Di ketinggian 35.000 kaki dari permukaan laut, Alena duduk dengan lemas dan wajah pucat. Sudah beberapa kali ia mengeluarkan isi perutnya dalam sebuah kantong kresek. Kaindra yang duduk disampingnya sama sekali tak acuh dan lebih memilih menutup mata dan tertidur pulas. Dengan perjalanan udara lebih dari dua puluh jam itu sangat menyiksa bagi Lena.
Pesawat yang ditumpangi dua orang berbeda jenis kelamin, tapi seakan tidak saling mengenal itu mendarat di kota Milan. Dari kota ini, mereka menggunakan Air taxi Fight dari bandara Milan, selanjutnya mendarat di bandara Engadin. Sebuah bandara kecil yang berada di atas ketinggian 1.707 meter dpl. Bandara ini hanya berjarak 5 km dari pusat kota St. Moritz, sesuai dengan tiket hadiah dari Tuan Danu Mahendra.
Sebuah taxi berhenti di depan sebuah rumah bergaya Italia dengan dinding putih beserta taman kecil di halaman depannya. Setelah Kai memberikan selembar mata uang Franc, ia turun dengan mengambil koper dari bagasi mobil. Pr
Mendung menggantung di langit petang kota Saint Moritz. Lena hanya diam di dalam kamar dengan membawa banyak makanan hasil masakannya. Ia tidak tahu apakah Kakak iparnya ada di rumah atau tidak. Dan ia tidak peduli. Gadis itu memindah-mindah chanel televisi dan semuanya sama, hanya berbahasa Inggris, Italia, Jerman dan Rusia. Ia mendesah kesal. Ingin sekali keluar, tapi bahkan bahasa Inggris pun ia tak menguasai.Lena berdiri dan mengintip lewat pintu, ingin melihat keadaan di luar. Sepi.Ia mengendap keluar dengan menyambar mantel bulu milik Vena yang ia bawa dari Indonesia. Sampai di luar, ia menarik napas lega karena tidak bertemu sama sekali dengan Kai. Gadis itu berjalan perlahan menyusuri danau Lake Saint Moritz sambil merapatkan mantelnya.Ia duduk di sebuah bangku yang memang di sediakan di sepanjang danau, menikmati pegunungan Alpen yang membentang tinggi ditemani kepekatan malam."Hi. May I sit here?"Lena terlonjak kaget saat seorang p
Alena termangu dengan mata membulat sempurna melihat pemandangan dihadapannya. Di depannya, Kaindra, duduk di sofa dengan berciuman mesra dengan seorang wanita cantik. Dan bahkan, wanita itu sudah setengah telanjang. Mereka berciuman dengan tangan pria itu meremas dua gundukan kenyal milik si wanita. Terdengar desahan manja dari bibir si wanitaGadis itu menelan ludah susah payah. Ia merasa jijik juga malu sendiri dengan kelakuan dua orang di depannya itu. Dan seperti menyadari kedatangan Lena, Kaindra melepas pagutannya, lalu menatap tajam dengan tatapan tak suka pada gadis itu. Pandangan mata lelaki itu, seakan berkata, "enyah kau dari sini!" membuat Lena tersadar dan segera berjalan cepat melewati mereka untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri dengan tak acuh.Ia segera menutup pintu dan menguncinya. Napasnya masih sedikit terengah karena terkejut. Ia tidak menyangka, Kaindra akan berbuat memalukan seperti itu. Kebencian yang bercokol dalam hatinya
"Jadi begini caramu saat aku tidak berada di rumah!" teriak Kaindra membuat Lena ketakutan hingga gemetar."Ternyata kamu benar-benar gadis busuk. Wajah sok polos, tapi ternyata mengundang orang asing ke negara ini!""Hei, Bung! Jaga ucapanmu!" Mata biru Elov membulat marah dengan wajah sudah merah padam."Siapa kamu berani membentakku!" Kaindra maju dan mencengkeram kerah baju Elov dengan rahang mengeras dan berkedut.Tidak tinggal diam, Elov menepis kasar cengkeraman Kai dan mendorong kuat pria itu. "Tuduhanmu terhadap istrimu itu sangat memalukan!""Oh ya? Lalu siapa kamu, dengan santainya bisa duduk di dalam rumahku?" Kaindra tertawa sinis dengan wajah masih menegang."Setidaknya beri dia kesempatan untuk menjelaskan. Kami hanya berteman. Dan apa salah jika aku mengunjunginya?" sahut Elov datar."Mengunjungi saat suaminya tidak ada di rumah? Hah … yang benar saja!" Kaindra tertawa parau dengan mata berka
Mentari pagi bersinar cerah menerangi bumi Swiss. Kaindra mengerang tertahan karena merasakan kepalanya yang berdenyut hebat. Aroma masakan menguar harum masuk indra penciumannya. Ia membuka mata dan agak sedikit terkejut saat menyadari dirinya berada di ruang tamu dan memakai baju tidur hangat.Belum hilang rasa terkejut Kai, ketika tiba-tiba Lena datang dan meletakkan semangkuk bubur dan satu cangkir coklat panas di atas meja dengan tak acuh, lalu pergi berlalu begitu saja keluar dari rumah. Mata Kai mengikuti tubuh Lena yang membuka pintu dan keluar. Ia perlahan beringsut bangun dan merasakan ada sesuatu yang jatuh dari dahinya."Apa ini? Handuk kecil?" Kai tertegun."Apa selama aku demam dan gadis itu mengompres keningku?" lanjutnya dengan mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. "Dan dia juga menyiapkan sarapan pagi untukku," gumamnya lagi.Kai mengambil mangkuk bubur dan menyendokkan ke mulutnya karena memang ia merasa lapar. Dengan cepat ia
Hari sudah petang, saat mereka kembali ke Saint Moritz dan berpisah ke tempat masing-masing. Lena membuka pintu rumah dengan meregangkan ototnya yang pegal setelah perjalanan jauh. Ia tersentak kaget saat melihat Kakak iparnya duduk di sofa dengan menatapnya tajam. Namun, gadis itu tak acuh dengan melewati Kai untuk menuju ke kamarnya."Dari mana kamu?" Suara berat dan tegas pria itu tak menyurutkan langkah Lena untuk masuk ke dalam kamar.Ia berhenti sejenak, "dari jalan-jalan," sahutnya datar tanpa menoleh dan melangkah masuk ke dalam kamar."Kemasi barangmu, besok pagi kita pulang," teriak Kaindra sebelum Lena menutup rapat pintu kamarnya..Pagi-pagi sekali Lena sudah berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Ia membawa masuk sarapannya ke dalam kamar ketika Kai keluar dari kamarnya.Pria itu mendekati meja makan dan mencium aroma nasi goreng yang menggoda. Entah kenapa ia mulai tertarik dengan masakan Lena. Kaindra menghabiskan
"Apa kamu yakin, keluarganya di bawah tekanan Seno dan ternyata mereka berdua bukan putri kandung laki-laki culas itu?" Kaindra menatap penuh pada Tony yang langsung mengangguk."Saya sudah menyelidiki nya, Tuan. Bahkan saya bicara sendiri pada Bima, ayahnya. Sangat sulit meyakinkan pria itu bahwa saya berada di pihak Anda yang ingin mencari tahu kebenarannya. Karena ternyata, keluarga gadis itu juga ditakuti selain di ancam.""Ditakuti maksudmu?" Iris mata coklat Kai menatap penuh tanya.Tony menghela napas panjang. "Seno memfitnah Anda. Dia bilang pada Bima, jika Vena tidak ditemukan, maka Anda akan membunuh Seno dan putranya. Itu sebab, Seno begitu menginginkan Alena menjadi pengganti Vena.""Apa!" Rahang Kai mengeras dengan wajah merah. "Dia bilang seperti itu?""Ya. Dan puncaknya, Seno menculik Lena saat Ayahnya ingin membawa kabur putrinya. Sampai saat ini, ibu Alena masih terlihat depresi karena kehilangan putrinya," pungkas To
Dalam kamar, dua orang berbeda jenis kelamin mengeluarkan pakaian dan barang pribadi mereka dari koper dalam diam. Lena memasukkan kembali beberapa camilan sisa yang tidak sempat di makannya dalam nakas kamar mandi."Kenapa kamu menyimpan makanan di situ?" Suara berat Kai terdengar tepat dibalik punggungnya.Lena tersentak dan memutar tubuhnya perlahan. "Karena aku tidak tahu harus menyimpannya di mana," sahutnya lirih.Kai maju, lalu mengambil semua makanan ringan itu, berjalan melewati Lena tak acuh dan memasukkan ke dalam nakas kecil disamping sofa. "Bukankah di sini lebih baik. Kamu tidak pernah berpikir, betapa menjijikkannya menaruh makanan dalam toilet?" Pria itu menatap datar pada Lena yang terlihat salah tingkah.Kemudian laki-laki itu menuju ranjang, mengambil bantal lalu meletakkannya di sofa. "Tidurlah di ranjang, aku yang tidur di sofa," lanjutnya membuat Lena tertegun."Jangan lupa matikan lampunya dan hidupkan lampu tidur," perintahn
Alunan musik klasik mengalun indah dan lembut memenuhi seantero kamar yang besar dan mewah itu. Seorang wanita menyemprotkan sebuah parfum mahal ke leher jenjangnya yang menggoda. Ia tersenyum melihat pantulan tubuhnya yang sexy di kaca. Balutan lingery warna maroon dengan G-string warna senada, membuat lekukan tubuhnya yang indah sangat terlihat jelas.Pintu terbuka dan masuklah seorang pria dengan mata tajam dan dingin juga rahang kokoh. Rambut halus menghiasi sekitar rahang membuatnya semakin tampan dan tampak sangat dewasa."Kai …." Wanita itu berjalan dengan gemulai ke arah si pria yang melepas jas-nya dan terlihat tak acuh."Aku capek," sahutnya datar. Ia melempar jas pada sofa dan hendak menyandarkan tubuhnya yang penat, saat wanita itu mengusap rahang kokoh Kai dan tak peduli dengan sikapnya yang dingin."Tapi, aku pengen …," rajuknya dengan suara mendesah.Kaindra melonggarkan dasinya dan menatap jengah pada wanita itu.