"Siapa?" Chiara mencoba bertanya. Ia agak bingung ketika menyaksikan Zyan yang justru terkejut dan termenung selama sepersekian detik.Zyan menoleh ke arah Chiara, lalu menunjuk sebuah pintu tertutup di sana. "Chiara, kau sembunyi dulu."Chiara mengerjapkan mata. Siapa yang datang hingga ia harus bersembunyi? Tapi semakin ke sini bel apartemen Zyan berbunyi semakin sering. Sepertinya orang itu tak sabaran.Mau tak mau, Chiara kemudian menuntun langkahnya ke tempat yang ditunjuk Zyan. Chiara membuka pintu lantas menyelinap di sana.Sebelum membuka pintu, Zyan menarik napas panjang. Ia mulai menarik kenop, lalu muncul seorang wanita dewasa berambut panjang cokelat bergelombang."Hai, Sayang…" ujar si wanita langsung berhambur memeluk Zyan.Zyan panik, sesekali matanya melirik ke arah kamar. Ia segera melepas pelukan sang wanita."Kenapa kau ada di sini?!" desis Zyan protes.Wanita itu tetap bergelayut manja. Ia kembali memeluk dan mencumbu mesra Zyan. Zyan tak sabar, lalu mengurai dekap
"Eh?"Zyan tertawa lalu mengubah tampangnya menjadi lebih serius dari yang tadi. Wajahnya semakin mendekat. Ia mengamati Chiara yang mengerjap."Atau… jangan-jangan kau masih terbayang-bayang oleh badanku yang seksi ya?"Chiara buru-buru melambaikan tangannya. "Eh, bukan." Wajahnya langsung memerah menahan malu. "Aku hanya kepikiran ternyata kau bisa memasak, ya?"Sontak Zyan menegakkan tubuhnya lagi. Kini bahunya bergetar karena terbahak-bahak. Tawanya semakin menjadi-jadi."Kau meremehkanku, huh?" Zyan mengangkat alis. Tatapannya tajam, namun lebih hangat dibanding sebelumnya."Bukan begitu—""Iya, aku bisa masak. Aku jauh dari rumah, tidak ada pelayan yang mengurusku. Jadi aku harus bisa melakukan apapun sendiri," jawab Zyan lugas.Chiara manggut-manggut. Teringat bahwa Zyan sengaja dibuang dari keluarga Knight. Entah apa yang menyebabkannya. Chiara merasa tak perlu tahu lebih jauh. Ia hanya orang luar yang sementara waktu terkontrak oleh Lucas. Meskipun itu semua gara-gara campur
Chiara berusaha menarik lengan Zyan dan menjauhkan dari pria yang sudah terjerembap di lantai restoran. Namun tubuh Zyan membelot ingin menuntaskan pukulannya untuk pria yang sudah membuat masalah dengannya."Zyan, tunggu! Jangan memukulinya lagi!" cegah Chiara setengah memekik. Kini seluruh perhatian tertuju kepada mereka. Bahkan beberapa ponsel terpasang untuk merekam kejadian tersebut."Tidak bisa, Chiara! Dia harus segera diberi pelajaran!" tegas Zyan bersikukuh untuk tetap menghajar si pria.Chiara mendengus, lantas menarik lengan Zyan lebih kuat lagi. "Tidak. Aku tahu kau tidak sejahat dan seburuk itu, Zyan."Tatapan Chiara tegas dan seakan dapat menghunus tengkorak Zyan hingga dapat memengaruhi pola pikir pria tersebut. Kedua bahu Zyan akhirnya menurun. Ia mengikuti Chiara yang kini sudah menggandeng tangannya dan pergi dari tempat makan itu.Keduanya lalu berjalan dan kembali menuju apartemen milik Zyan. Tanpa mereka sadari sepasang mata telah mengawasi keduanya dari dalam mob
Tubuh Chiara membeku seketika. Bahkan tatapannya juga terpaku pada kedua mata hazel Zyan. Menilik kesungguhan hati pria tersebut.Chiara membuka mulut, lalu buru-buru mengatupkannya lagi. Ia menggerakkan kedua tangannya gugup. Bingung apa yang harus ia lakukan detik ini juga."Chiara…"Zyan memanggilnya lembut lagi. Semakin mempersulit kedudukan Chiara. Sejujurnya bukan berarti ia tak menyukai Zyan. Pria itu lumayan tampan, maskulin dan baik. Setidaknya Chiara mulai menyukai Zyan sebagai teman. Sementara hatinya sudah terlanjur terpaut pada pria lain."Zyan." Chiara mau tak mau bergerak canggung mendekat. "Maaf, aku belum bisa."Zyan menautkan alis. "Maksudnya?""Aku belum bisa menerima rasa sukamu itu, Zyan. Kau tahu aku sudah menikah dengan Lucas." Chiara berhasil menelan ludahnya."Aku tidak peduli statusmu, Chiara." Tatapan Zyan dalam, seakan sanggup membuka paksa isi hati Chiara yang sebenarnya. Chiara buru-buru menggeleng untuk menghindari mata Zyan."Kau tak boleh seperti itu,
Zyan langsung menegakkan badan. Kedua alisnya tertaut secara sempurna. "Apa?! Mereka hanya nikah kontrak?"Poppy merespon dengan anggukan satu kali. Ia lebih memilih menikmati koktail yang rasanya langsung pecah secara nikmat di permukaan lidahnya."Yang benar saja kau?!" Zyan protes, tak memercayainya.Poppy meletakkan gelasnya dengan sedikit kesal. Setelah itu ia menatap Zyan sambil melipat tangan dan menyilangkan kaki."Kau tidak percaya padaku?""Memang kau punya bukti?"Poppy tergelak. Lalu memiringkan senyumnya. "Aku lihat dengan mata kepala sendiri, Sayang. Kontak Lala diberi nama 'istri kontrakku' oleh Lucas. Menurutmu itu apa?" Poppy mengangkat kedua bahunya.Zyan tertegun. Apa ini sebenarnya? Pertama, kenapa gadis bernama Lala justru mengaku bernama Chiara padanya. Dan kedua, Chiara ternyata hanya istri kontrak Lucas?Ada yang tidak beres. Zyan menggosok janggut yang menghiasi dagunya. Tampak berpikir keras. Kenapa sesuatu yang seharusnya sederhana justru menjadi semakin kom
Poppy menyipitkan mata dan mengatupkan bibir rapat-rapat sambil menekuk dahi. Setelah itu segera menutup kembali pintu lemari yang telah ia buka. Poppy tersenyum tipis membelakangi Zyan.Setelahnya ia memutar badan dan melebarkan senyumnya. "Sudah! Akhirnya ketemu juga jam tanganku, Sayang!" serunya riang."Syukurlah, ya sudah sekarang kau harus segera pulang. Aku tidak mau jika kau sampai ketahuan di sini." Zyan mendorong tubuh Poppy agar keluar dari sana.Poppy mendesah. Ia sempat melirik ke arah lemari tadi untuk yang terakhir kali. Begitu berada di luar, Poppy lekas menyambar tas jinjing miliknya."Sayang, nanti malam kita bertemu lagi, yuk. Kau harus membalas budi karena aku telah membawa informasi penting itu tadi padamu," tandas Poppy bergelayut manja di lengan kekar Zyan.Zyan melipat dahi sambil menggaruk kepala. "Ok, nanti akan kupertimbangkan.""Eits, no…" Tepat di depan wajah Zyan, Poppy menggerakkan telunjuknya sembari menggeleng. "Itu wajib. Kau harus datang. Lagian, aku
"Maksud, Daddy?" Lucas menggertakkan gigi. Bahkan ia tak menyadari jika tangannya mencengkeram erat sendok yang ada di genggamannya.Robert tergelak. Lalu sedikit mencondongkan kepalanya ke depan sambil mencebik. "Bukannya kalimatku barusan seharusnya bisa kau pahami dengan mudah?" Salah satu alisnya naik.Lucas semakin mengatupkan rahangnya. Menatap tajam ke arah Robert yang menyebalkan dan menekannya sesuka hati. Dan sekarang, justru menyuruh Lucas melakukan kehendaknya dengan seenaknya sendiri."Aku tidak akan menceraikan Lala sampai kapanpun," geram Lucas. Prinsipnya, semakin dilarang Robert maka ia akan semakin menjadi-jadi. Lucas tak akan memutuskan Chiara. Ia sudah bertekad bulat.Robert tak kalah murka. Ia semakin melemparkan tatapan nyalang untuk Lucas. Pada dasarnya Robert memang tidak suka ditentang."Kau akan lebih baik jika menceraikan gadis miskin itu, Lucas," sela Sarah yang ingin menengahi pertengkaran keluarga ini.Sarah sudah muak menghabiskan waktu keluarga yang sel
Zyan menggeliat kemudian membuka matanya perlahan. Begitu ingat masih berada di apartemen Poppy, ia menoleh ke kanan dan mendapati wanita itu tidur sambil melingkarkan tangan di perutnya.Zyan meringis, lalu mengangkat kepala demi mencari ponsel yang ternyata ada di atas nakas. Tangan Zyan meraih benda persegi panjang itu dan menyalakan layarnya. Zyan menyipitkan mata agar fokus menatap jam di sana. Sudah pukul satu pagi. Ia harus kembali ke apartemennya sebelum sang surya menggeliat di ufuk timur.Perlahan Zyan mengangkat tangan Poppy yang menindihnya. Ia bangun sambil menyibak selimut, lantas segera meraup beberapa potong pakaian di lantai untuk ia kenakan.Zyan mengancingkan kemeja, sementara matanya masih terlempar ke arah Poppy yang mulai bergerak. Tubuh telanjang wanita itu masih dibalut selimut. Zyan mendesah, heran dengan kehidupan yang ia punya. Sepertinya sampai sekarang ia tak memiliki hal-hal menarik yang membuat hidupnya lebih berwarna. Selama ini ia mencari kesenangan it