Malam itu hujan turun dengan deras. Sebuah tragedi berdarah tiba-tiba datang menimpa Keluarga Li. Semua orang yang ada di sana hampir terbunuh. Yang berhasil selamat hanya dua orang pekerja setia dan dua orang anak yang masih kecil. Setelah belasan tahun berguru kepada seorang tokoh angkatan tua dan menghilang tanpa jejak, Li Bing kembali muncul ke dunia persilatan dengan tekad ingin mencari tahu siapa dalang dibalik layar atas tragedi tersebut sekaligus membalas dendam terkait kematian seluruh keluarganya. Orang awam mungkin ada yang tidak tahu atau tidak mengenal siapa itu Li Bing, tetapi orang-orang dunia persilatan, mereka pasti tahu dan mengenalnya. Sebab sebelum memutuskan untuk kembali ke Kota Yu Nan, Li Bing sudah mengembara dulu di daerah lain. Dalam pengembaraan itu dia berhasil mengangkat nama. Orang-orang persilatan menjulukinya Pendekar Tangan Dewa. Selama menghadapi pertarungan besar dan kecil, Li Bing tidak pernah menggunakan senjata. Karena senjatanya hanya kedua tangan itu saja. Tangan yang ampuh. Tangan yang ajaib, dan tangan yang lebih tajam dari senjata apapun! Entah suatu kebetulan atau bukan, rupanya kemunculan Li Bing di Kota Yu Nan bersamaan juga dengan kisruhnya dunia persilatan Tionggoan. Saat itu, dunia persilatan mulai kacau. Berbagai macam pertarungan terjadi, masalah bermunculan di mana-mana. Tidak hanya itu saja, bahkan dia pun di fitnah dengan kejam oleh seseorang yang belum diketahui sehingga ada banyak pendekar yang mencoba untuk membunuhnya. Tugas Li Bing semakin berat. Apalagi dia juga harus mencari adiknya yang sudah berpisah selama belasan tahun. Note: Ini novel klasik, jadi di dalamnya tidak ada kultivasi dan lain-lain. Novel Pendekar Tangan Dewa berlatar di Tiongkok pada zaman dulu. Terinspirasi dari penulis silat terdahulu seperti Kho Ping Ho, Khu Lung, dan lain-lain.
Lihat lebih banyakMalam gelap telah menyelimuti muka bumi. Hamparan awan hitam menggulung di tengah-tengah langit kota Yu Nan. Gemuruh guntur dan kilat menyambar-nyambar tanpa henti.
Semua penghuni kota Yu Nan sudah masuk dan bersembunyi dibalik selimut karena saking takutnya terhadap badai yang melanda kota itu. Jalan raya yang biasanya ramai, kini tampak sepi sekali. Sepi, seakan-akan kota itu sudah tidak berpenghuni lagi. Dalam waktu sekejap mata, Kota Yu Nan yang tidak pernah sepi, kini selama menjadi kota mati. Di tengah-tengah kota Yu Nan, di sana berdiri sebuah gedung yang terbilang megah. Gedung itu luas. memiliki tembok pembatas setinggi satu atau dua tombak. Di depan gerbang gedung ada sebuah gardu. Di gardu itu ada lima orang penjaga yang diperintahkan oleh tuan rumah untuk tetap melakukan ronda malam. Gedung megah itu milik Keluarga Li. Kepala keluarganya bernama Li Hoan. Ia mempunyai seorang istri dan dua orang anak. Istri Li Hoan Bernama Bi Lian. Anaknya yang pertama adalah laki-laki dan bernama Li Bing, usianya sekarang baru sepuluh tahun. Sedangkan yang kedua adalah perempuan dan bernama Li Ai Yin, saat ini dia berusia lima tahun. Kehidupan Keluarga Li sangat sejahtera. Semenjak mengundurkan diri dari dunia persilatan, Li Hoan memutuskan untuk membuka perusahaan jasa pengiriman barang. Atau bisa disebut jasa ekspedisi. Bermodalkan nama besarnya dalam dunia persilatan, maka dalam waktu dua tahun saja, perusahaan tersebut sudah berkembang pesat. Semua orang di Kota Yu Nan dan sekitarnya mengenal Perusahaan Burung Hong dan pasti tahu pula siapa pemiliknya. Setiap hari, pasti ada banyak orang-orang yang datang untuk meminta pertolongan perusahaan tersebut. Tengah malam itu, Li Hoan baru saja beranjak dari ruangan kerja. Hari ini benar-benar melelahkan. Orang-orang yang datang juga lebih banyak dari biasanya. Li Hoan berjalan menuju ke kamarnya untuk istirahat. Namun secara tiba-tiba dia menghentikan langkah kakinya, perasannya tidak enak. "Aneh, tidak biasanya aku mempunyai firasat seperti ini," gumam Li Hoan sambil menghela nafas panjang. Akhirnya dia kembali duduk di ruang kerja. Li Hoan menuangkan arak ke dalam cawan lalu meminumnya sampai habis dalam satu kali teguk. Baru saja arak masuk ke tenggorokan, telinganya yang tajam tiba-tiba mendengar ada sebuah jeritan. Jeritan itu sangat jelas, namun hanya terdengar satu kali. Li Hoan kaget. Suara itu berasal dari halaman depan. Buru-buru dia bangkit berdiri dan menuju ke sana. Begitu tiba di gardu depan, ia dibuat terkejut saat melihat lima orang penjaganya sudah tewas bermandikan darah. Masing-masing dari mereka mendapat luka goresan di lehernya. Saking dalamnya luka tersebut, sampai-sampai leher kelima orang itu hampir putus. "Siapa yang berani melakukan perbuatan keji ini?" Li Hoan bergumam. Ia sangat marah. Tapi sebisa mungkin, Kepala Keluarga Li itu mencoba untuk menahan amarahnya. Li Hoan menatap ke sekeliling tempat. Tapi dia tidak menemukan tanda-tanda apapun. 'Orang itu pasti masih ada di sini,' batinnya bergumam. Dia menarik nafas panjang dan kembali menatap keliling. "Rasanya aku tidak punya masalah dendam dengan siapa pun. Tapi mengapa Tuan mengganggu kehidupanku?" kata Li Hoan cukup keras. Selesai dia berkata seperti itu, tiba-tiba terdengar ada suara tawa yang lantang. Suara tawa itu terasa menusuk-nusuk gendang telinga. Jumlahnya bukan cuma satu, melainkan ada empat. Empat orang! Li Hoan sangat yakin bahwa di sekitar rumahnya sekarang, pasti ada empat orang tokoh dunia persilatan yang berilmu tinggi. Hal itu terbukti dari suara tawanya yang mampu membuat darah dalam tubuhnya bergejolak. Ditambah dengan suara guntur dan sambaran kilat, semuanya terasa menjadi lengkap. Malam ini adalah malam paling mendebarkan selama sejarah hidupnya. Selama puluhan tahun mengembara dalam dunia persilatan, belum pernah Li Hoan merasa seperti saat ini. "Tuan-tuan, tolong tunjukkan diri kalian," katanya berusaha bersikap tenang. "Hahaha ... kau ingin tahu siapa kami? Baiklah, anggap ini sebagai permintaan terakhirmu, kami akan menunjukkan diri sekarang juga," sebuah suara berat terdengar. Disusul kemudian dengan munculnya deru angin kencang berhawa panas. Begitu semuanya sirna, tiba-tiba di depan Li Hoan sudah ada empat orang yang berdiri menantang. "Siapa kalian?" tanyanya sambil memandangi keempat orang tersebut. "Kau belum pantas untuk mengetahui siapa kami," jawab salah satu dari mereka. "Apa tujuanmu melakukan semua ini?" "Apa lagi? Tentu saja membasmi Keluarga Li," Selesai orang itu berkata. Dia segera melirik ke tiga temannya. Satu tarikan nafas berikutnya, mereka sudah menerjang hebat ke arah Li Hoan. Gerakan orang-orang itu sangat cepat sekali. Secepat kilat yang menyambar di malam tersebut. Empat macam serangan datang dari setiap penjuru. Setiap serangan itu mampu mencabut nyawa dalam waktu singkat. Li Hoan kaget, namun dalam waktu yang bersamaan dia langsung melakukan persiapan. Walaupun dirinya bukan datuk dunia persilatan, tapi kemampuannya juga tidak boleh dipandang ringan. Ia menangkis sambil menghindari semua serangan yang datang. Pertarungan sengit langsung terjadi di halaman rumah Keluarga Li. Lima orang tokoh kelas atas dunia persilatan bertarung mengandalkan kemampuannya masing-masing. Keempat orang misterius yang mengenakan cadar itu menyerang dengan brutal. Li Hoan sendiri berusaha bertahan semaksimal mungkin. Tukar jurus sudah terjadi sejak tadi. Tapi Li Hoan tidak bisa berbuat banyak. Walaupun ia mempunyai kemampuan tinggi, namun kalau menghadapi empat orang sekaligus, rasanya percuma saja. Setelah pertarungan berjalan tiga puluh jurus, posisi Li Hoan semakin terdesak. Seluruh tubuhnya sudah menderita luka-luka. Pada saat itu, tiba-tiba satu orang dari mereka membentak nyaring. Sebuah serangan telapak tangan tiba tanpa diketahui datangnya dan mengenai dada Li Hoan dengan gelak. Kepala Keluarga Li itu langsung terlempar belasan tombak ke belakang. Tubuhnya menghantam tiang depan rumah. Darah segar keluar dari mulutnya. Belasan penjaga langsung berdatangan setelah mendengar suara keras tersebut. Ketika melihat majikan mereka terluka parah, para penjaga itu marah. Mereka langsung melompat dan menyerang keempat orang yang berdiri puas di halaman rumah. "A San, bangunkan anak istriku. Bawa anak-anakku ke Kotaraja," kata Li Hoan kepada seorang penjaga. "Ba-baik, Tuan. Hamba akan segera melaksanakan perintah," A San, pengawal pribadi Li Hoan yang sudah berusia empat puluhan tahun segera menjalankan tugas dari majikannya. Dia berlari ke dalam rumah dan membangunkan anak istri Li Hoan. Saat diberitahukan apa yang sedang terjadi saat itu, mereka terkejut. Terutama sekali Bi Lian. Wanita tua itu menjerit dan nekad ingin melihat keadaan suaminya. "Tidak bisa, Nyonya Li. Tuan Li menyuruhku untuk membawa kalian ke Kotaraja. Kita sudah tidak punya waktu lagi," ucap A Li menjelaskan. "Bawa saja anak-anakku. Aku akan menemui suamiku," kata Bi Lian yang tetap nekad. "Ibu ..." Li Bing dan Li Ai Yin berteriak secara bersama. Dua orang anak kecil itu juga ketakutan setengah mati setelah mendengar penjelasan singkat dari A San. "Tuan Muda Li, Nona Li, mari kita pergi sekarang juga," katanya mebhaka mereka. "Tidak mau, aku aku mau bersama Ayah Ibuku," ucap Li Bing berusaha bangkit dari tempat tidur. "Tidak bisa, Tuan Muda. Ini perintah langsung dari Tuan Li," Karena tidak mau membuang waktu dengan percuma, terpaksa A San menotok kedua anak kecil itu. Seketika mereka pun langsung pingsan. "Maafkan aku, tapi ini adalah perintah," A San mengulangi perkataannya lagi."Benarkah? Apa kau begitu yakin akan ucapanmu?" tanya Li Bing masih terlihat santai. "Aku sangat-sangat yakin. Sebab seluruh area Kuil Seribu Budha, saat ini sudah dikepung oleh pasukanku," kayanya dengan nada dingin.Li Bing tergetar. Diam-diam dia merasa kaget. Rupanya biksu sesat itu benar-benar telah merencanakan semua ini dengan sangat sempurna. Bahkan dia sudah mengantisipasi apabila rencana gagal. Hebat. Harus Li Bing akui bahwa orang tua itu mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Namun meskipun demikian, Li Bing tidak memperlihatkan keterkejutannya. Dia masih terlihat tenang dan santai. "Tidak aku sangka, ternyata kau juga memiliki pasukan yang bisa diandalkan," katanya seraya tersenyum. "Itu karena aku tidaklah sesederhana yang kau lihat, bocah keparat!" "Oh, benarkah? Sayangnya, aku tidak peduli akan hal itu," Kemarahan Biksu Bertangan Delapan semakin bergejolak. Semakin dia bicara lebih lama dengan pemuda itu, semakin panas juga hatinya. "Kubunuh kau!" Wushh!!! B
Menghadapi serangan yang bertenaga keras, Li Bing tidak mau bertindak gegabah. Buru-buru ia mundur ke belakang sambil menahan pukulan beruntun yang dilancarkan oleh si Elang Hitam.Plakk!!! Benturan telapak tangan terjadi! Elang Hitam merasa tangannya tergetar. Hawa panas segera menjalar ke seluruh bagian lengannya.'Tenaga sakti yang dia miliki sangat tinggi. Padahal aku sudah mengeluarkan Pukulan Bayangan, tapi ternyata ia masih mampu membalikkan tenaga yang aku berikan,' batinnya sambil menatap Li Bing dengan tajam. Sementara di pihak lain, Li Bing juga merasa telapak tangannya sedikit tergetar. Tapi ia memang sengaja tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya. Li Bing ingin tahu setinggi apa tenaga musuhnya itu. Setelah terjadinya benturan barusan, Li Bing jadi tahu bahwa kemampuan si Elang Hitam setidaknya masih berada tiga tingkat di bawahnya. 'Kalau aku bertarung langsung melawan Sepasang Elang Hitam Putih dengan kekuatan penuh, mungkin aku bisa membereskannya dalam waktu ti
"Baik, baik. Aku akan menuruti apa yang kau katakan, Biksu To," ujar Li Bing setelah dia terdiam untuk beberapa saat. "Tetapi ada syaratnya," "Syarat apa?" tanya Biksu To dengan cepat. Sekilas wajahnya menggambarkan kegembiraan ketika Li Bing mengatakan akan menuruti ucapannya. Namun ekspresi kegirangan tersebut sirna dalam sekejap pada saat pemuda itu mengajukan sebuah syarat. "Asal kalian bisa bertahan selama lima puluh jurus dari semua seranganku, maka aku akan mengatakan bahwa akulah yang membunuh Biksu Agung Berhati Suci!" katanya dengan suara tegas. Setiap patah kata yang ia ucapkan seolah-olah mengandung daya kekuatan yang mampu menggetarkan hati orang lain. Puluhan orang itu terdiam. Tidak ada satu pun yang berani bicara. Mereka hanya bisa saling pandang satu sama lain. Li Bing juga belum mengambil tindakan apapun. Ia sedang menatap mereka secara bergantian. Tatapan matanya sangat tajam. Setajam pedang pusaka! Ekspresi wajahnya juga berubah menjadi dingin.
Sampai dua puluh lima jurus kemudian, semua usaha yang dilakukan oleh Biksu Bertangan Delapan tidak pernah membuahkan hasil sedikit pun. Setiap jurus dan serangan yang dia lancarkan, selalu bisa dihindari oleh Li Bing. Pemuda itu benar-benar seperti hantu. Ia sangat sulit untuk disentuh. Gerakannya juga cepat bagai kilat. Kenyataan ini semakin membuat Biksu To penasaran. Bagaimana mungkin seorang pendekar muda seperti Li Bing mampu menghindari semua jurusnya? Padahal setiap jurus yang dia keluarkan bukan jurus kelas rendah. Semua itu adalah jurus kelas atas yang bahkan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh pendekar kelas satu sekali pun. Tetapi nyatanya, di hadapan pemuda yang berjuluk Pendekar Tangan Dewa itu, semua jurus yang selama ini dia banggakan seolah-olah sudah hilang keampuhan-nya. "Li Bing!" seru Biksu To yang sudah mengganti panggilannya. "Kenapa kau tidak membalas seranganku?" tanyanya geram. ."Aku tidak ingin mencari permusuhan denganmu, Biksu To. Oleh karena itu
"Dari percakapan itu. Mereka yang terlibat bukan hanya membicarakan tentang bagaimana cara menjebakmu. Mereka juga membicarakan bagaimana cara membunuhku," "Apa yang mereka lakukan?" "Mereka telah menyerangku dengan pukulan beracun. Menurut firasatku, aku hanya bisa bertahan selama tujuh hari. Dan sekarang adalah hari yang terakhir," Semakin lama Li Bing bercakap-cakap dengan Biksu Agung Berhati Suci, maka semakin terkejut dan marah juga dirinya. Licik! Kejam! Tidak manusiawi! Rasanya hanya tiga kata itu saja yang cocok untuk menggambarkan orang-orang yang menjadi dalang dibalik sandiwara ini! "Biksu Agung, bolehkah aku tahu, kenapa kau bisa terluka?" tanya Li Bing lebih lanjut. Sekarang dia sudah tidak punya pilihan lain lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Maka dari itu, Li Bing hanya ingin tahu lebih banyak tentang sandiwara yang sedang berlangsung saat ini. "Seseorang telah menyimpan racun yang tidak berbau dan tidak berwana dalam makananku. Tidak berhenti sampai di situ, bahk
Biksu To segera tersenyum sambil mengangguk. Ia kemudian berdiri dan mengajak Li Bing menemui Biksu Agung Berhati Suci.Pemuda itu pun segera mengikuti di belakangnya. Keduanya lalu berjalan ke tempat di mana Biksu Agung Berhati Suci selama ini mengasingkan diri. Rupanya, orang tua itu tinggal di sebuah pondok sederhana, tepat di belakang Kuil Seribu Budha. Keadaan di sana sepi sunyi. Tidak ada seorang murid pun yang melakukan penjagaan. "Selama ini guru beristirahat di sana, Tuan Muda Li," kata Biksu To menjelaskan. "Guru menginginkan suasana yang tenang dan sunyi. Sehingga aku tidak memperbolehkan seorang murid pun yang mendekat ke area ini," "Jadi, ini adalah tempat terlarang?" "Ya, bisa dibilang begitu," Li Bing memperhatikan suasana di sekitarnya. Di sana memang tidak ada bangunan lain lagi, kecuali hanya pondok itu saja. Di kanan kirinya diliputi oleh pepohonan yang berjajar. "Tuan Muda Li, silahkan," katanya memberi isyarat supaya Li Bing segera pergi ke sana. Li Bing m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen