Akira masih mengintip dari balik jendela dengan jantung berdebar. Dia melihat Noah berdiri dengan ekspresi tajam, berhadapan dengan pria asing yang datang bersama beberapa anak buahnya. Namun, suasana yang mencekam itu tiba-tiba berubah aneh ketika salah satu pria berbadan besar di belakang pemimpin mereka melangkah maju. "Kami datang untuk menangkapmu, Noah Mahendra," katanya dengan nada dramatis. Noah mengangkat alis. "Menangkapku? Atas dasar apa?" Pria itu melirik ke samping, seolah-olah mencari jawaban. "Umm… karena… bos kami yang baru ingin bertemu denganmu." Akira yang masih mengintip dari dalam vila hampir tertawa. Ini apa? Preman atau anak baru magang di dunia kriminal? Namun, sebelum Akira bisa berpikir lebih jauh, pria yang tampaknya pemimpin kelompok itu memutar matanya dan memukul belakang kepala anak buahnya. "Jangan bodoh! Kita di sini bukan untuk membuang-buang waktu!" Noah bersedekap. "Jadi kalian sebenarnya mau apa?" Pemimpin mereka menyipitkan mata. "Kami in
Suara ketukan sepatu hak tinggi Akira menggema di sepanjang koridor mewah gedung Mahendra Corp. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai sekretaris pribadi Noah Mahendra, suaminya sendiri. Meskipun Noah memberinya posisi ini untuk melindunginya dari ancaman Charles Mahendra, Akira tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dirinya benar-benar memasuki dunia bisnis yang keras dan penuh intrik. Pintu ruang kerja Noah terbuka, memperlihatkan pria tampan itu yang tengah berbicara dengan Gabriel. Saat melihat Akira masuk, senyum tipis Noah muncul, tetapi ekspresi dinginnya tetap terpampang seperti biasanya ketika sedang bekerja. "Selamat datang di neraka, Nyonya Mahendra," kata Gabriel bercanda sambil menyeringai. Akira mendengus. "Sepertinya aku harus lebih siap mental kalau setiap hari harus bekerja dengan dua pria perfeksionis seperti kalian." Noah hanya mengangkat alis, kemudian menyerahkan tumpukan dokumen kepadanya. "Mulai dari ini. Aku ingin laporan lengkap sebelum makan siang." Akir
Suasana di kantor Mahendra Corp semakin tegang sejak panggilan dari Charles Mahendra. Akira tahu bahwa ancaman dari pria itu bukan sekadar gertakan kosong. Namun, dia tidak ingin menunjukkan ketakutannya. Hari-harinya kini diisi dengan tumpukan dokumen, pertemuan bisnis, dan pengawasan dari Noah yang terlalu protektif. Tapi hari ini, sesuatu yang lebih besar akan terjadi. Siang itu, Akira mendapat undangan untuk menghadiri pertemuan dengan klien baru, salah satu perusahaan investasi yang berminat bekerja sama dengan Mahendra Corp. Awalnya, Noah ingin ikut, tetapi karena ada rapat mendadak dengan dewan direksi, dia terpaksa menyerahkan tugas itu kepada Akira dan Gabriel. Akira tiba di restoran mewah tempat pertemuan akan berlangsung. Gabriel sudah menunggu di sana, wajahnya terlihat sedikit tegang. "Ada yang tidak beres," bisiknya saat Akira duduk di seberangnya. Akira mengangkat alis. "Apa maksudmu?" Gabriel menyipitkan mata ke arah pintu masuk. "Lihat siapa yang baru saja da
Malam itu, di dalam ruang server Hydra Star Corp, tatapan Noah dan Akira masih terpaku pada layar yang menampilkan pesan misterius,["Permainan baru saja dimulai."] —N Noah menghela napas, jelas tidak ingin membahasnya. Namun, Gabriel memotong, "Dia mantan sahabat Noah... dan musuh paling licik yang pernah kita hadapi." Akira terkejut. Mantan sahabat? Noah mengusap wajahnya. "Aku akan menjelaskan nanti. Sekarang, kita harus mencari tahu bagaimana dia bisa menembus sistem keamanan kita." Tiba-tiba, suara dering ponsel memecah kesunyian. Noah melihat layar—nomor tak dikenal. Dia mengangkatnya. "Siapa ini?" Suara di ujung telepon terdengar santai, tetapi tajam. "Kamu masih sama, Noah. Selalu berpikir bisa mengendalikan segalanya." Jantung Noah berdebar kencang. "Nukke!" Pria disebarang tertawa pelan. "Sudah lama, ya? Aku senang kamu masih mengingatku." Noah mengepalkan tangannya. "Apa yang kamu inginkan?" "Tidak banyak. Aku hanya ingin melihat apakah kamu masih sekuat dulu...
Rumah mereka masih diselimuti asap tipis sisa serangan. Pengawal Noah segera menyisir area, memastikan bahwa Nukke dan anak buahnya benar-benar sudah pergi. Namun, bagi Akira, serangan tadi bukan sekadar ancaman fisik—itu adalah pukulan terbesar yang mengguncang hatinya. Dia menatap Noah yang masih menodongkan pistol ke arah tempat terakhir Nukke menghilang. "Jadi selama ini… ibumu yang ada di balik semua ini?" suara Akira lirih, matanya mencari kebenaran di wajah suaminya. Noah menutup matanya sejenak, lalu menghela napas. "Ya. Dia adalah dalang dari semua ini. Charles Mahendra hanyalah boneka yang dia kendalikan." Gabriel yang berdiri di dekat mereka menatap Noah dengan serius. "Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?" Noah menatap Akira sebelum menjawab, "Amell memberitahuku." Akira terdiam. Dadanya sesak. Itu berarti selama ini Noah bekerja sama dengan Amell di belakangnya. Tapi yang lebih mengkhawatirkan… ibunya sendiri yang berusaha menghancurkan hidupnya? Noah mendekati Akira
Noah berdiri di depan jendela besar kantornya, menatap langit malam yang kelam. Kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Benarkah ibunya yang menjadi dalang di balik semua kekacauan ini? Sementara itu, Akira duduk di sofa, masih berusaha mencerna kenyataan yang baru saja mereka ketahui. "Sayang," suara Akira lirih namun penuh ketegasan. "Apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan ibumu? Kau selalu menghindari pembicaraan tentangnya. Sekarang aku mengerti alasannya, tapi aku butuh kebenaran." Noah terdiam. Dia tahu, cepat atau lambat, Akira berhak mengetahui semuanya. "Ibuku..." Noah menarik napas dalam, lalu berbalik menatap Akira. "Dia bukan wanita lemah seperti yang orang kira. Selama ini, aku pikir Charles adalah dalang dari semua yang terjadi dalam hidupku, tapi ternyata... ibuku lebih kejam darinya." Akira menelan ludah. "Apa maksudmu?" Noah menghela napas berat. "Saat aku masih kecil, ibuku dan ayahku sering bertengkar. Aku tidak mengerti kena
Suara sirene masih menggema di kejauhan, tetapi bagi Noah, suara itu hanya menjadi latar belakang dari pikirannya yang kacau. Kata-kata Nukke terus terngiang di kepalanya."Ini baru permulaan, Noah. Aku akan memastikan kamu kehilangan segalanya."Noah mengepalkan tangannya. Ia tahu ini bukan sekadar ancaman biasa. Jika Nukke berani menyebutkan nama ibunya, itu berarti permainan ini sudah jauh lebih besar dari yang ia duga.Akira menggenggam tangannya erat. "Noah… apa kamu baik-baik saja?"Tatapan Noah beralih ke istrinya, yang meskipun terlihat tegar, tidak bisa menyembunyikan kecemasannya.Noah menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Aku tidak tahu, Akira. Aku merasa… seolah semua yang kupikirkan selama ini salah. Aku pikir Charles adalah musuh terbesarku. Aku pikir, setelah dia kalah, aku akhirnya bisa bernapas lega. Tapi sekarang, aku menyadari ibuku jauh lebih berbahaya darinya."Akira menatapnya dalam-dalam. "Aku ingin tahu segalanya, Noah. Aku ingin mengerti apa yang
Malam itu, Noah duduk di ruang kerjanya, menatap ponselnya yang masih menampilkan panggilan terakhir dari Alice.Akira berdiri di sampingnya, mencoba membaca ekspresi suaminya. "Noah, kau yakin ingin bertemu dengannya?"Noah menghela napas. "Aku harus. Jika aku tidak melakukannya sekarang, aku akan terus dihantui oleh pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab."Akira menggenggam tangannya erat. "Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian."Noah menatap istrinya dalam-dalam. "Terima kasih, Akira."Mereka berdua tahu, pertemuan ini bisa mengubah segalanya.Keesokan harinya, Noah dan Akira tiba di lokasi yang telah ditentukan oleh Alice—sebuah vila tua yang terletak di pinggiran kota.Udara dingin menusuk kulit, dan suasana di sekitar terasa begitu sunyi, seolah tempat itu telah lama ditinggalkan.Noah menggenggam tangan Akira erat saat mereka berjalan menuju pintu utama.Begitu mereka masuk, seorang pelayan tua menyambut mereka. "Tuan Noah, Nyonya Alice sudah menunggu di ruang
Langit senja di atas markas bawah tanah Phoenix of Gold tampak membara keemasan, seolah mencerminkan semangat baru yang menggelegak di dalamnya. Arka Mahendra, kini berusia tujuh belas tahun, berdiri gagah di hadapan peta digital raksasa yang menampilkan pola satelit global. Di belakangnya, puluhan anggota Operasi Prometheus menunggu komando dengan mata penuh keyakinan.“Dragunov belum benar-benar mati,” ujar Arka tegas. “Mereka hanya berganti wajah.”Seseorang dari barisan depan mengangkat tangan. “Apa maksudmu, Kapten?”Arka menoleh. Di layar, muncullah simbol aneh yang baru-baru ini muncul dalam komunikasi terenkripsi di dark web: lingkaran berputar dengan huruf ‘H’ menyala merah. Helix.“Program Helix adalah warisan terakhir mereka. Sebuah AI global yang mereka bentuk selama bertahun-tahun, tersembunyi dalam jaringan satelit, lembaga keuangan, bahkan institusi pemerintahan,” jelas Arka. “Jika mereka berhasil mengaktifkannya sepenuhnya, seluruh dunia akan tunduk pada kendali ekonom
Malam itu, markas utama Phoenix of Gold diselimuti aura kesiagaan tinggi. Core Site Zero yang berada di bawah tanah Pegunungan Alpen kini menjadi jantung pertempuran baru dunia teknologi dan kekuasaan. Arka Mahendra, putra sulung Noah dan Akira, berdiri di ruang strategi yang diterangi cahaya holografik biru. Usianya baru enam belas tahun, namun pandangannya tajam dan penuh ketegasan seperti ayahnya."Target utama kita adalah menghancurkan jaringan sisa Dragunov yang bersembunyi di bawah organisasi Black Vortex," ujarnya tegas kepada tim elit Prometheus—unit rahasia Phoenix of Gold yang dipimpinnya.Di sisi lain dunia, para pemimpin negara-negara besar berkumpul dalam sidang darurat Dewan Keamanan Global. Mereka resah. Perusahaan yang dulu bernama Mahendra Corp kini telah berevolusi menjadi kekuatan negara digital bernama Phoenix of Gold. Dengan armada teknologi canggih, mata-mata AI, dan sistem pertahanan luar biasa, Phoenix bukan lagi sekadar korporasi—ia telah menjadi entitas berda
Subuh belum sepenuhnya menggantikan kegelapan saat pasukan muda Phoenix bersiap di pelabuhan udara utama. Di langit, zeppelin raksasa berbentuk phoenix—Aurora Prime—sudah menyala, siap membawa mereka ke bawah laut Atlantik, menuju Core Site Zero.Arka Mahendra berdiri di depan pasukannya, mengenakan seragam taktis berlapis serat Helium-9, ringan tapi kuat sekeras titanium. Lambang Phoenix of Gold bersinar lembut di dadanya.“Semua sistem cek!” seru Arka.Para anggota tim muda itu segera melaporkan. Ini bukan latihan. Ini adalah operasi nyata—dan seluruh dunia mengintip.Noah dan Akira berdiri tidak jauh, mengawasi."Noah," bisik Akira, "apa kita tidak terlalu membebani Arka?"Noah menggeleng pelan, matanya tetap tertuju pada putra sulung mereka."Dia harus belajar, Akira. Dunia ini bukan lagi tempat yang ramah. Kita tidak bisa melindunginya selamanya."Akira menggenggam tangan suaminya erat.Di atas panggung kecil, Arka mengangkat komunikatornya."Operasi Prometheus—Start!"Zeppelin r
Malam itu, markas besar Phoenix of Gold masih bermandikan cahaya holografik, seolah bintang-bintang turun dari langit untuk menyaksikan kebangkitan era baru. Namun, di balik euforia itu, ketegangan mulai mengendap di bawah permukaan.Di ruang rapat utama, Noah duduk di depan meja bundar raksasa. Layar di sekeliling menampilkan gambar-gambar yang berubah cepat: berita dunia, pesan diplomatik, hingga laporan ancaman.Phoenix baru saja lahir sebagai negara digital, tetapi dunia lama tidak tinggal diam."Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa sudah mengeluarkan pernyataan resmi," lapor Gabriel, kepala intelijen. "Mereka tidak mengakui kedaulatan Phoenix. Mereka menganggap ini pemberontakan teknologi."Noah mengetukkan jarinya di meja. "Seperti yang kita duga.""Lebih buruk lagi," tambah Vanya, berdiri di sudut ruangan. "Beberapa negara berusaha menyusup lewat dunia maya. Mereka meluncurkan virus generasi baru—dirancang khusus untuk menghancurkan Helios dari dalam."Akira, yang du
Angin dingin Balkan menggigit kulit saat tim ekspedisi Phoenix mendarat di dataran tinggi berlapis salju. Di antara kabut pekat, berdiri benteng tua yang kini menjadi markas Dragunov—pusat operasi rahasia musuh.Arka mengenakan seragam tempur khusus Phoenix: serat karbon ringan, dilapisi nano-armor. Di pundaknya, emblem Phoenix bersinar redup.Vanya di sampingnya, membawa konsol portable. Di belakang mereka, regu elit Orion Unit bergerak tanpa suara."Target kita ada di ruang bawah tanah kompleks itu," bisik Vanya. "Mereka mencoba memanipulasi sinyal Helios menggunakan Resonator—sebuah alat frekuensi balik yang bisa membuat Helios meledak."Arka mengangguk. "Waktu kita sedikit. Serang cepat, akurat, dan bersih."Mereka bergerak menyusuri lereng curam, menembus hutan gelap, hingga akhirnya mencapai perimeter luar benteng.Arka memberi isyarat.Tiga... Dua... Satu.Bom EMP mini diledakkan, memutus semua listrik di area luar. Dalam hitungan detik, mereka menyusup masuk ke dalam.Koridor
Seminggu telah berlalu sejak penyelamatan Talia. Meskipun luka-lukanya mulai membaik, trauma yang ditinggalkan oleh para penculik masih melekat. Akira memutuskan untuk memberinya waktu istirahat penuh, menghindarkannya dari segala rapat strategis.Namun di balik dinding kaca Phoenix Headquarters, badai tengah mengumpul.Sejumlah negara, dipimpin oleh Eropa Timur dan beberapa pihak dari Asia Tengah, membentuk koalisi darurat—menuntut audit terbuka terhadap teknologi Phoenix of Gold. Mereka menganggap perusahaan yang dulunya adalah Mahendra Corp itu telah berubah menjadi kekuatan supranasional yang tak bisa diawasi.“Kita menjadi trending topic bukan karena pujian saja,” kata Noah dalam rapat utama. “Tapi juga karena rasa takut. Dunia melihat kita sebagai ancaman baru.”Arka duduk tak jauh dari ayahnya, ekspresinya kaku. Ia telah mempelajari reaksi publik, membaca lebih dari dua ratus artikel opini dalam empat hari terakhir. Kesimpulannya hanya satu—Phoenix mulai kehilangan kendali atas
Senja menyelimuti markas utama Phoenix of Gold. Gedung kaca yang menjulang tinggi itu memantulkan warna jingga dari matahari yang perlahan tenggelam. Di dalam ruang observasi, Arka duduk diam menatap layar hologram, meninjau ulang data-data yang berhasil direbut dari Leo.Di sampingnya, Vanya membungkuk memeriksa pola-pola anomali dalam algoritma yang digunakan Leo untuk menyalin blueprint milik Hydra Star Corp.“Leo bekerja sendiri?” tanya Vanya, masih menatap layar.Arka menggeleng pelan. “Enggak. Pola enkripsinya bukan gaya Leo. Ini lebih kompleks. Lebih... khas Dragunov.”Vanya menegakkan tubuh. “Tapi Dragunov udah dihancurkan, Ka. Kita sendiri yang mengakhiri jaringan mereka.”Arka mengangguk. “Iya. Tapi sisa-sisanya masih berkeliaran. Dan aku curiga... mereka tidak pernah benar-benar hancur. Hanya bersembunyi.”Belum sempat Vanya menjawab, pintu ruang observasi terbuka cepat. Gabriel masuk dengan ekspresi tegang.“Kalian harus lihat ini.”Mereka mengikuti Gabriel menuju ruang ko
Tiga minggu telah berlalu sejak insiden pelabuhan. Dunia mulai menaruh perhatian besar pada dua sosok remaja jenius, Arka Mahendra dan Vanya Laurent. Tak hanya karena keberanian mereka melawan jaringan Black Shadow, tetapi karena simbol baru yang mereka wakili—harapan generasi masa depan.Media internasional menjuluki mereka sebagai Phoenix Twins, mengacu pada nama perusahaan keluarga Arka, Phoenix of Gold, dan kebangkitan mereka dari ancaman masa lalu. Namun, bagi Arka, popularitas bukanlah sesuatu yang ia nikmati. Ia lebih memilih duduk di ruang riset, berkutat dengan sistem keamanan, memantau jejak sisa kelompok Rio yang kini menghilang dari radar.Sementara itu, Vanya, yang mulai tinggal di markas Phoenix sebagai bagian dari program rehabilitasi dan perlindungan, tak kunjung merasa nyaman. Meskipun Arka membelanya di depan seluruh dewan direksi Phoenix, beberapa anggota senior perusahaan—terutama dari pihak investor lama Mahendra Corp—masih mencurigainya.
Pagi itu, langit kota London terlihat kelabu. Kabut menyelimuti kaca-kaca pencakar langit, seolah menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar perubahan cuaca. Di salah satu ruangan paling aman di markas Phoenix of Gold, Arka sedang bersiap untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya—keluar dari perlindungan ayahnya.Ia telah meretas jalur khusus di dalam sistem bawah tanah milik Phoenix. Jalur itu dulunya hanya diketahui oleh Noah dan Gabriel, namun kini Arka telah berhasil menciptakan duplikat pintu masuk virtualnya sendiri. Ia tahu, jika ia ingin menyelamatkan Vanya dan menghentikan Rio, ia harus melangkah seorang diri.Dengan mengenakan pakaian khusus berteknologi ringan dan chip identifikasi palsu, Arka menyelinap keluar melalui lorong belakang, diiringi suara langkah robot pengawas yang nyaris tak terdengar. Ia tidak meninggalkan pesan, kecuali surat di bawah bantalnya yang bertuliskan satu kalimat,"Jangan cari aku. Aku akan kembali saat sudah bisa m