"Apa?! Pernikahan Disney? Apa kau bercanda?!" teriak Nicholas tak percaya.Rachel mengerucutkan bibirnya, "Walaupun pernikahan kita bukanlah pernikahan yang sesungguhnya, tetap saja bagiku ini adalah pernikahan yang pertama..." ucapnya dengan sedih.Nicholas menarik napas dalam-dalam, "Kita tidak punya waktu, pernikahan tinggal beberapa hari lagi, tema klasik akan lebih mudah, kau pikir aku pesulap yang bisa menyiapkan apa saja dalam waktu yang singkat! Ayolah! Tidak bisakah kau bersikap sedikit dewasa?" ujarnya dengan wajah lelah.Raut wajah Rachel langsung berubah kecewa dalam sekejap dari sedih menjadi sangat sedih."Oke! Oke! Kita akan menggunakan tema Disney sialan itu!" Nicholas akhirnya memutuskan, dia tahu dia tidak boleh egois. Dia tidak hanya membuat seorang wanita harus menikahinya secara tiba-tiba, tetapi juga membuatnya kehilangan kesempatan untuk membangun hubungan dengan orang lain. Siapa tahu setelah menikah dengannya dan bercerai nanti Rachel tidak akan memiliki kesem
"Kurasa bukan ide yang baik untuk tidur bersama seperti ini," gumam Rachel sambil menatap ke arah tempat tidur dengan tangan terlipat di depan dada. Nicholas mengangkat tangannya, melepas kaos oblong dari tubuhnya membuat Rachel memalingkan wajahnya dengan gugup, dia tidak ingin melihat tubuh berototn Nicholas yang bisa memancing hasrat bodohnya."Apa yang sedang kau lakukan?!" bentaknya, gelisah."Kenapa? Aku mau mandi, kau tidak tahan melihatku tanpa pakaian begini ya? Haruskah aku mandi dengan pakaianku saja?" goda Nicholas dengan menjengkelkan."Arghhh, kau benar-benar menyebalkan!" desis Rachel nyaris tak terdengar, dia takut orangtuanya mungkin mendengar percakapan mereka. Dia melihat sekeliling ruangan, tidak ada tempat lain untuk tidur selain tempat tidur ukuran queen yang dia miliki. Tidak punya pilihan dan merasa sudah sangat lelah akhirnya Rachel melompat ke atas tempat tidurnya dan tak lama kemudian matanya tertutup rapat.Rachel mencium aroma aftershave tepat di lubang h
"Whoa whoa, Peyton tenanglah! Letakkan pistolnya dengan perlahan!" kata Nicholas dengan panik sementara di depannya Tom Peyton sedang mengacungkan pistol hitamnya dengan gugup. "Ya Tuhan, haruskah aku memanggil polisi?" bisik Rachel, mencengkeram tangan ibunya erat-erat. "Tidak, tunggu," desis Nicholas, dia berjalan mendekati Tom yang tangannya gemetar hebat. Dalam satu gerakan cepat, dia merebut pistol dari Tom yang langsung melotot dan jatuh ke tanah. Tapi tiba-tiba Nicholas mengarahkan pistolnya kembali ke Tom menyebabkan Rachel dan ibunya berteriak, "Nic, berhenti! Apa yang kau lakukan!" teriaknya, sambil menarik bagian belakang crewneck biru tua yang dikenakan Nicholas, meminta Nicholas untuk berhenti menodongkan pistol.Terjadi ketegangan selama beberapa detik sebelum akhirnya Nicholas melemparkan pistol itu ke tanah, "Jangan khawatir, itu pistol mainan!" serunya, melirik Tom yang tidak mengatakan apa-apa dan hanya berdiam diri dengan wajah bodohnya. Rachel mengalihkan pandangan
"Ketika aku masih kecil, ibuku bunuh diri karena depresi, dua tahun kemudian ayahku melakukan hal yang sama, itulah alasan mengapa aku tinggal bersama nenek..."Rachel sepertinya ditampar oleh pengakuan Nicholas, dia menatapnya dengan tatapan terkejut."Well, hanya itu yang perlu kau ketahui!" tutup Nicholas dengan sedikit gugup. Rachel mengerutkan kening kecewa, mengharapkan Nicholas untuk mengatakan lebih banyak, tapi ia tahu ia tidak bisa memaksanya untuk bicara."Jangan menatapku seperti itu!" katanya singkat, bahkan tanpa menoleh ke arah Rachel, dia tahu Rachel sedang menatapnya dengan tatapan sedih.Rachel mendengus,"Apa? Aku bahkan tidak menatapmu! Kau lucu sekali," sahutnya lalu cepat-cepat menggigit sebatang coklat di tangannya, dia membuang muka tidak ingin Nicholas melihatnya saat ia menyeka air mata dari sudut matanya yang basah. Bagaimana dia bisa mengeluh tentang hidupnya ketika dia memiliki keluarga yang sempurna? Dia tidak pernah tahu bahwa seseorang seperti Nicholas
Rachel berdiri kaku, panik, tidak tahu apa yang harus ia lakukan tetapi tiba-tiba Nicholas meraih tangannya dan membawanya lebih dekat ke neneknya."Nenek, ini Rachel, pacarku," katanya santai, sementara di sampingnya Rachel sibuk menenangkan jantungnya yang berdebar kencang, memekakkan telinga."Selamat malam Mrs. Anthony," sapanya ragu-ragu. Sesaat Zelda Anthony, nenek Nicholas hanya menatapnya dalam diam. Dia tidak mengatakan apa-apa setelah itu dan memalingkan wajahnya kembali ke kolam ikan, membuat Rachel merasa kalah telak. Apakah ia baru saja di tolak?"Rose! Bawa aku kembali ke kamarku!" kata nenek melambai pada perawatnya yang berdiri tidak jauh darinya. Rachel menatap Nicholas dengan bingung, dia tidak tahu bahwa Nicholas dan neneknya sedang dalam perang dingin."Nenek, kita..." Kata-kata Nicholas menggantung di udara saat Nenek mengangkat tangannya, menyuruhnya berhenti. "Rose, aku sangat mengantuk," katanya kepada Rose, mengabaikan cucunya seolah-olah dia tidak ada di sana
Rachel dan Nicholas saling memandang dengan heran,"Yes!" Nicholas berteriak."Tuan Anthony, nenekmu sudah menunggumu di bawah.""Kami akan sampai di sana dalam lima menit!" kata Nicholas. Mendengar itu, Rachel bergegas mengambil gaunnya, tetapi tangan Nicholas menghentikannya."Apakah kau tidak ingin menyelesaikannya?" tanyanya dengan tatapan memohon. Rachel menelan ludah, sebenarnya dia juga memiliki keinginan yang sama, tapi sebelum ia sempat untuk memutuskan, tiba-tiba Nicholas melangkah maju untuk menciumnya dengan penuh gairah dan di menit berikutnya mereka sudah menyatu dalam hasrat yang berapi-api."Kau sudah selesai?" Nicholas bertanya dengan berbisik di telinga Rachel."Ya..." jawab Rachel dengan suara serak karena merasa seperti sedang melayang, apa yang baru saja mereka lakukan benar-benar luar biasa!Dengan gugup Rachel bergegas mengambil celana dalamnya dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dia berdiri dan menatap bayangannya di cermin. Apakah yang dia lak
"Sekarang semuanya menajdi semakin rumit..." kata Rachel mondar-mandir di kamar tidur mereka."Apa yang rumit? Orang tuamu percaya bahwa kau hamil, bukankah nenek harus berpikiran sama dengan mereka?" kata Nicholas, berbaring di tempat tidur sambil menatap langit-langit."Bagaimana kita akan menjelaskan kepada mereka nanti bahwa kehamilan itu tidak pernah benar-benar ada?""Kita akan memikirkannya nanti, aku sangat mengantuk sekarang ..."Rachel menarik napas dalam-dalam, dia menoleh ke Nicholas yang sudah memejamkan matanya dengan rapat.Dia menatap wajah tampan itu, tiba-tiba dia ingat apa yang mereka lakukan sebelum makan malam tadi, sentuhannya, napasnya tepat di belakang telinganya, dia menggigit bibirnya merasakan getaran yang membuat gairahnya naik seketika. Dia berjalan mendekat ke arah Nicholas, tangannya terulur untuk menyentuh pipi Nicholas tapi tiba-tiba."Apa yang sedang kau lakukan?" dia terbangun dengan mata setengah tertutup."Bukan apa-apa, ada kotoran di pipimu," kat
"Jaga dirimu, aku tahu kau adalah wanita yang aktif tapi kau harus ingat bahwa kau sedang hamil!" kata Nenek saat Rachel dan Nicholas berpamitan. Rachel tersenyum manis,"Jangan khawatir Nenek, aku pandai menjaga diri, jadi, sampai jumpa minggu depan?""Tentu saja, ayo peluk aku!" kata Nenek ringan.Nicholas berdeham, "Jadi aku orang asing sekarang? Aku bingung, sebenarnya cucumu yang mana, Nek?""Maaf, kau siapa?" goda Rachel bercanda membuat mereka bertiga tertawa terbahak-bahak. Nicholas membungkuk untuk memeluk erat Neneknya yang duduk di kursi roda."Aku sangat senang untukmu Nico, hari yang kunantikan akhirnya akan datang!" bisik Nenek tepat di telinga Nicholas."Aku tahu, jangan lupakan janjimu! Kau harus menepatinya jika ingin melihat kami bahagia," katanya dengan intonasi serius. Nenek tersenyum lebar, "Tentu saja aku janji, lagi pula aku ingin hidup lebih panjang agar bisa menimang cicitku," sahutnya dengan riang. Ia selalu menghindari intonasi sedih saat membahas penyakitny