3 tahun kemudianBayan menatap putranya dengan tatapan tak percaya. Ia panik saat ini karena Ayudisha akan melahirkan seorang anak, tapi lihat putra nya yang berbakti itu. Dia bahkan sempat menguap saat mendengar jeritan ibunya yang kesakitan."Apakah kamu tidak khawatir ibumu kenapa-napa?"Mendengar pertanyaan Ayahnya, Lo Gading pun mengangguk."Aku khawatir." ucap Lo Gading dengan suara kecilnya.Akan tetapi raut wajahnya masih terlihat santai dan malas. Hal tersebut membuat Bayan menjadi semakin kesal."Lalu kenapa kamu terlihat seperti itu? Tidak ada raut khawatir di wajah mu, biasanya anak-anak akan menangis jika mendengar jeritan ibunya.""Apakah menangis itu berguna saat ini? Apakah tangisan ku dapat mengurangi rasa sakit yang ibu rasakan? Kalau memang begitu, aku akan menangis sekarang."Bayan pun terdiam, ia merasa putranya tidak normal. Terlalu malas dan tidak ada jejak kekanakan yang tersisa. Padahal jika diingat saat ia masih bayi, Lo Gading cenderung imut bahkan ketika di
Ayudisha menggendong putrinya sambil melihat Lo Gading yang sedang duduk dan menatap tanah. Hal tersebut membuat Ayudisha merasa heran melihat putranya itu. Apalagi Lo Gading masih tidak bergerak bahkan setelah beberapa jam."Lo Gading, apa yang sedang kamu amati? Hari sudah mulai terik, kemarilah."Akan tetapi Lo Gading masih tetap berjongkok dan terus menatap ke tanah. Setelah beberapa saat ia pun melihat ibunya dan bertanya."Bu, kenapa semut berjalan seperti bebek?""Hah?"Ayudisha pun langsung heran, sejak kapan semut berjalan seperti bebek?Lo Gading selalu bertanya pada sesuatu yang sulit ia mengerti. Akan tetapi rasa ingin tau anak itu begitu besar, sehingga ia selalu menanyakan sesuatu yang bahkan tidak pernah ditanyakan oleh orang lain."Bebek tidak berjalan seperti semut anakku. Mereka berbeda, bebek memiliki dua kali sedangkan semut memiliki lebih.""Tapi aku melihat cara mereka berjalan sama."Untuk beberapa saat Ayudisha terdiam, dan akhirnya mengingat kembali kenangan k
Suara hujan serta angin yang menderu terasa perih di telinga, apalagi jika ditambah dengan rasa sakit yang ada di dada. Ayudisha terus memegang dadanya dengan susah payah sambil bernafas dengan suara yang terputus-putus. Mungkin inilah yang dinamakan sakaratul maut. Dimana saat-saat menjelang kematian yang begitu menyakitkan dan tak tertahankan.'apakah aku akan mati hari ini?'Saat rasa sakit telah menguasai pikirannya, Ayudisha perlahan menatap keatas dengan putus asa. Bahkan saat sakit seperti ini, tak ada satupun manusia yang datang untuk menemaninya. Itu membuat Ayudisha menangis dan tersenyum miris. Ia kasihan pada dirinya sendiri.'mungkin ini akhir yang pantas untukku'Setelah lelah dengan rasa sakit perlahan Ayudisha pun mulai pasrah dan enggan melawan. Ia ikhlas jika harus mati saat ini juga. Lagipula kematiannya tak akan berpengaruh pada hid
Di masa lalu, saat proses kawin lari berlangsung, Tanjung dan Ayudisha harus bersembunyi selama satu malam. Setelah itu mereka akan memberitahukan pada keluarga pihak laki-laki bahwa ia akan menikah. Keluarga laki-laki akan memberi kabar pada pengurus adat untuk melanjutkan ke pihak perempuan tentang anak perempuan mereka yang akan menikah. Jika keluarga perempuan menolak maka itu akan buruk pada reputasi mereka. Apalagi mengingat anak gadis mereka telah bermalam diluar dengan laki-laki lain.Adat dan budaya telah berhasil menyelamatkan Ayudisha dari cengkeraman orang seperti Bayan.Tapi saat ini tatapan bengis Panglima Bayan membuat Ayudisha tersadar.'Kenapa aku melihat wajah Panglima Bayan terlihat begitu muda?'Itu membuat Ayudisha bertanya-tanya, bukankah Panglima Bayan telah berumur 70 tahun saat ini?Saat itu juga segerombolan ingatan langsu
Bayan terus menyeret dan menggenggam tangan Ayudisha, tak peduli jika gadis itu berjalan dengan tertatih-tatih. Ia hanya ingin cepat sampai rumah dan mengatakan pada calon mertuanya, bahwa Ayudisha hampir berbuat curang. "Bisakah kamu berjalan lebih pelan." Suara Ayudisha begitu lembut dan terkesan memohon. Tapi Bayan mengabaikannya dan terus menyeretnya dengan kasar. Amarah bayan masih membara dan ia belum melampiaskan nya dengan tuntas. Bayan terus diam dan tak menoleh sedikit pun ke arah Ayudisha, seolah sesuatu yang ada di tangannya adalah sebuah benda mati dan bukan calon istrinya. "Diam dan jangan bicara lagi." Ucap Bayan tajam. Melihat perlakuan buruk Bayan padanya, Ayudia segera memaklumi hal itu. Ia ingat bagaimana Bayan mengalami banyak kesusahan saat ia meninggalkan nya. Walaupun tak ada cinta di antara mereka, tapi pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap main-main. Itu merupakan perjanjian suci untuk hidup semati dengan menyebut nam
Ayudisha menjalani hidupnya hingga akhir dengan sebuah penyesalan yang besar. Ia terus hidup dalam kesepian dan rasa sakit. Keluarganya yang mulia telah membuangnya dari silsilah keluarga sejak ia menikahi Tanjung. Itu membuat Aturan enggan dan malu untuk pulang ke rumah. Saat kematian datang, Ayudisha hanya berharap kematian itu tak memiliki rasa sakit yang besar. Ia ingin mati tanpa mengingat kejadian masa lalunya yang pahit. Tapi hari ini Tuhan ternyata memiliki rencana yang berbeda. Ia dilahirkan kembali tepat sebelum ia menikahi Tanjung. Itu membuat Ayudisha merasa bahagia sekaligus haru. Ia tak menyangka Tuhan begitu baik padanya hingga memberinya kesempatan kedua. Ayudisha berjanji dalam hatinya untuk tak membuat orang lain kesusahan karena sikap egoisnya. Ia akan berusaha lebih keras dan membuat akhir yang bahagia untuk hidupnya di kesempatan kedua ini. Ayudisha terus menatap punggung Bayan dengan sedikit linglung. Laki-laki didepannya adalah seorang
Ayudisha adalah seorang putri yang berasal dari keluarga sastrawan. Kakeknya adalah saudara dari mantan Raja terdahulu. Jadi dapat dikatakan Ayudisha adalah seorang bangsawan langsung dan keturunan Raja. Hanya saja keluarganya memang terkenal bersahaja dan sederhana. Jadi mereka terbiasa bersikap biasa saja, itulah yang membuat orang-orang merasa hormat dan menganggap keluarga mereka adalah keluarga bangsawan terbaik yang dimiliki kerajaan Malaka. Ibu Ayudisha adalah seorang penyanyi dan penyair terkenal diusia muda. Keluarganya berasal dari seniman wayang diluar pulau. Hanya saja darah seni yang dimiliki oleh sang Ibu tak menurun pada diri Ayudisha. Ayudisha adalah Putri satu-satunya yang mereka miliki. Walaupun ada seorang kakak, tapi kakaknya adalah pedagang yang berlayar keluar pulau dan mereka jarang bertemu dengan kakaknya. Jadi hanya Ayudisha anak mereka yang ada di rumah. Hal itu membuat Ayudisha dimanjakan ketitik yang ekstrim. Tempramen Ayudisha san
Setelah kejadian sebelumnya, semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan. Pernikahan ini akan menjadi sebuah pernikahan yang digelar dengan pasar dan akan berlangsung selama beberapa hari. Tentu saja ini dikarenakan kedua mempelai saya berasal dari bangsawan terkenal dan kaya. Mempelai wanita berasal dari keluarga sastrawan dan seorang keturunan Raja. Sedangkan mempelai laki-laki adalah seorang tentara yang berbakat, dan berasal dari keluarga militer yang berpengaruh. Semua orang bergotong-royong saling bahu-membahu untuk merayakan pernikahan Akbar ini. Berbagai macam jenis perhiasan telah dipesan untuk menghiasi mempelai wanita agar terlihat cantik layaknya seorang ratu di hari pernikahannya. Begitu pula dengan mempelai laki-laki, yang akan disematkan keris pusaka keluarga serta kereta emas yang telah disimpan di dalam kerajaan selama bertahun-tahun. Pernikahan ini begitu istimewa, karena Mahapatih dan yang mulia Raja Malaka akan hadir dalam pernikahan tersebut. Jadi