로그인Demi menyelamatkan nyawa anak semata wayangnya yang sakit keras, dosen muda bernama Timur Alendra Tirta mencari perempuan yang sempurna, cerdas, sehat, dan mudah diatur agar bisa melahirkan anak berkualitas sebagai donor bagi putrinya, buah cintanya dengan mendiang istri. Namun tak pernah ia sangka, satu-satunya yang cocok dengan tawarannya adalah Philia Diana Miska. Gadis berusia 24 tahun yang dulu satu sekolah dengannya, yang diam-diam menyimpan rasa selama tiga tahun sebelum akhirnya patah hati karena Timur lebih memilih Alana, perempuan yang kini sudah tiada. Bertahun-tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali dalam keadaan terbalik. Timur kini seorang dosen terhormat, sementara Philia masih berjuang keras menamatkan kuliahnya karena terhimpit kesulitan ekonomi. Kontrak yang mereka buat bukan sekadar tentang bayi tabung melainkan pertarungan tentang perasaan lama, luka, dendam, dan cinta yang tak pernah benar-benar mati. Namun ketika semuanya terasa begitu dekat untuk diperbaiki, kenyataan pahit justru menelanjangi mereka, yakni tidak semua cinta pantas dimenangkan, dan tidak semua perjuangan berakhir dengan kebahagiaan. Di akhir, hanya tersisa satu pertanyaan yang menggantung di antara keduanya. Apakah cinta yang lahir terlalu terlambat masih layak diperjuangkan, atau justru harus dikubur bersama semua luka yang sudah terlanjur dalam? ⚠️WARNING MENGANDUNG ADEGAN USIA LEGAL BE WISE YA!
더 보기Tes...tes...tes...
Hujan di malam itu belum reda, justru rintiknya semakin deras menghantam aspal jalanan. Dari atas jembatan, seorang gadis pecundang memandang nanar kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana. Entah akan kemana tujuan mereka semua, yang jelas sama seperti dirinya yang juga punya tujuan. Tapi, bedanya tujuan gadis ini adalah sebuah kematian. Ia mencengkeram kencang pagar pembatas, merasakan dinginnya besi lengkap dengan baunya yang khas. Philia Diana Miska, gadis berusia 24 tahun itu harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ia tercipta sebagai manusia gagal segalanya. Ayahnya dipenjara, namun bukan karena kesalahannya sendiri. Tapi karena membela dirinya yang hampir dirudapaksa oleh seseorang, preman pasar yang mabuk di malam sial itu. Pria itu dibunuh di depan matanya sendiri, oleh sosok pria yang selama ini mengayomi dan menyayangi dirinya. Tak main-main, Ayahnya dijatuhi hukuman mati karena terbukti melakukan tindakan pembunuhan berencana. Sementara Ibunya, sakit jantung dan stroke paska kejadian itu. Ia terbaring kaku di rumah sakit, tanpa ada solusi konkrit dari sakit yang mengurung raganya. Dan kini, Philia harus menanggung semuanya sendiri. Ia dikucilkan keluarga besar, dijauhi dan diomongi tetangga, masa depan yang berantakkan dan statusnya sebagai mahasiswi aktif terancam dihapuskan karena menunggak uang semesteran. Philia sudah tidak sanggup, terlalu banyak beban mental yang harus ia pikul sendiri. Padahal dulu hidupnya lancar-lancar saja. Ia adalah gadis yang jenius, masuk sekolah dasar usia lima tahun dan menghabiskan bangku SMP dalam dua tahun saja. Ia juga masuk kuliah jalur prestasi, begitu mudah dan mulus. Sayang semua itu berubah ketika preman itu menyantroninya di rumah dan akhirnya membuat semuanya berantakkan. Keluarga yang hancur, ekonomi rusak, pendidikan tertinggal, dan kini ia begitu lelah. Akhirnya, di sini lah ia berada. Sebuah jembatan penyeberangan orang yang mulai sepi di tengah malam. Baginya, hidup atau mati tiada bedanya. Sama-sama sakit dan menderita. Namun jika mati, mungkin semuanya akan senang. Tidak ada gadis pembawa sial, tidak ada lagi anak gagal, dan juga manusia pecundang seperti dirinya. Philia menaiki pagar besi jembatan dengan yakin, tangannya bergetar menggenggam tiang yang licin oleh air. Sekali lompat, selesai sudah semuanya. Tidak ada lagi tagihan rumah sakit, tidak ada lagi tangis ibunya, tidak ada lagi tatapan jijik teman-teman kampus yang tahu betapa miskinnya ia. Gadis itu menengadah, air matanya bercampur dengan hujan. Suaranya pecah, nyaris tak terdengar oleh kebisingan jalanan. "Ma… maafin Phili." Lirihnya. Philia menarik napas panjang, dingin hujan menusuk sampai ke paru-paru. Jemarinya yang beku menggenggam tiang yang licin karena air. Sekilas ia menatap jalanan yang sibuk di bawah, mobil melaju kencang seolah siap menyambutnya yang ingin mati. Jantungnya berdetak keras, semakin keras, seolah tubuhnya tahu ia akan melakukan hal yang mustahil untuk ditarik kembali. Sekali lompat, semua selesai. Begitu ia meyakinkan dirinya sendiri. Ia memejamkan mata, membiarkan hujan membasuh wajahnya untuk terakhir kali. Lalu, dengan sisa keberanian yang rapuh, ia melepaskan genggaman. SYUNG!!!!! Tubuh Philia langsung terjun lepas. Namun bukannya tubuhnya melayang bebas ke udara dan menghantam jalan raya, kakinya justru tersangkut di celah besi pembatas. Sekejap dunia terbalik. Tubuhnya terjerembab, jatuh dengan posisi canggung ke lantai jembatan. BRAK! Benturan keras membuat punggungnya nyaris remuk. Udaranya terhempas, napas tersedak di tenggorokan. "Aaaargh!!! Teriaknya parau. Sakit yang dahsyat langsung menyambar pergelangan kakinya yang terpelintir tidak wajar. Nyeri itu menjalar cepat ke tulang betis, menusuk sampai ke pangkal pinggang. Tubuhnya menggeliat, tapi setiap gerakan justru membuat rasa sakit bertambah tajam. Ia tergeletak di lantai basah tengah jalan dengan tubuhnya yang gemetar hebat. Matanya mendelik, mencari langit. Tapi yang ia temukan hanyalah kelabu pekat dengan hujan deras menampar wajahnya tanpa belas kasih. Air mata bercampur air hujan. Ia terisak, tapi di sela isakan itu justru keluar tawa kecil tawa pahit, getir, menyesakkan. Kepalanya berdenyut, suaranya serak, tubuhnya gemetar di tengah dingin yang kian menggila. TIIIN!! Suara klakson mobil itu terdengar nyaring. "WOY! MINGGIR! GILA YA LO?!" Teriak salah satu pengendara mobil. Philia terkekeh, menertawakan nasibnya yang sangat amat sial! Bahkan, untuk mati saja ia tidak mampu. Ironi terasa menggigit nasibnya. Dunia seolah sengaja mempermainkannya dengan cara tak memberinya ruang untuk hidup layak, tapi juga menolak memberinya jalan mati yang ia pilih sendiri. Ia ingin mengakhiri penderitaan, tapi kini malah terjebak dalam sakit baru yaitu rasa perih fisik yang menyalip keputusasaan batinnya. Philia menutup wajah dengan lengannya, tangisnya pecah tanpa kendali. Langit menangis, ia pun ikut menangis. Namun bedanya, langit akan reda. Sedangkan dirinya… tidak tahu kapan akan mengakhiri masa kelamnya. ** Dengan langkah terseok-seok, Philia berjalan menjauhi tempat dimana ia diolok-olok nasib. Niat ingin bnuh diri, tapi malah berakhir keseleo seperti ini. Kakinya terkilir, dan punggungnya lebam akibat terhantam aspal jalanan yang tidak mampu mencabut nyawanya. Gadis itu bukan berjalan tanpa tujuan, ia jelas menuju pusat hiburan malam yang tak jauh dari jembatan penyeberangan tadi. Tujuannya, bukan untuk mabuk dan bersenang-senang. Tapi untuk, menjual satu-satunya harta yang ia punya yaitu..keperawanan. Jika memang ada yang mau, Philia rela menjualnya. Tidak perlu mahal, yang penting cukup untuk menebus biaya rumah sakit Ibunya saja. Sisanya, untuk membayar cicilan utang yang bunganya sudah mekar semerbak mewangi. Ia tahu, bagi perempuan tak berdaya seperti dirinya hanya badanlah yang bisa dijual dengan cepat dan mahal. Langkah kaki Philia terus menggiring tubuh ringkihnya masuk ke pusat kota. Jalanan malam Jakarta memang tidak ramah untuk orang yang lapar dan kehilangan seperti dirinya. Tapi, selalu ada tempat untuk mereka yang mau berusaha meskipun dengan jalan yang salah. Philia terus berjalan, menyusuri trotoar dengan lampu jalanan yang memancarkan sinar kekuningan. Langkahnya terus melaju, sampai akhirnya ia masuk ke dalam sebuah daerah hiburan malam yang kian gemerlap di malam gelap. Lampu-lampu hotel berbintang bersinar seperti bintang yang mustahil dijangkau oleh manusia kecil macam dirinya. Philia terus berjalan hingga berhenti di depan sebuah tempat hiburan malam. Musik berdentum, lampu berwarna ungu berkedip-kedip menyilaukan mata. Tempat yang awalnya hanya ia lihat di berita kriminal, kini menjadi satu-satunya tempat yang menerima orang seperti dirinya. Orang yang putus asa, miskin, dan sendirian. Ia menatap papan nama tempat tersebut. AMORE...BAR... Philia menelan ludah. Dengan langkah yang diseret, gadis itu masuk ke salam dan langsung menuju meja resepsionis. Didekatinya resepsionis dengan pakaian seksi tersebut. "Permisi..." "Saya..." Philia menelan ludah, sembari memilin jari jemarinya gelisah. Resepsionis tersebut nampak menunjukkan ekpresi tidak ramah. Mungkin, karena tampilan Philia yang menyedihkan. "Maaf, pengemis dilarang masuk." Tegurnya. Philia tergagap, lalu cepat-cepat merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. "Saya bukan pengemis..." "Tapi...saya... mau...kerja." Lirihnya. Resepsionis tersebut mengerutkan alisnya. "Kerja? Tapi kami lagi gak buka lowongan." "Maaf, silahkan keluar." Titahnya. Philia buru-buru menyela. "Saya masih virgin, dan saya mau menjualnya." "Malam ini juga." Ucap Philia, cepat dan berani. Resepsionis bernama Tabita itu menatap Philia lekat-lekat, dari atas sampai bawah. "Ukuran dada?" Tanyanya langsung, seolah sedang menginterview calon karyawan. "38." Jawab Philia. "Ada penyakit kelamin?" Lanjutnya. Philia menggeleng. "Sedang datang bulan?" Philia juga menggeleng. "Bau badan? Penyakit kulit? Bau mulut?" Philia terus menggeleng. "Orang-orang bilang saya cantik dan tubuh saya bagus." "Jadi, saya memberanikan diri melamar kemari." "Saya hanya miskin, jadi terlihat menyedihkan." Ujar Philia, mencoba meyakinkan bahwa dirinya layak untuk bekerja di sini. Tabita mengulas dagu. "Hmmm." "Yasudah." "Lanjut ke dalam, nanti kamu diinterview lagi sama bos. Perempuan itu menunjuk sebuah ruangan lain di belakang ruangan resepsionis. Philia mengangguk, lalu masuk ke dalam sana. Setelah ini ia tahu, bahwa hidupnya...tak akan pernah sama lagi."Lo tau nama gue? Lo kenal sama gue?" Tatapan Timur menusuk, penuh keraguan yang perlahan berubah jadi kejutan. "Tunggu, nama lo siapa tadi?" Pemuda itu mengangkat wajah Philia yang menunduk dengan jari telunjuknya. "Philia, kan?" Ia mengamati wajah itu dengan seksama. Mata yang bulat seperti kelereng, hidung yang mungil dan bibir yang tipis. Rasanya begitu familiar. Semakin dilihat, semakin mirip. Dan, idak salah lagi.. ia adalah... "Philia… Diana Miska?" Panggil Timur dengan suaranya terdengar dingin, tapi juga getir. Philia memejamkan mata, air matanya jatuh begitu saja dari kelopak matanya yang berpoleskan eyeshadow murahan. Ia tak bisa lagi menghindar. Perlahan ia mengangguk, meski tubuhnya bergetar hebat. DAR!!!! Petir besar menyambar, membuat hasrat Timur yang sudah meninggi mendadak terjun ke inti bumi. Sial. Bathinnya. Timur terkekeh, nada tawanya hambar dan penuh luka. Ia memutar tubuhnya sebentar, lalu meneguk langsung sisa wine dari botol. "Gila..
Pintu apartemen tertutup, menandai dimulainya malam panjang yang mungkin akan penuh tantangan. Philia berdiri di ambang pintu meremas jemarinya sendiri dengan perasaan gusar. Ia masih berdiri di sana, kaku sekali. "Masuk." Titah Timur. Dengan gerakan canggung, Philia beranjak dari ambang pintu, berjalan menuju area tengah apartemen tersebut. Nampak Timur berjalan sempoyongan, menuju lemari pendingin guna membawa sebotol minuman keras untuk menemani malam yang panjang ini. CKLAK!! Timur membuka tutup botol wine dengan gerakan kasar, lalu menuangkannya ke gelas kristal yang sudah menunggu di atas meja. Dalam sekali teguk, cairan merah itu langsung habis, meninggalkan noda di sudut bibirnya. Sorot matanya semakin berat, campuran antara mabuk dan luka yang tak kunjung sembuh. Ia meletakkan gelas dengan suara kencang di atas meja, lalu berdiri mendekati Philia. Tatapannya menelisik tubuh gadis itu dari ujung rambut hingga kaki. "Jangan cuma berdiri. Saya bayar mahal, jadi j
Gemercik air hangat yang menetes lewat shower kamar mandi terdengar merdu, memecah keheningan malam yang semakin larut. Di atas kloset duduk yang tertutup, seorang pria tengah menengadah sembari terengah-engah. Matanya terpejam, menikmati hangatnya kamar mandi yang sunyi.Tetesan air terdengar merdu, mengiringi erangan kecil yang terus keluar dari bibirnya tiap kali jemarinya menari-nari di bagian bawah tubuhnya. Namun, sudah bermenit-menit jemarinya menari-nari di sana, kepuasan itu tidak kunjung tiba. Timur, pemuda itu berdecak sebal sembari menyugar rambutnya. Sungguh, usaha yang sia-sia. Sudah berapa kali ia melakukan cara ini untuk memuaskan hasratnya, namun tidak pernah ia merasakan kenikmatan sekalipun. Seolah tiap puncak yang ia raih, hanyalah sebuah uji coba yang tidak ada untungnya. Meskipun ia sudah memancingnya dengan menonton video dewasa, namun tetap saja tiada yang bisa menandingi nikmatnya melakukan semua itu secara langsung. Timur, ia bukanlah bujang lapuk yang
"Kamu... masih perawan?"Philia mengangguk pelan. Jemarinya mencengkram ujung kaus yang ia pakai dengan gemetaran.Tubuhnya menggigil karena rintik hujan sepanjang malam yang menghajar tubuhnya sejak tadi, membuatnya yang sudah rapuh semakin runtuh.Julian, mucikari kelas kakap di Amore Bar dimana Philia berada tersenyum miring, seperti baru saja menemukan berlian di tumpukan debu."Mau dilepas berapa?" Tanyanya, dengan seringai kecil mengerikan.Philia tak menjawab. Matanya kosong, tapi sorotnya menyimpan badai yang bergemuruh.Di dalam kepalanya hanya ada dua alasan untuk melakukan semuan ini. Yakni bayangan sosok ibunya yang terbaring di kasur rumah sakit, serta bayangan ayahnya yang tengah meringkuk di penjara tanpa mampu mengajukan banding apalagi menyewa pengacara untuk meringankan kasusnya. Philia tidak boleh gentar, tidak boleh menyerah. dengan yakin ia merogoh saku tasnya lalu mengeluarkan sebuah lembar tagihan rumah sakit. Ia membuka kertas itu, lalu membacanya."20.585.500






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.