Elrangga tanpa sadar menggelengkan kepalanya dengan cepat agar pikirannya kembali fokus."Tarik napas panjang dulu, lalu embuskan perlahan. Setelah itu kamu baca judul buku ini pelan-pelan."Jena pun mengikuti perintah Elrangga, menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Setelah itu, dia mencoba membaca judul buku yang Elrangga tunjukkan."S ...." Jena tanpa sadar menggenggam jemari Elrangga lebih erat ketika kedua matanya berhasil menangkap huruf pertama dari judul buku tersebut.Elrangga tampak begitu antusias karena Jena akhirnya berhasil menebak huruf pertama. Dia yakin sekali jika kakak iparnya itu pasti bisa membaca lagi.Jena menarik napas panjang lantas mencoba untuk membaca huruf kedua. Dia berusaha sangat keras meskipun huruf-huruf tersebut terlihat samar di matanya."S ... i ... si?""I-iya, benar." Elrangga tampak begitu senang karena Jena akhirnya bisa membaca kata pertama dari judul tersebut."A-apa aku benar?" tanya Jena tidak percaya."Iya.""Sungguh?" Jena
Elrangga tanpa sadar tersenyum saat menguleni adonan untuk membuat croissant karena teringat dengan Jena. Masih tergambar jelas di ingatan Elrangga bagaimana ekspresi Jena ketika bisa membaca. Gadis itu tampak begitu bahagia hingga refleks memeluknya.Ada perasaan aneh yang menyelip di dalam hati Elrangga ketika tubuh Jena berada di dalam dekapannya. Entah kenapa dia merasa begitu nyaman berada di dekat Jena meskipun jantungnya berdebar hebat.Apakah dia menyukai gadis itu?Elrangga tanpa sadar menggelengkan kepala. Dia tidak mungkin menyukai Jena seperti seorang pria yang menyukai seorang wanita. Dia pasti menyukai Jena sebagai kakak ipar. Ya, pasti hanya itu.Elrangga membentuk adonan tersebut menjadi bulatan, kemudian membungkusnya dengan plasctic wrap dan menyinpannya di lemari es selama satu jam."Kau sudah mendapatkan barang yang aku inginkan?" tanyanya ketika Jerry memasuki ruangannya."Ini." Jerry memberikan sebuah paper bag yang dibawanya pada Elrangga.Elrangga tersenyum pua
Elrangga terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman. Padahal sekarang sudah hampir jam dua belas malam, tapi entah kenapa kedua matanya sulit sekali untuk dipejamkan.Helaan napas panjang seketika lolos dari bibir Elrangga ketika melihat buku cerita dan sekotak macaron yang berada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Padahal dia ingin memberi buku cerita tersebut pada Jena. Namun, gadis itu ternyata sudah mendapat buku cerita dari sang kakak.Jujur, Elrangga merasa sedikit kecewa. Andai saja dia satu langkah lebih cepat dari sang kakak. Dia pasti sudah memberikan buku cerita tersebut untuk Jena.Erlangga mencoba untuk kembali memejamkan kedua matanya. Namun, sudah tiga puluh menit berlalu dia masih saja sulit untuk tidur. Sejak tadi yang dia lakukan hanya berbaring ke kiri dan ke kanan mencari posisi tidur yang nyaman.Erlangga memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Dia ingin membuat segelas susu agar bisa cepat tidur.Elrangga tiba-tiba berhenti melangkah ketika
Tenggorokan dan lidah Jerry terasa seperti terbakar karena kopi yang dia minum memang masih panas. Jerry benar-benar terkejut karena Elrangga yang selama ini ngotot mempertahankan cinta pertamanya tiba-tiba saja ingin memiliki kekasih. Apa dia tidak salah dengar?"Kau serius?" tanya Jerry setelah bisa mengatur napas.Elrangga malah terdiam. Jujur, Elrangga sebenarnya merasa sedikit ragu karena dia masih menunggu gadis yang ditemuinya sepuluh tahun lalu. Namun, di lain sisi dia membutuhkan sosok perempuan yang mampu mengalihkan pikirannya dari Jena.Jena, Jena, dan, Jena.Gadis itu seolah-olah mengisi seluruh ruang di kepala Elrangga hingga membuat lelaki itu tidak bisa memikirkan hal lain selain Jena. Benar-benar sialan!Si gadis kampung yang tidak bisa membaca itu diam-diam ternyata berhasil mencuri perhatian Elrangga. Sepertinya Elrangga terkena karma karena dia selama ini selalu menghina dan berbuat kasar Jena."Kau serius ingin memiliki pacar?" Jerry mengulangi lagi pertanyaannya
Abi keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Memperlihatkan dada bidang dan perutnya yang kotak-kotak. Abi terlihat err ... sangat seksi. Apa lagi dengan rambut dan tubuh yang sedikit basah.Senyum kecil muncul di bibir Abi ketika melihat Jena yang masih meringkuk di atas tempat tidur. Entah kenapa Jena belum juga bangun padahal gadis itu biasanya sudah menyiapkan sarapan di dapur.Abi pun berjalan menghampiri Jena lantas duduk di tepi ranjang. "Kenapa kamu belum bangun, Jena? Apa kamu sedang kurang enak badan?" tanyanya terdengar penuh perhatian.Jena menggeliat pelan karena merasakan usapan lembut Abi di pipinya. "Nggak tahu, Mas. Rasanya Jena lemas sekali dan malas ngapa-ngapain."Perasaan bersalah seketika menyelip di dalam diri Abi ketika mendengar ucapan Jena barusan. Jena pasti lelah karena melayaninya semalam. "Maafin mas ya, Jena. Kamu pasti lelah karena melayani mas semalam."Wajah Jena sontak bersemu merah. "Mas Abi jangan bicara be
Elrangga langsung meletakkan kedua tangannya di antara lutut dan punggung Jena. Dia sangat panik karena kepala Jena terkulai lemas di dadanya. Sepertinya kondisi Jena lumayan mengkhawatirkan karena wajah gadis itu terlihat sangat pucat."Ibu!"Anita sontak keluar dari kamar karena mendengar Elrangga berteriak memanggil namanya. "Kenapa kamu berteriak, Rangga? Astaga, Jena!" Kedua mata Anita sontak membulat melihat Jena yang tidak sadarkan diri di dalam gendongan Elrangga."Apa yang terjadi, Rangga? Kenapa Jena bisa sampai pingsan?" tanyanya terdengar panik sekaligus khawatir."Rangga juga tidak tahu, Bu." Elrangga membaringkan Jena dengan hati-hati di sofa."Mbak, tolong ambilkan minyak kayu putih yang ada di kamar," pinta Anita pada salah satu pelayan di rumahnya. Pelayan tersebut pun cepat-cepat pergi ke kamar Anita untuk mengambil minyak kayu putih. "Ini, Nyonya."Anita menerima botol minyak kayu putih yang diulurkan oleh pelayan, lantas mengoleskan minyak tersebut ke hidung dan b
Jena mengerjapkan kedua matanya perlahan. Awalnya penglihatannya samar, tapi lama kelamaan berubah jelas karena cahaya putih yang menerobos masuk ke dalam indra penglihatannya.Kening Jena berkerut dalam ketika mendapati dirinya berada di dalam kamar karena seingatnya tadi dia sedang turun ke bawah untuk makan siang.Namun, kepalanya tiba-tiba saja terasa sangat berat, pandangan matanya pun berkunang lalu semuanya berubah gelap.Helaan napas panjang lolos dari bibir mungil Jena ketika menyadari kalau dia tadi pingsan di ruang makan. Siapa yang membawanya ke kamar? Apa mungkin Elrangga?Jena sontak menoleh karena pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. "Mas Abi?"Abi tersenyum, lalu masuk ke dalam kamar sambil membawa sebuah nampan berisi segelas susu dan roti isi untuk Jena. Dia meletakkan nampan tersebut di meja kecil samping tempat tidur lantas mendudukkan diri di tepi ranjang."Mas Abi kok, udah di rumah? Katanya tadi ada meeting di luar?" tanya Jena heran."Tadi Rangga telepon mas. Dia
"Aku akan memberi tahu semua masalahku padamu. Tapi sebelum itu berjanjilah satu hal, kau tidak akan marah setelah mendengar ucapanku. Apa kau mau?"Jerry menatap Elrangga dengan alis terangkat sebelah. Kenapa sahabatnya itu memintanya untuk berjanji agar dia tidak marah setelah mengetahui masalahnya? Apakah masalah yang sedang dihadapi Elrangga lumayan berat?Ah, persetan dengan janji yang Elrangga minta karena yang terpenting sekarang dia harus tahu masalah yang dialami oleh sahabatnya itu."Baiklah, sekarang ceritakan padaku apa masalahmu."Elrangga menarik napas panjang sebelum bicara. "Aku suka sama Jena.""A-apa?!" Jerry tersentak mendengar ucapan Elrangga barusan. Benarkah sahabatnya itu baru saja mengatakan kalau dia menyukai Jena? Kakak iparnya sendiri?"A-aku pasti salah denger kan, Ga? Kau tidak mungkin menyukai Jena, kan?" Jerry menatap Elrangga dengan pandangan tidak percaya sekaligus syok luar biasa."Sayangnya apa yang aku katakan tadi benar, Jer. Aku memang menyukai Je