Share

Bab 2. Putri yang Bodoh

"Hujan lagi, Mobilku lumayan jauh,” berjalan mendekati mobilnya yang tidak jauh terparkir.

“Sudah gelap hujan pertir lagi,” ucap Aurora menyetir mobil dengan hati-hati, lalu melirik ke kiri dan kanan jalan yang ia lewati.

Aurora menyetir mobil dengan santai di temani dengan lagu favoritenya. Agar ia tidak terlalu mendengarkan petir, yang membuat dia takut. Ia bernyanyi dengan riang dengan suara yang terdengar kekanak-kanakan, namun merdu untuk didengar.

Setelah beberapa menit menyetir, ia melihat seseorang yang seperti membutuhkan pertolongan. Tiba-tiba keluar dari gang yang tidak jauh dari rumahnya. Laki-laki yang penuh dengan luka, dan sangat menyedihkan. Tetapi terlihat sangat tampan, dan juga memiliki tubuh yang atletis.

“Sepertinya dia butuh bantuan,” turun dari mobil lalu menghampiri laki-laki tersebut.

“Wajah itu? Tapi tidak mungkin,” masih terus berjalan dan melihat laki-laki itu tergeletak di tanah.

Aurora sengaja memarkirkan mobilnya yang cukup jauh untuk melihat laki-laki tersebut, ia menggunakan payung dan dress yang berwarna hitam. Di tambah dengan sepatu hak yang tinggi, tidak senada dengan baju yang ia gunakan, dengan kuncir dua dan kacamatanya. Hari ini terlihat sangat cantik.

Payung tersebut menutup pandangan laki-laki sekarat itu dari langit yang di lihatnya, lalu laki-laki itu menatap Aurora dan pingsan.

“Cantik, siapa kau?” ucap laki-laki itu sebelum pingsan.

“Hey bangun! Apa kau baik-baik saja?” tanya Aurora dengan suara gelagapan, masih terus berusaha membangunkan Alex.

“Kenapa setelah menatapku dia jatuh pingsan! Tapi kau terlihat tampan,” ucapnya dengan nada kekanak-kanakan.

“Aku akan membawamu pulang!” berusaha untuk mengangkat tubuh Alex.

Aurora melihat ada bekas tusukan di dada, perut, dan juga bekas tembakan di tangan laki-laki tersebut. Dengan cepat dan kekuatannya ia memapah Alex, untuk masuk kedalam mobil dan membawanya pulang untuk di obati.

“Ternyata kau juga berat sekali, ” ucap Aurora, masih terus berusaha membawa Alex untuk masuk kedalam mobil.

“Aku harus segera pulang dan menyelamatkannya. Jika, tidak. Hidupnya bisa berbahaya,” ucapnya, lalu menghidupkan mobil dan menyetir dengan cepat.

Beberapa hari kemudian, Alex sadarkan diri dan kaget. Karena tangan halus memeluk tanganya dan wajah wanita tersebut tersenyum ketika melihat dirinya sadar.

“Kau sudah sadar? Apa ada yang sakit atau perlu sesuatu?” tanya Aurora dengan gelagapan, tetapi terlihat khawatir.

“Tidak perlu aku baik-baik saja, terima kasih,” ucap Alex dengan dingin.

Aurora keluar dari kamarnya dan membiarkan Alex untuk beristirahat. Untuk memulihkan lukanya yang cukup serius, sementara sang Papa, terus memanggil dirinya entah apa yang akan terjadi kepadanya kali ini.

“Aurora!” teriak Alano yang terus memanggil sang putri sulung.

“Ada apa, Pa?!” tanya Aurora yang mendekati sang papa yang berteriak-teriak.

Sebuah dokumen yang di tangannya langsung dilempar oleh Alano ke wajah Aurora, yang sudah berada di depannya. Aurora kaget, namun karena sudah terbiasa dia hanya diam tidak berkata apa-apa.

“Dasar bodoh. Apa kau ingin membuat grup Zucca bangkrut, Hah!” teriak Alano di depan semua orang yang ada di rumah tersebut.

“Maaf… aku… akan memperbaikinya,” jawab Aurora, terbata-bata.

Alano mendekati sang putri sulungnya tersebut, lalu menatap tajam mata Aurora yang terlihat sangat ketakutan itu, setelah itu ia menarik dagu sang putrinya lalu berkata: “Dasar anak bodoh dan sampah. Kenapa kau harus menjadi putriku,” ucap Alano sebelum pergi meninggalkan semua orang yang berada di ruangan tersebut.

Deg!

Lagi-lagi Aurora harus mendengar kata-kata itu dari mulut sang Papa, meskipun sering diucapan untuk dirinya. Tetapi, tetap saja membuatnya terasa sangat sakit dan ingin menyerah.

‘Bodoh, iya aku memang bodo kapan aku menjadi pintar. Jika setiap hari semua orang memanggilku dengan sebutan bodoh!’ ucap Aurora kepada dirinya sendiri, seketika air mata mengalir.

Ia berjalan menuju ruang kerjanya yang tidak jauh dari kamarnya sendiri, ia memperbaiki dokumen yang diberikan oleh sang papa tersebut, ia memperbaiki semuanya dan sangat teliti ia tidak ingin membuat kesalahan sekecil apapun itu lagi.

Melihat sang kakak yang sibuk bekerja di ruang kerjanya, Gabriell memiliki ide untuk membuat Aurora dimarahi lagi oleh sang Papa, Ia mendekati sang kakak dan mulai melakukan kelicikannya.

“Apa yang kau lakukan sekarang?” tanya Gabriell, mendekati Aurora yang masih sibuk dengan leptopnya.

“Aku memperbaiki dokumen yang Papa berikan padaku tadi,” jawab Aurora singkat, dengan gelagapan masih sibuk dengan Leptopnya.

Gabriell mendekat ke arah meja Aurora, ia memegang segelas kopi di tangannya, lalu mendekati sang kakak dan pura-pura melihat dokumen-dokumen tersebut, lalu menyiramkan kopinya.

“Ahhhh, maafkan aku tidak sengaja kak,” ucap Gabriell berpura-pura.

“Gabriell apa yang kau lakukan, lihat dokumen-dokumennya jadi basah dan juga kotor seperti ini!” bentak Aurora, kepada sang adiknya dengan nada gelagapan.

Ia diam sejenak dan mulai melakukan sesuatu untuk membuat Aurora dimarahi oleh sang Papa, melihat Aurora yang panik dengan dokumen-dokumen tersebut, Gabriell sangat senang dan juga puas.

Prang!

Gelas yang dipegang oleh Gabriell sengaja ia jatuhkan ke lantai, lalu ia pura-pura kesakitan dan terluka agar sang kakak akan dimarahi nantinya.

“Ada apa ini?” tanya wanita paru baya itu, mendekati mereka berdua yang terlihat berisik, Victoria Zucca.

“Maa, lihat kakak marah padaku, dia memarahiku lalu membuat tanganku terluka hik hiks!” tuduh Gabriell berbohong kepada Victoria.

“Aurora!” teriak Victoria kepada putri sulungnya tersebut.

Plak!

Satu tamparan mengenai pipi Aurora, ia hanya diam ketika sang Mama memarahinya habis-habisan, ia tidak bisa membela dirinya sendiri, ketika ia bersuara dan mengatakan yang sebenarnya juga percuma. Mereka tidak ada yang percaya, bahkan akan menghukum Aurora.

“Dasar anak bodoh, tidak berguna kenapa kau harus hidup di dunia ini!” jerit Victoria kepada Aurora tersebut.

“Ma, Aurora tidak melakukannya,” ucap Aurora dengan gelagapan, masih berusaha untuk membela dirinya.

Mendengar suara ribut-ribut di ruang kerja Aurora, sang papa Alano mendekati mereka yang ribut-ribut, karena membuatnya tidak konsentrasi bekerja.

“Ada apa ini, kenapa kalian ribut-ribut seperti ini?” tanya Alano kepada istrinya, Victoria.

“Lihat Pa, anak bodoh ini. Dia melukai Gabriell, hanya karena tidak sengaja menumpahkan kopi di dokumen yang Papa minta untuk diperbaiki!” pekik Voctoria penuh dengan emosi.

Alano menarik tubuh Aurora untuk dihukum, ia menyeret putri sulungnya tersebut sampai di dalam ruangan untuk dihukum seperti biasanya, Aurora memohon-mohon pada sang Papa tetapi Alano tidak memperdulikannya.

“Pa, dengarkan Aurora dulu!” teriak Aurora, memohon kepada sang papa, Alano.

Bruk!

Brak!

Membanting tubuh Aurora ke lantai, lalu menutup pintu dengan kasar Alona mulai menghukum Aurora dengan mencambuk, tetapi menggunakan ikat pinggangnya, Aurora hanya menangis dan terus menahan sakit. Karena sudah banyak bekas cambukan ditubuhnya.

“Maafkan Aurora Pa, maafkan Aurora,” ucap Aurora masih terus memohon.

Setelah selesai Alano pergi dari ruangan hukum tersebut, Aurora yang sudah tidak berdaya lagi masih tergeletak di lantai, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang tampan mendekatinya ia tersenyum melihat laki-laki itu.

“Maukah kau menikah dengan ku? Mari kita menikah?” ucap Aurora sebelum akhirnya ia jatuh pingsan di dalam pelukan sang laki-laki tersebut.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yeni_Lestari87
kasihan Aurora. Alex juga kasihannnn lanjut yukkk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status