatan, Luisa akan dengan senang hati ikut bersama pria yang datang bertaruh nyawa menjemputnya itu. Sementara di luar, Paul yang tadinya mengecek satu persatu kamar, seketika menghentikan langka
“Rencana yang kita susun sudah matang, Tuan. Tiga penembak jitu juga sudah berangkat ke posisinya. Sekarang saatnya kita bergerak.” Alfreed mengangguk. Tak salah dia memilih Paul sebagai asistennya, cukup pintar dan penuh strategi. Tapi hal ini memang sudah menjadi tanggung jawab utamanya, mengingat dia adalah orang yang berperan penting mempertemukan Alfreed dengan Luisa. Bergerak dengan jalan kaki melewati pepohonan, Alfreed, Paul dan tujuh orang pengawal menuju mansion Acapulco. Baru setengah perjalanan, Alfreed sudah protes. “Damn! Kau tidak bilang kalau perjalanannya seperti ini, Paul! Berapa lama lagi kita sampai?” Bukan jauhnya perjalanan yang membuat Alfreed angkat bicara, tapi medannya sungguh menguji nyali. Masuk ke dalam hutan yang penuh pepohonan dengan rute naik turun, persis seperti berpetualang mendaki gunung. Belum lagi suara burung hantu yang lumayan menakutkan layaknya film horor. Bagi Alfreed yang lahir dan besar di ibukota, tentu hal seperti itu terasa
Paul refleks menjauhkan ponselnya dari telinga. Teriakkan Alfreed seperti mau memecahkan indra pendengarannya.‘Haduuuh, aku salah bicara. Belum apa-apa telingaku sudah mau berdarah karena teriakannya!’ gerutu Paul.“Tenang, Tuan, tenang ... Jangan emosi dulu. Tolong beri saya waktu satu jam lagi untuk tahu di mana lokasi mereka yang sekarang.” Paul belum menemukan info yang akurat. Tidak adanya Jose di markas besar El Salvador, mengharuskan dia berbaur lebih lama di coffee shop yang biasa didatangi para anggota kelompok berbahaya itu.“Aku sudah menunggumu dua jam, Paul!” Alfreed yang sudah tidak sabar langsung menyentak. Kepalanya serasa mendidih membayangkan Jose terus menghabiskan waktu bersama Luisa.Tapi apapun ceritanya, Paul adalah rakyat sipil biasa. Dia bukan FBI atau CIA, jadi mana mungkin secepat kilat bisa mendapatkan informasi terkait keberadaan Luisa.“Tuan, di sini pun saya bertaruh nyawa untuk mencari tahu di mana keberadaan Nona Luisa. Jadi saya mohon, tolong bersab
Paul serasa mendengar bunyi gong tepat di telinganya. Matanya melotot tapi kepalanya justru pusing. Kaget dan takut muncul di saat nyawa baru menempel di jasad, sungguh keadaan yang menyiksa.“Tuan tidak salah?!” Lagi kalimat terbodoh lolos dari mulut Paul. “Kau?!” Alfred sampai bangkit dari sofa, melotot dan menunjuk wajah Paul. Ingin marah, tapi Alfreed akui perbuatannya kali ini memang agak sedikit bodoh. Jelas-jelas istrinya ada bersama pemimpin kartel berbahaya di Meksiko, tapi dia dengan entengnya menyuruh Paul menyewa hanya lima orang pengawal. Se-ahli apapun mereka, tetap saja akan kalah jika dibandingkan kekuatan El Savador. “Damn! Sialan! Semua ini gara-gara kau, Paul!” Merasa menemukan jalan buntu, Alfred akhirnya menyalahkan Paul, satu-satunya orang yang berperan penting atas hadirnya Luisa ke kehidupannya. Paul meringis, habislah hidupnya kalau sampai dia dipukul seperti kemarin. Bahkan luka di sudut bibirnya masih belum sembuh, Paul merabanya. “Maaf, Tuan ... Tolon