Perempuan itu tidak mempedulikan permohonan dari gadis tersebut, Kartika terus berusaha menarik Cantika untuk mendekat kepadanya.
Karena tubuh gadis itu kecil tentu saja dia kalah dengan tenaga perempuan tersebut, sehingga memilih pasrah apa pun yang akan dilakukan oleh Kartika kepadanya. Cantika memejamkan mata dengan jantung yang berdebar kencang, perasaannya menjadi tidak menentu membayangkan apa yang akan perempuan tersebut lakukan. Kening perempuan itu mengerut menatap gadis yang berada di depannya, sehingga membuat ia menyentak tangan Cantika dengan kasar. "Sudah selesai, cepat kau keluar sekarang kerjakan semua pekerjaanmu! Aku tidak ingin kalau ada sedikit pun debu yang menempel di rumahku ini, camkan itu!" gertak Kartika dengan wajah merah padam. Gadis itu berjalan keluar dengan tertatih-tatih, terlihat sulit sekali melangkahkan kakinya. Membuat Kartika menjadi mencebik, lantaran cemburu. "Bilangnya tidak suka, tapi setiap tubuhnya penuh dengan tanda merah!" gerutu Kartika dengan bibir terus cemberut. Sekarang Cantika sangat kesulitan sekali untuk berjalan turun dari tangga. Setiap beberapa anak tangga, ia memilih berhenti sejenak. "Sakit sekali!" ringis Cantika dengan tangan memegang pangkal pahanya. Namun, tetap saja memilih melangkahkan kaki. Karena sadar diri akan siapa dirinya, seseorang yang dibeli dengan harga mahal. Andika ingin menaiki tangga menjadi terhenti, tatkala mata elangnya menangkap seorang gadis meringis di salah satu anak tangga. Lantas lelaki itu segera naik ke tangga, tampak beberapa kerutan di dahi mengingat-ingat tentang siapa gadis tersebut. "Siapa kau? Baru pertama kali aku melihatmu di sini," tanya Andika kebingungan. Hati gadis itu terasa sangat perih, bak tertusuk sebuah pisau yang amat tajam mendengar suaminya sendiri tidak mengenalinya. "Sa-saya adalah pelayan baru," ucap Cantika dengan menggigit bibir bawahnya. "Kenapa dengan kakimu itu? Kalau kau sakit, jangan bekerja. Nanti malah akan mengganggu pelayan lain!" tegur Andika dengan wajah dinginnya. Cantika menundukkan kepala, tidak berani menatap sang suami. "Saya berusaha tidak akan merepotkan pelayan atau Anda, Tuan," ucapnya dengan terbata-bata. Andika menelisik penampilan Cantika sekarang, matanya tampak awas. "Kalau kau berkata seperti itu, aku tak bisa memaksamu. Lagi pula kau sendiri yang akan kesakitan kalau terus memaksa diri." Lelaki itu segera naik ke atas tangga tanpa memandang ke arah belakang lagi. Satu tetes bulir bening jatuh dari kedua sudut mata Cantika, ia menatap nanar kepada suaminya tersebut. "Padahal kita sudah melewati malam bersama, tapi kau malah tidak mengenali istrimu ini." Gadis itu meremas ujung roknya dengan kuat. Merasa tidak ada gunanya menangisi lelaki yang adalah suaminya tersebut, memilih untuk segera turun ke bawah. Mulut mungil itu, terus meringis kesakitan lantaran Andika melakukan malam pertama mereka dengan kasar. Tak memikirkan bagaimana perasaan gadis itu sama sekali. Cantika sekarang mengelap vas besar yang menjadi hiasan di setiap sudut rumah megah tersebut. Tangannya gemetar dengan bibir yang sudah semakin pucat, lantaran tidak kuat untuk terus memaksakan diri. Saat Cantika melangkahkan kaki, merasa bumi sedang berputar sehingga kesulitan untuk berpijak. Tangan mungil itu pun menggapai apa pun yang bisa digapai untuk menahan tubuh supaya tidak jatuh. Kartika melihat itu membuatnya semakin kesal, lantas mendekati Cantika. "Hei, pelayan baru!" panggilnya. Dengan sisa-sisa tenaga Cantika menoleh, menatap istri pertama dari suaminya. "Ada apa?" tanyanya dengan lirih. "Cepat buatkan lima gelas kopi hitam dan antarkan ke ruang tamu. Ingat, jangan melakukan kesalahan, karena yang datang adalah tamu penting!" ancam Kartika dengan menunjuk wajah Cantika penuh amarah. "B-baik," jawab Cantika segera berlalu pergi. Kartika mendengus kesal menatap Cantika, perasaan cemburu dirasakan setiap kali menatap gadis tersebut membuatnya tak bisa mengendalikan diri untuk tidak mengganggu istri muda sang suami. Dengan angkuh berjalan menuju ke arah depan, tanpa mempedulikan madu yang tertatih-tatih berjalan ke arah salah. Lantaran Cantika tidak tahu di mana letak dapur. Cantika merasa asing dengan rumah yang sekarang menjadi tempat tinggal ke depannya. Matanya terus melirik kesana-kemari, mencari keberadaan seseorang untuk ditanyai letak dapur ada di mana. Nihil, tak ada satu pun orang lewat di sana. Sehingga memilih untuk berjalan lurus ke depan. "Kenapa tidak ada satu pun orang yang terlihat di rumah sebesar ini? Jangan bilang hanya aku yang jadi pelayan di sini?" Cantika merasa frustasi tak menemukan dapur yang sedari tadi dicari. Rasa lelah, sekaligus haus dan sakit bercampur aduk. Ingin mengistirahatkan diri, dengan duduk sebentar tetapi khawatir kalau Kartika akan memarahinya. "Ayo berjalan sedikit lagi, pasti aku akan menemukan di mana dapurnya!" Cantika mengepalkan tangan di udara, menguatkan dirinya sendiri. Perlahan namun, pasti, ia menemukan dapur yang sejak tadi dicari. Mata gadis tersebut langsung berkaca-kaca, merasa sangat senang. Tangan pun membuka satu-persatu lemari yang berada di sana, mencari keberadaan gula dan kopi. Saat sudah dapat, dengan cepat langsung membuatkan lima gelas kopi hitam. Gadis tersebut segera menaruh semua gelas di atas nampan. "Sekarang aku harus mengantarkannya dengan cepat," ucap Cantika. Langkahnya kali ini dipercepat, walau di antara kedua paha terasa semakin sakit. Namun, tak mungkin berlama-lama mengantarkan minuman ini. Wajah Cantika terus mengerut lantaran menahan rasa sakit, tetapi dengan cepat mengubahnya kembali. Tidak ingin ada seseorang yang melihat dirinya. Saat ingin sampai di ruang tamu, ia mulai memelankan langkah. Di sana Cantika melihat suaminya dirangkul oleh seorang perempuan . Mereka terlihat sangat mesra sekali, sehingga membuat sedikit rasa cemburu di dalam hati. Karena rasa cemburu, tanpa sadar gelas menjadi ingin terjatuh, menimbulkan suara dentingan membuat semua orang menatap ke arahnya. Kartika tersenyum menyeringai, lalu semakin erat merangkul Andika. Mengatakan kalau lelaki itu adalah miliknya. "Seharusnya kau kemari, bukan malah cuma diam di sana!" panggilnya. "Maafkan saya." Cantika menundukkan kepala, menahan bulir bening yang ingin jatuh dari kedua sudut matanya. Langkah kakinya semakin cepat sambil beberapa kali menggigit bibir supaya tidak mengeluarkan suara kalau sedang kesakitan. Satu-persatu gelas ditaruh tempat di depan para tamu, sekarang tinggal Kartika dan Andika saja belum mendapatkan minuman mereka. Cantika merasa ragu untuk mendekat, tetapi perempuan itu memanggil supaya ia mempercepat pekerjaannya. Gadis tersebut memilih menundukkan kepala, menahan rasa sesak di dada, sehingga tak sadar kalau ada satu kaki mencegat langkahnya. Gadis tersebut menjadi tersandung, membuat gelas berisi kopi panas itu menjadi tumpah ke celana Andika. Membuat wajah Cantika menjadi menegang dengan keringat dingin membanjiri kening. Tanpa sadar tangan Cantika lekas meraih tisu yang berada di meja untuk membersihkan bekas tumpahan kopi itu. "Maafkan saya! Saya tidak sengaja melakukannya, Tuan!" ucapnya panik.Andika menendang pintu rumah Kartika dengan kuat sampai membuat pintu tersebut terbuka lebar. Terlihat di sana perempuan itu sedang memakai masker wajah dan hanya menggunakan jubah mandi saja duduk di ruang tamu. “Kalau masuk seharusnya ketuk dulu pintunya, jangan malah didobrak seperti itu.” Kartika melepas timun yang berada di matanya, ia terlihat tenang menatap Andika. “Untuk apa aku mengetuk pintumu? Sedangkan aku datang kemari bukan untuk berbicara baik-baik!” Andika mendekat dan menarik jubah Kartika supaya perempuan itu berdiri. Akan tetapi, tak diduga oleh Andika Kartika terlihat sangat tenang sekali, tidak ada raut ketakutan yang terukir di wajah perempuan tersebut. Sehingga membuat ia menjadi merasa sangat heran sekali. “Lepaskan dulu!” Kartika menepis tangan Andika dengan kasar, tetapi tak kunjung membuat lelaki itu melepaskan cengkraman.“Katakan dulu di mana Cantika! Aku sangat yakin kalau kau yang menyembunyikannya!” Mata elang Andika menatap penuh mengintimidasi kep
Andika yang bagus saja pulang dari bekerja merasa sangat lelah sekali. Alhasil ia ingin menemui Cantika supaya bisa menghilangkan rasa penat dirasa. Akan tetapi, sudah mencari kesana-kemari gadis kecil tersebut tidak berada di manapun. Andika menjadi melangkah untuk mencari keberadaan Cantika. Lelaki tersebut membuka semua ruangan yang berada di dalam kediamannya, tanpa terlewat satu pun sampai di tempat terakhir, yaitu kamar Maura.Kamar Maura yang tidak dikunci membuat gadis di dalamnya menjadi terkejut dan langsung beranjak dari duduknya saat pintu dibuka tanpa permisi. Ia terlihat takut-takut menatap ke arah Andika, lantaran ekspresi dari lelaki itu sangat berbeda dari biasanya. Yaitu lebih dingin dan kejam. “Ke mana Cantika? Aku sudah mencarinya di seluruh kediaman ini, tetapi dia tidak kunjung terlihat di manapun!” Andika menatap penuh selidik kepada Maura. Maura menjadi gelagapan lantaran yang merasa terkejut karena s
“Tidak mungkin! Anda pasti berbohong kepada saya!” Cantika menggeleng kepalanya pelan sambil semakin derasnya linangan air mata.Kartika tersenyum tipis menatap Cantika. “Mulutmu berkata tidak percaya, tetapi hatimu malah membenarkan apa yang aku katakan.”Cantikan menyentuh kedua pipinya yang sekarang sudah basah akibat linangan air mata semakin deras. Ia dengan cepat mengambil tisu yang berada di depan mata.“Dia memang yang menabrak ayahmu, coba kau tanyakan saja kepada dia. Tapi pasti dia akan berbohong kepadamu, karena orang seperti dia mana mungkin mengakui kesalahannya dengan mudah seperti itu.” Kartika menepuk pundak Cantika, ia pun kemudian pergi menjauh dari sana.Karena Kartika tahu sekarang sudah hampir lima menit, membuat ia memilih untuk pergi lebih awal, supaya tidak ketahuan oleh para penjaga Cantika. Saat perempuan tersebut melewati satu meja, ia menatap dan menganggukkan kepala kepada orang yang duduk di sana.Orang itu
Cantika membelalakkan mata menatap Kartika yang sekarang berdiri di depan matanya. Namun, seketika ia baru saja teringat kalau perempuan itu dilarang untuk mendekati dirinya. “Bukankah Anda dilarang untuk bertemu dengan saya, tetapi kenapa Anda malah mengatakan omong kosong itu supaya saya datang kemari?” Cantika menaikkan sebelah alisnya menatap ke arah Kartika. Kartika berdecak kesal mendengar hal itu, karena ia merasa kalau Cantika mengira adalah seseorang yang pantas untuk ia temui, padahal nyatanya tidak seperti itu. Semuanya ia lakukan untuk dirinya sendiri, perempuan tersebut tidak peduli apapun yang terjadi kepada gadis kecil itu. Hanya saja Kartika harus menahan diri, supaya tidak terlalu terlihat kalau ia sekarang disuruh oleh Jack dan tentu saja tujuannya ingin mendapatkan Andika, sumber uang yang tak akan pernah habis. “Sebaiknya kita duduk dulu di sana, karena aku sudah memesan tempat khu
Mata Cantika menjadi berkaca-kaca menatap isi pesan tersebut, sehingga ia tanpa sadar menjatuhkan bulir bening dari kedua sudut matanya. Dengan cepat ia menyeka, lantaran ia sadar kalau pesan dari orang tak dikenal itu bisa saja hanyalah kebohongan belaka.Akan tetapi, Cantika tetap saja merasa kalau kepikiran dengan pesan tersebut. Sehingga mulai membuat ia menjadi terus melamun. “Kau kenapa? Bukankah kau seharusnya sangat senang karena sudah habis berbelanja?” Andika menatap lekat ke arah Cantika yang berada di sampingnya.Karena sekarang malam hari, mereka sedang tidur bersama di satu ranjang yang sama. Andika jadi melihat kalau Cantika terus saja melamun sedari tadi, padahal dirinya tahu kalau seorang perempuan pasti akan sangat suka sekali berbelanja sama seperti Kartika. Kartika saja sangat senang sekali setiap habis berbelanja, sehingga perempuan tersebut menjadi bersikap manis kepadanya, tetapi Cantika malah sedari ta
Maura menjadi gelagapan melihat Cantika yang tiba-tiba pingsan. Alhasil ia tak bisa berpikir jernih dan malah menjadi mondar-mandir lantaran merasa bingung melakukan apa kepada gadis pingsan di depan mata. Ingin memanggil seseorang untuk meminta bantuan, tetapi Maura terlalu takut untuk melakukan hal itu. Alhasil sekarang ia berusaha untuk membawa Cantika dengan susah payah ke ranjang, tak lupa ia pun pergi ke dapur untuk menyiapkan teh panas dan mengambil minyak angin di dalam kamarnya sendiri. Saat Maura masuk ke dalam kamar Cantika masih tak sadarkan diri, membuat ia mengoleskan minyak angin ke perut gadis tersebut dan tak lupa menciumkan aromanya ke hidung. Tak menunggu waktu lama, akhirnya gadis itu tersadar membuat perasaan ia menjadi sangat lega sekali melihat itu.“Sebaiknya kau bangun secara perlahan, karena kau habis pingsan di kamar mandi. Beruntung aku cepat menangkapmu.” Maura membantu Cantika untuk duduk secara perlahan.