Affan tidak bisa mengelak lagi, dia harus segera menjelaskan yang sebenarnya kepada Ishita maupun Nazim. Sebelum semuanya terlambat.
"Maaf Ishi aku akan menceritakan seluruhnya, tapi menunggu Nazim ya? Dia sedang perjalanan pulang," kata Affan menghibur.
"Mas Affan, siapa Ahem? Kenapa ada foto aku dan Ahem begitu mesranya. Itu foto aku sedang hamil, apa itu berarti Saga dan Tifa adalah anaknya Kak Ahem?" tanya Ishita mendesak.
"Iya Ishi, Ahem mantan suamimu, sedang Saga dan Tifa adalah anak kamu bersama Ahem," jawab Affan yang tidak bisa menunda lagi karena desakan Ishita.
"Apa?" pekik Nazim yang tiba-tiba muncul di kamar Ishita.
Nazim begitu terkejut setelah melihat di dinding kamar Ishita ada foto Ishita berdua bersama Ahem. Benar-benar dia tidak menyangka hubungan yang serumit ini.
"Ishita dan Nazim, saya ceritakan sedikit intinya, nanti saat ketemu kembali aku akan menceritakannya secara detail.
"Aku benar-benar tidak percaya!" pekik Ishita masih shock.
"Nazim, karena melahirkan caesar Ishita mengalami koma sampai hampir empat tahun dan dia kehilangan memorinya. Dia melahirkan anak kembar tiga," ungkap Affan.
"Apa, aku melahirkan anak kembar tiga?" tanya Ishita terperanjat kaget seolah tak percaya.
"Jadi kamu benar-benar lupa ingatan sampai sekarang, Ishi?" tanya Nazim heran.
"Aku mulai bisa mengingatnya setelah pulang ke Indonesia. Mungkin di sini aku bisa mendapatkan memoryku kembali." ungkap Ishita pelan.
"Syukurlah, Ishita, kamu harus segera mengingatnya kembali. Kalau tidak sangat berbahaya," sahut Affan.
"Kamu jangan menakut-nakuti, Affan!" hardik Nazim.
"Tidak Nazim, sementara menunggu ingatan Ishita pulih jangan sampai dia bertemu istrinya Ahem, Intan!" pesan Affan.
"Intan? Kayaknya nama itu familier sekali," gumam Ishita lirih.
"Ishita kamu adalah istri simpanan Ahem CEO Hotel Permata tempat kamu bekerja. Karena Intan tidak bisa hamil makanya dia menyewa rahim kamu," cerita Affan.
"Apa? Aku?" sahutnya seolah tak percaya.
"Ayahmu harus dioperasi dan kamu butuh biaya untuk itu, akhirnya kalian bernegosiasi," ujar Affan.
"Terus kenapa Intan memusuhi saya kan harusnya dia berterima kasih dong," sela Ishita.
"Karena Ahem akhirnya jatuh cinta padamu dan Intan cemburu. Begitu tahu kamu hamil kembar tiga, dia meminta ketiga-tiganya. Berbagai upaya dia lakukan sampai rencana-rencana pembunuhan, bahkan adikmu Ririn menjadi korban," lanjutnya bercerita.
"Akhirnya Ahem meminta aku untuk menjagamu dam menyembunyikan kalian ke luar negeri. Nanti aku ceritakan sejelas-jelasnya. Kalian tidak perlu kembali ke India. Kita terus menetap ke Indonesia saja. Masalah ini tidak perlu lagi kita hindari, kita harus menghadapinya, Ishi!" usul Affan.
"Mas Affan yakin itu?" tanya Ishita.
"Kita bicarakan lagi nanti," usul Affan.
"Oh ya apakah anakku yang satunya bersama Kak Ahem? Laki apa perempuan, Mas Affan?"
"Iya, dia bersama Ahem, dia cewek, Ishi," jawab Affan.
"Berarti dia Bella, Mas Affan?" tanya Ishita.
"Terus apa yang harus kita lakukan, Affan?" tanya Nazim gelisah.
"Secepatnya pergi dari rumah itu, sebelum Intan mememukan kalian, Ishi!" perintah Affan.
"Tolong Nazim lindungi mereka semua! Sementara jauhkan mereka dari keluarga Ahem!" pinta Affan kepada Nazim.
"Kapan kamu pulang ke Indonesia, Affan?" tanya Nazim.
"Secepatnya, Nazim," jawab Affan tegas.
"Mas Affan, sekarang juga kita mau berkemas, besuk kita sambung lagi ya?" usul Ishita kemudian menutup teleponnya.
***
Pagi sekali Ishita dan Nazim serta kedua bocil meninggalkan rumah Ishita.
"Maaf Tuan, kok pagi-pagi sekali sudah pergi, mau pergi kemana?" tanya bodyguard kepada Nazim.
"Kita mau cari sarapan kemudian mencari tempat audisi, Pak," jawab Ishita, mewakili Nazim yang tidak pandai bahasa Indonesia.
"Tapi nanti kembali lagi kesini kan, Nyonya?" tanya bodyguard khawatir.
Tentu saja Pak," jawab Ishita berbohong.
"Kenapa tidak minta kita antar saja pakai mobil, Nyonya?" tanya bodyguard.
"Tidak perlu Pak, kita selesaikan audisi dulu baru nanti minta diantar kemanapun," ujat Ishita berkelakar dan basa-basi.
Mereka pun bergegas naik taksi meninggalkan rumah mewah tapi minimalis itu. Setelah berlalu pergi, dua bodyguard dengan penasaran mencoba menghubungi Wahyu menceritakan kalau tamunya sedang keluar dan tidak bersedia dikawal.
Wahyu meneruskannya kepada Ahem. Sontak Ahem keheranan, dia menghentikan sarapannya dan mulai menghubungi ponsel Nazim tapi tidak aktif.
Ada pesan yang belum dibaca dari Nazim. Dengan penasaran dan penuh tanda tanya pesan itu dibuka,
"Ahem, maafkan aku karena mendadak adikku minta pindah ke hotel. Mencari tempat yang dekat dengan tempat audisi, sekali lagi minta maaf dan terima kasih atas bantuanmu."
Disaat Ahem bergejolak dengan perasaan pemasarannya, justru Nazim menghindar menghilang begitu saja.
Apakah Ahem bisa menemukannya kembali?
Bersambung ...
.
Indrayana dengan menahan geram dan benci menatap Ahem dan Ishita bergantian. "Jangan sakiti dirimu sendiri, Sayang! Hanya demi lelaki tak punya hati dan pelakor murahan seperti dia! Biarkan papa yang melakukannya, anakku!" Indrayana menenangkan Intan. "Tidak Pa, biarkan aku mati bersama anak kesayangannya ini!" ujar Intan masih mencengkeram Saga dan perlahan melangkah mundur. "Berhenti, Mbak! Hati-hati jangan lakukan itu! Bicaralah apa yang harus aku lakukan, katakan!" teriak Ishita tercekam panik. "Apa kamu saja yang melompat dari sini, menggantikan anak kamu?" tawar Intan. "Kamu gila ya! Kenapa tidak kamu saja yang melompat sendiri?" sahut Affan berteriak. "Oh ya kamu masih hidup, Affan? Lantang sekali suara kamu, udah sehat?" tanya Indrayana mengejek. "Malang sekali Intan punya orang tua sebengis kamu, tidak salah kalau Intan menjadi seperti itu, ternyata karena mencontoh orang tuanya," olok Affan. "Biarkan aku
Ahem menatap Affan dengan kebencian yang ditahan. Dia tidak bisa melihat orang yang paling dicintai ada di dekatnya. Tapi Ahem melihat semua mata tertuju padanya, dia merasa harus bisa mengendalikan perasaannya. "Kabarku, baik," jawab Ahem sambil menyambut tangan Affan. "Kamu sendiri kelihatannya sehat-sehat saja," lanjutnya. "Iya beginilah," jawab Affan asal. "Bagaimana keadaanmu, Kak Nazim? Maaf kamu jadi menderita gara-gara keluargaku," kata Ishita lembut. "Jangan begitu, Ishi! Selamat ya, semoga kamu bahagia," ucap Nazim. "Terima kasih, Kak Nazim." Ishita kikuk akan menyapa Ahem, tapi karena dia adalah tamu yang datang belakangan, harusnya dia menyapa semuanya tanpa terkecuali. "Kak Ahem, kok sendirian? Dimana Bella dan Arjun?" tanya Ishita basa-basi tanpa berani menatap wajah Ahem. "Ada di rumah," jawab Ahem datar, juga tanpa melihat wajah Ishita. Kini hubungan mereka tiba-tiba terasa dingin dan asing seper
Affan masih tertegun menatap Ishita yang kelelahan mengangkat baju pengantin yang panjang. Wajah cantik dan bersinar cerah bagai mutiara, membuat Affan tertegun penuh kekaguman. "Baik, kalau memang kamu menginginkan pernikahan ini dibatalkan. Aku akan menghubungi Wahyu dan kawan-kawannya agar mengatakan ini kepada tamu dan penghulu. Aku tidak mau mereka menunggu lama," hardik Ishita emosi. "Biar Pak Wahyu segera mengabarkan kepada Kak Ahem tentang batalnya pernikahan ini, biar puas dia," ujar Ishita sambil mencet telepon kepada Wahyu. "Iya Nyonya?" jawab Wahyu setelah telepon Ishita diangkat. "Pak Wahyu, tolong ...," "Hentikan Ishi!" sahut Affan berteriak. "Kita menikah, sekarang!" lanjutnya pelan sambil menatap Ishita penuh penyesalan. "Kamu yakin?" tanya Ishita ragu, kemudian menutup telepon dengan Wahyu. Perlahan Affan menghampiri Ishita kemudian mbopongnya menuju mobil. Ishita membiarkan Affan membuktikan kesungguhannya. Dia
Asisten pribadi Affan membantu mengurus acara pernikahan Affan dan Ishita. Affan sudah bisa berjalan layaknya orang sehat. Apalagi di balik tubuhnya yang kuat dan kekar siapa menyangka dia punya penyakit yang mengintai nyawanya. "Tuan Affan, semua persiapan pernikahan sudah selesai. "Baiklah, terima kasih, Ali," jawab Affan. "Duduklah, Mas Affan! Kamu jangan sampai capek!" pinta Ishita. "Kamu jangan memperlakukan aku seolah aku sedang sakit, Ishi! keluh Affan. "Iya udah, yang penting kamu harus bahagia, Mas Affan. Kita sebentar lagi menikah?" ujar Ishita. "Tapi kamu sendiri bahagia juga kan?" tanya Affan penasaran. "Ya iyalah, sangat bahagia," sahut Ishita. "Menurut kamu perlukah anak-anak tahu tentang pernikahan kita ini?" tanya Affan. "Kayaknya tidak perlu deh, Mas, kan mereka tahunya papa dan mamanya suami istri. Tahu-tahu baru menikah kan menjadi tanda tanya mereka?" jawab Ishita. "Benar juga s
Satpol PP mengirim Nazim ke rumah sakit, Kini dia terbaring tak berdaya dengan luka bakar di tubuhnya. Ishita mengetahui dari berita media sosial maupun berita di televisi. Ditemani Wahyu dan anak buahnya, Ishita menuju rumah sakit. Dia melihat Nazim tergolek tak berdaya. Dari jendela kaca Ishita hanya bisa memandangnya. "Kak Nazim, bagaimana keadaan anak-anakku?" gumam Ishita lirih. "Dimanakah mereka, Kak Nazim?" lanjutnya. Ishita masih terpaku, dia tidak menyangka kepulangannya ke Indonesia akan menemui masalah seberat ini. Ishita juga sedang memikirkan Affan yang harus menyembunyikan sakitnya karena tidak mau membuatnya bersedih. "Bagaimana keadaanmu, Ishi?" tanya Ahem yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Ishita. Ishita terdiam bergeming, dia tidak mau menatap mata Ahem. Dia tidak mau hatinya akan luluh dan melupakan Affan yang sudah banyak mempertaruhkan hidupnya. "Aku baik. Kapan semua ini berakhir, Kak Ahem? Semua ini bermula
Tifa berdiri di dekat orang-orang yang nongkrong di pagar lokasi pemakaman Cina. Langkahnya terhenti, dia tidak jadi masuk ke lokasi dimana Nazim berbaring sakit. "Kak mau tanya, apa yang kakak ceritakan itu orang yang sedang sakit di bangunan putih dan hijau itu?" tanya Tifa sambil menunjuk ke arah sebuah bangunan yang lumayan bagus. "Iya betul seorang lelaki yang sakit di bangunan itu tadi diciduk Satpol PP,' ujar salah seorang diantaranya. Tifa sambil mengedarkan pandangannya, takut kalau ada poster yang menempel yang mengumumkan sayembara untuk menemukan dirinya. Dengan penasaran Tifa tetap menempuh jalan setapak menghampiri gubug itu. Betapa terkejutnya Tifa, dia mendapati tempat itu sudah kosong. "Om Nazim ...!" tangisnya memanggil. "Dimanakah kamu? Harusnya aku tidak meninggalkan kamu sendirian," lanjutnya. "Kamu mencari siapa, Nak?" tanya seseorang yang sedang membersihkan makam itu. "Saya mencari Om Nazim, dia om saya se