Lempengan uang yang banyak membuat mata Jiru, Daka dan Sian langsung merubah kuning. Uang itu diberikan oleh Bayan untuk mereka pergi berlibur. Pada kenyataannya Bayan merupakan orang paling kaya di keluarga. Selain karena dia adalah anggota militer dengan segudang prestasi, Bayan juga merupakan anak semata wayang yang dimiliki oleh ibunya yang super kaya. Menurut penuturan dari orang tua mereka, ibu Bayan merupakan teman masa kecil ibu Ayudisha dan keduanya telah tinggal dan besar di istana. Jadi dapat dibayangkan betapa tingginya jabatan keluarga Bayan dari pihak ibu. Hanya saja sangat disayangkan, mereka telah lama putus hubungan setelah kematian ibu Bayan dan Bayan secara resmi mewarisi semua kekayaan ibunya."Kakak Bayan memberi kita uang sebanyak ini seperti memberi kita sebungkus kacang. Sebenarnya seberapa kaya Kakak Bayan itu?"Sian pun mengingat-ingat kembali saat ia bertanya pada kakak Raka sebelumnya. "Kata Kakak Raka, Kakak Bayan adalah orang terkaya di Malaka."Mendengar
Para prajurit yang telah selamat dari tragedi di perbatasan Malaka telah menghilang layaknya di telan bumi. Mereka memilih pergi dari Senggrala setelah mendapatkan ancaman yang tak terhitung jumlahnya. Mereka takut pada ancaman tersebut dan akhirnya memilih untuk meninggalkan kampung halamannya dan memulai hidup baru di tempat lain.Hanya Yuda yang masih tetap bertahan di Senggrala. Ia masih diam di rumahnya seorang diri sambil mengingat kepergian kakaknya yang begitu tragis. Yuda sudah tidak memiliki keluarga ataupun kerabat lagi. Keluarga telah lama meninggal dalam badai di laut saat hendak menyebrang ke luar pulau. Satu-satunya yang tersisa adalah sang kakak yang telah menjadi prajurit kepercayaan Patih Muda. Kakaknya adalah prajurit yang kuat, sehingga Yuda mengaguminya dan ingin mengikuti jejak kakaknya menjadi prajurit. Akan tetapi siapa yang menyangka bahwa peperangan pertama yang harus ia lewati adalah peperangan yang menewaskan kakaknya."Aku sangat merindukan kakak."Sekaran
Kerta membanting semua barang yang ada di ruangannya. Ia benar-benar marah pada kenyataan bahwa anaknya telah dibunuh oleh Rajanya sendiri. Ia ingin melampiaskannya tapi jiwa ksatria dalam dirinya tak mengizinkan hal itu terjadi.Jika Kerta melakukan makar seperti halnya yang dilakukan oleh Bayan. Maka ia perlu untuk mempersiapkan raja baru. Amor telah menjadi Raja Malaka karena umurnya sudah cukup untuk memerintah. Sedangkan Senggrala memiliki seorang pangeran mahkota yang umurnya masih terlalu kecil. Walaupun Saka adalah anak yang cerdas, tapi seorang anak tetaplah menjadi anak-anak. Mereka tak memiliki kebijaksanaan dalam bertindak dan mengambil keputusan dengan tepat.Penasihat militer pun hanya mampu diam dan melihat tuannya melampiaskan amarah. Ia tidak berani mengganggu karena Mahapatih adalah orang yang sangat kejam dan mengerikan ketika sedang marah. Setelah beberapa saat, akhirnya Mahapatih pun menjadi lebih tenang dan penasihat istana mulai memberanikan diri untuk bertanya.
Setelah pulang dari istana, Mahapatih Kerta langsung menuju ruang latihan cucunya. Disana ia melihat Jarka berlatih dengan sangat keras dan bercucuran keringat. Hal tersebut membuat kemarahan Kerta yang sebelum membumbung tinggi, langsung hilang seketika. Jarka adalah harapannya, Jarka juga adalah semangatnya. Jika ia tidak bisa menjaga Wira maka Jarka adalah yang akan ia jaga dengan seluruh jiwa dan raganya."Kakek!"Jarka berlari ke arah kakeknya. Ia telah berlatih sangat rajin akhir-akhir ini. Hal tersebut dikarenakan ia begitu bersemangat untuk membuktikan pada Sina bahwa ia adalah calon prajurit yang hebat.Jarka memeluk kakeknya dengan perasaan rindu yang mendalam. Selama beberapa hari ini, kakeknya tak berkunjung lagi ke tempat ia latihan. Hal tersebut membuatnya gelisah dan merindukannya sepanjang waktu."Jangan memeluk kakek terlalu erat.""Aku tidak mau! Kakek harus dihukum karena tidak menemui ku selama beberapa hari ini!"Melihat tingkah cucunya yang terlihat lucu dan keka
Bayan memandang laut yang biru dengan perasaan sedikit gelisah. Sepanjang perjalanan ia melihat bahwa tidak ada satupun tenda yang didirikan untuk berkemah seperti yang adik-adiknya katakan. "Di pantai mana mereka berkemah?" ucapnya heran.Dalam perjalanan pulang dari perbatasan, Bayan berfikir untuk mengunjungi adiknya yang sedang berkemah. Ia khawatir akan kesedihan mereka atas meninggalnya Raka. Selain itu juga ia sangat merindukan ketiga adiknya itu. Akan tetapi apa yang ia lihat sekarang, pantai sangat kosong dan sepi seperti tidak pernah ada kehidupan yang pernah singgah di dalamnya.Bayan pun menekan kepalanya yang mulai sakit dan pusing. Menurut pemahamannya sebagai seorang kakak selama belasan tahun, ia tau betul bahwa adik-adiknya telah menipunya saat ini. Ia pun menendang batu di depannya dengan keras. Hal tersebut membuat prajurit di belakangnya mundur beberapa langkah karena takut. Mereka kaget melihat Bayan yang tiba-tiba marah dan menendang sesuatu.Urat di dahi Bayan
Di rumah bordil terjadi sebuah keributan. Semua orang berlari keluar dan berteriak ketakutan. Hal ini disebabkan oleh lepasnya ular berbisa yang berkeliaran di sekitar rumah."Ada ular!!""Ada ular!""Ada ular!!"Semua orang yang panik berhamburan keluar. Sedangkan sang pemilik ular sedang mengamuk menjambak rambut kedua saudaranya. Jiru sangat marah pada Daka dan Sian hingga ia tidak bisa menahan kemarahannya lagi."Kalian dua anjing sialan. Beraninya kalian menyuruhku menari ular untuk menyusup ke istana hanya untuk mengoleskan minyak ulat bulu!"Rencana Sian adalah menyusup ke istana untuk memberi Raja Senggrala minyak ulat bulu di kemaluannya. Inspirasi ini ia dapatkan dari cerita kakaknya Raka dan Bayan saat mengerjai Raja Badra. Ia pun langsung memiliki ide gila untuk melakukan hal yang sama.Sedangkan Jiru berbeda, ia berfikir akan menyusup ke istana dengan begitu serius untuk melakukan hal-hal kriminal, seperti pembunuhan atau penyiksaan kejam lainnya. Akan tetapi ia justru me
Raja Senggrala mengalami suasana hati yang begitu suram. Ia benar-benar kesal dengan kompensasi yang harus ia berikan pada Mahapatih Kerta yang begitu luar biasa. Sekarang ia hanya bisa mengandalkan kompensasi yang akan diberikan Malaka padanya. Setidaknya itu bisa mengurangi kerugian yang telah ia alami beberapa waktu ini.Raja Senggrala yang tak senang dengan semua hal yang terjadi saat ini, merasa bahwa semua hal telah berjalan diluar kendalinya. Sebagai seorang Raja yang arogan, tentu saja ia tidak menyukai hal semacam ini terjadi padanya. Untuk menyenangkan perasaannya yang tak karuan. Raja Senggrala pun mengosongkan sebuah ruangan di istana. Disana ia akan mengadakan pertunjukan seni untuk menghibur dirinya sendiri. Kebetulan ada seniman jalanan baru yang akan tampil sebentar lagi."Apakah kalian benar-benar membawa seniman yang bagus kali ini?""Tentu saja yang Mulia. Seniman kali berasal dari luar pulau dan tariannya sangat menggairahkan. Dia akan menari dengan ular di depan Y
Sret..... Sret..... Sret.....Bayan terus mengasah golok miliknya sambil merapalkan sumpah serapah. Ia sangat marah saat menyadari bahwa tiga monyet kecil itu telah menipunya. Apalagi ia telah mengeluarkan banyak uang untuk mereka bersenang-senang. Ia sebenarnya tidak memiliki masalah dengan berapa jumlah uang yang ia keluarkan, akan tetapi ia paling benci jika ditipu oleh orang lain, apalagi jika itu oleh adiknya sendiri.Setelah mengasahnya, Bayan langsung melihat hasilnya dan masih belum puas."Belum terlalu tajam."Ia pun mengasah goloknya kembali.Ayudisha yang melihat tingkah suaminya yang tidak normal hanya menghembuskan nafas pelan sambil memakan mangga miliknya. Entah sejak kapan ia telah terbiasa dengan sikap Bayan yang terlampau kasar. Dulu ia sangat takut dan khawatir saat melihat Bayan memasang wajah datar. Sekarang ia merasa tidak takut sama sekali bahkan jika Bayan mengacungkan golok ke arahnya. Mungkin karena ia terbiasa atau karena ia tau bahwa Bayan hanya mengomel da