Share

JSO 7

last update Huling Na-update: 2024-04-22 22:37:24

Selesai rutinitas malam, Ratih merebahkan diri di kamar. Ia membuka ponsel yang sudah beberapa saat terabaikan. Pesan dari Damar yang sudah masuk dari tadi baru sempat ia buka.

Tidak membalas pesan itu, Ratih justru membuat story w******p. “Terima kasih untuk hari ini, hari yang sangat melelahkan.“

[Belum tidur?] Selang dua menit, Damar mengirimkan pesan lagi.

[Sebentar lagi.]

[Aku yang harusnya mengucapkan terima kasih. Terima kasih sudah mau menemuiku.] Damar menambahkan emoticon tangan saling bertautan.

[Sama-sama. Aku juga mau ngucapin makasih. Makasih sudah membawaku ke Dokter. Tapi ....]

[Tapi kenapa lagi?]

[Kenapa kamu bayar taksinya mahal sekali?]

[Hahaha, aku kira apa. Biar saja, itu rezekinya bapak sopir taksi. Kasihan, dia kerja sampai malam.]

[Gajiku satu minggu saja nggak sampai segitu.]

[Memangnya berapa gajimu di toko?]

[Sudah nggak usah dibahas. Aku tidur dulu, ya!]

[Sebentar!]

[Apa lagi?]

[Apa kamu nggak punya keinginan menikah lagi?]

Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba bayangan almarhum suaminya melintas. Rea dan Kinar sangat dekat dengan bapaknya. Bahkan setelah tiga tahun, Kinar masih sangat rutin mengunjungi makam bapaknya. Ratih tidak akan mungkin tega menggantikan sosok cinta pertama mereka dengan orang lain.

[Kenapa tidak dibalas?]

[Aku belum kepikiran sampai ke sana. Bahkan belum pernah berpikir untuk hal itu.]

[Kamu butuh seseorang untuk membantumu mencari nafkah. Masa depan Rea dan Kinar butuh banyak biaya.]

[Kenapa kamu sangat ingin tahu kehidupanku. Sementara satu pertanyaanku saja tidak pernah kamu jawab.]

[Pertanyaan yang mana?]

[Apakah kamu punya keluarga? Maksudku, punya istri? Aku tidak mau satu hari nanti dilabrak orang karena membalas chat suaminya.]

Membaca chat dari Ratih, Damar mengerutkan kening, lalu ia tersenyum. Damar mencari foto Clarisa lalu mengirimkannya ke Ratih.

[Cantik, 'kan?]

[Sangat cantik, dia siapa? Istrimu?]

[Bukan, dia ... namanya Clarisa, dia putriku satu-satunya. Sekarang sudah berumur 19 tahun, dia kuliah di Itali.]

Ratih menutup mulutnya. Ia terkejut dengan pengakuan Damar. Damar punya seorang anak perempuan yang sudah berusia 19 tahun. Ratih mulai menerka berapa usia Damar saat ini. Jika dilihat secara langsung kemarin, usianya belum ada empat puluhan.

[Istrimu?] Ratih mengulangi pertanyaan tentang istri Damar. Namun sampai sekian menit Damar baru membalas chatnya.

[Besok kalau kita ketemu lagi, aku akan ceritakan semuanya. Besok aku sudah janji jalan-jalan sama Clarisa, dia di Indonesia hanya satu minggu dan aku hanya cuti tiga hari.]

[Memangnya kita akan ketemu lagi?] tanya Ratih sebal. Hanya menjawab satu pertanyaan saja, Damar terus menerus menunda. Seperti ada yang ia sembunyikan.

’Jangan-jangan dia memang suami orang.’ Ratih membatin.

[Memangnya kamu nggak mau ketemu aku lagi?]

[Tergantung. Sebelum aku tahu statusmu, aku tidak mau menemuimu. Aku tidak mau menganggu rumah tangga orang.]

[Baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi!] jawab Damar singkat.

[Itu artinya kamu punya istri, 'kan?] Ratih kembali bertanya. Namun, tak ada jawaban lagi dari Damar.

Sampai lima belas menit berlalu. Satu balasan kembali masuk ke ponsel Ratih. Damar mengirimkan foto rumah Ratih yang diambilnya tadi, dan itu membuat Ratih refleks terduduk.

"Hah, berarti tadi ...?“ Ratih berucap lirih sambil menepuk keningnya.

[Kamu mengikutiku?] tanya Ratih cepat. Kembali tak ada jawaban, Ratih mengirim pesan lagi [Nggak usah kamu ikuti, aku tetap akan membayar hutangku, nggak usah khawatir!]

Sepanjang malam Ratih kembali bergelut dengan pikirannya. Ia ingin sekali memblokir nomor Damar, tetapi kalau ia blokir, bagaimana nanti cara ia membayar hutang? Kalau tidak diblokir, Ratih takut kalau Damar benar-benar suami orang. Clarisa adalah bukti kalau Damar memiliki seorang perempuan, entah itu sudah menjadi masa lalu, atau masih ada sampai detik ini.

Ratih membuang napas kasar. Matanya menatap genting rumah. Ia mulai berhitung, berhitung hingga ratusan, sampai matanya mengatup. Menutup lelah hari ini.

***

“Bagaimana kemarin, Tih? Damar orang baik, 'kan?“ tanya Mirna saat Ratih sudah sampai di tempat kerja.

“Iya, dia orang baik,“ jawab Ratih singkat.

“Kalian pergi ke mana saja?“

“Dia membawaku ke Dokter. Membayariku taksi, lalu aku pulang. Sudah cuma itu.“

“Apa iya cuma begitu?“ cecar Mirna.

“Kamu boleh tanya sendiri ke Damar. Aku nggak bohong.“

“Dia nggak ngajak kamu makan apa gitu?“

“Kami makan, kok. Makan angin!“ Jawaban Ratih mengundang tawa Mirna. Ia menepuk-nepuk bahu sahabatnya.

“Tapi dia tampan banget, Tih. Seperti artis. Perawakannya seperti orang kaya. Tapi kenapa dia pelit sekali, ya? Masak ngajak perempuan pergi nggak ngajak makan apa-apa. Huh, payah!“

Kali ini, Mirna yang mendapat tepukan dari Ratih. Temannya yang satu ini kalau bicara memang suka kelewatan.

“Dia memang tidak mengajakku makan, tapi dia membayariku ongkos Dokter dan taksi. Kamu tahu berapa dia membayar taksi untukku?“

Mirna menggeleng. Ia mengerutkan kening.

“lima ratus ribu,“ imbuh Ratih yang seketika membuat mata Mirna membulat sempurna.

“Dia terlalu baik atau sakit jiwa, sih, Ratiiih?“ Mirna menepuk-nepuk kepalanya.

Ratih tidak menjawab lagi, karena di saat yang sama Galuh datang.

“Ratih, tolong turunkan barang yang ada di mobil, ya! Nanti kalau agak senggang dikemas sekalian kasih harga. Oiya, nanti siang aku mau ke Semarang, uang toko antar ke rumah, ya, Mir. Jangan dibawa pulang!“

Ratih dan Mirna gegas mengangkati barang yang ada di mobil. Mengangkat barang yang berat-berat, dengan medan yang naik turun dan kondisi kaki yang masih sakit, Ratih meringis menahan sakit.

“Ratih, maaf sebelumnya. Mulai minggu ini gaji kamu aku potong sedikit-sedikit untuk membayar hutangmu, ya. Sebentar lagi aku mau bayar sewa toko, uang sewa toko masih kurang. Kalau aku minta semua kamu juga pasti nggak punya, 'kan?“

Ratih mengangguk. Ia memang masih punya hutang sama Galuh, totalnya hampir satu juta. Kalau gaji Ratih dipotong, itu artinya ia harus lebih berhemat biar sisa gajinya cukup untuk makan dan uang saku anak-anak.

“Iya, Luh. Potong saja nggakpapa. Aku yang harusnya minta maaf, sudah lama belum bisa bayar hutang.“

"Iya nggakpapa, ini kalau juga nggak terpaksa nggak aku tagih juga.“ Usai mengucapkan itu Galuh pamit pergi. Kebetulan pembeli lumayan ramai, sampai-sampai Ratih dan Mirna melewatkan makan siang.

Sudah pukul dua siang. Seorang sopir ojek online datang mengantarkan makanan.

“Benar ini toko Galuh? Mbak Ratihnya ada?“

“Iya, saya, Pak. Ada apa, ya?“

“Ini pesanannya!“

“Apa, Pak? Tapi saya nggak merasa order makanan, Pak.“

“Tapi ini ada namanya Mbak Ratih dan ini alamatnya juga benar. Sudah dibayar, kok, Mbak. Ini barangnya!“

“Tapi saya nggak pesan, Pak!“

“Berarti ini rejeki, Mbak Ratih. Ada yang berbaik hati mengirimkan makanan. Ya sudah, Mbak. Saya permisi, ya!“ Sopir ojek online itu gegas pergi usai meletakkan makanan di meja kasir.

Karena penasaran, Ratih dan Mirna membuka isinya. Dua bungkus nasi ayam geprek, dan dua cup kopi capucino.

"Dari siapa, Tih?“ tanya Mirna.

"Entahlah!“

Ponsel Ratih bergetar, ada sebuah pesan masuk.

[Makan dulu! Jam makan siang sudah lewat, jangan biarkan cacing di perut kalian kelaparan!]

Ratih berlari keluar, ia menengok ke kanan dan kiri berharap melihat si pengirim makanan sekaligus pengirim pesan itu. Namun, hasilnya nihil.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 45 (tamat)

    Damar langsung menuju kamar tempat Ratih dirawat, ia belum bisa berlari. Namun, Damar berusaha berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Ratih. Sampai di depan kamar Ratih, Damar menarik napas panjang. Merasakan sedikit nyeri pada kakinya yang terluka. “Ratih kamu kenapa?“ ucap Damar begitu melihat istrinya terbaring lemah di ranjang. Kinar, Rea dan Bu Tutik mendekat, menyalami Damar. “Maaf, Mas ....“ “Maaf untuk apa? Apa yang terjadi sampai kamu dibawa ke sini? Apa sakit kepalamu kambuh lagi?“ tanya Damar cemas. Ratih malah menitikkan air mata. “Aku nggak bisa menyelematkan anak kita.“ Kini Ratih terisak. Damar yang terlihat bingung, hanya bisa memeluk Ratih sambil berpikir tentang apa yang terjadi. “Maaf, Mas Damar. Saya lancang menandatangi surat operasi pengangkatan janin tanpa minta persetujuan dari Mas Damar lebih dulu. Karena kondisi darurat dan kondisi Mbak Ratih yang semakin memburuk.“ Bu Tutik mencoba menerangkan apa yang baru saja terjadi. “Kamu mengandung, Ratih

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 44

    6 bulan berlalu, Damar sudah bisa jalan hanya dengan menggunakan tongkat, bahkan sesekali ia berjalan tanpa tongkat. Kinar duduk di bangku kelas delapan dan Rea sudah kelas enam. “Ratih, tadi pemilik perusahaan video call denganku, beliau ....““Kenapa, Mas?““Aku sudah harus balik ke Kalimantan. Bekerja lewat online memang tidak bisa maksimal. Hendri harus bolak-balik ke sini dan itu membuat pekerjaan kantor keteteran.““Mas Damar menetap di sana?“ Ratih yang semula berdiri di dekat meja makan, kini sudah duduk di sebelah Damar di ruang keluarga. “Bukan menetap, tetapi lebih sering di sana daripada di rumah. Sabtu Minggu aku di rumah.““Apa Mas Damar nggak capek? Dengan kondisi Mas yang belum sehat betul?“ tanya Ratih khawatir, tetapi Damar menggeleng. “Sudah menjadi tanggung jawabku, Ratih. Toh, bandara tidak begitu jauh dari sini. Namun, ada satu janji yang belum aku tunaikan.““Apa itu, Mas?“ Ratih mengerutkan keningnya. “Aku ingin mengajak kamu dan anak-anak liburan ke luar n

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 43

    Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti di halaman rumah Ratih. Perempuan tua yang masih cantik dan modis itu keluar dari mobil. Beliau mengamati sekeliling rumah Ratih.Halaman rumahnya kecil dan tidak berpagar meski tertata rapi dan cantik. Teras rumah minimalis, hanya ada satu kursi panjang dari bambu dan satu meja kecil. Meski kecil, Rumah Ratih terlihat baru dan paling bagus dari tetangga kiri dan kanannya. Suasana rumah sepi, Kinar dan Rea masih di sekolah, Ratih sedang menyetrika baju dan Damar sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ratih berlari ke depan saat mendengar suara pintu diketuk. Ia melihat Bu Dian sudah berdiri di sana--masih dengan wajah yang tidak ramah. Ratih mengulurkan tangan, lalu menyuruh Bu Dian dan sopirnya masuk. “Kok, sepi?“ tanya Bu Dian tanpa basa-basi. “Iya, anak-anak masih sekolah, belum pulang. Saya panggilkan Mas Damar sebentar.“ Ratih gegas masuk ke kamar, memberitahu Damar kalau Bu Dian sudah datang, lalu mendorong Damar dengan kursi rodanya ke

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 42

    Damar pulang ke rumah Ratih. Kepulangan Damar disambut gembira oleh Rea dan Kinar. Kinar tidak menyangka kalau Damar akan memilih pulang ke rumah mereka daripada pulang ke Solo. Kinar semakin yakin bahwa Damar adalah sosok Bapak yang benar-benar ia rindukan selama ini. Ratih membantu Damar pindah dari kursi roda ke ranjang. Meski dengan susah payah, ia berhasil memindahkan Damar. “Maaf kalau aku berat dan menyusahkanmu!““Ini sudah tugasku, Mas. Kamu nggak usah minta maaf,“ jawab Ratih. “Aku akan belajar menggeser tubuhku sendiri, biar tidak memberatkanmu!““Jangan tergesa-gesa, biarkan kondisi Mas Damar membaik dulu. Minum obat, makan yang banyak, biar lekas sembuh!“ Damar mengusap lengan Ratih yang duduk di sampingnya. “Aku pengen makan sayur lodeh, boleh?““Baik, nanti aku masak lodeh buat Mas Damar. Mau apa lagi?“ tanya Ratih. “Cuma itu, sekarang aku mau telpon Hendri dulu. Ada dokumen yang harus aku tanda tangani. Aku mau minta dikirim lewat email saja.““Apa nggak istiraha

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 41

    Ratih bangun kesiangan. Semalam, berkali-kali ia terbangun karena sakit kepala. Sampai hampir subuh ia baru bisa tidur. Ratih melihat isi kulkas yang hampir kosong, ia berniat belanja dulu ke warung Pak Joni di ujung gang, memasak baru berangkat ke rumah sakit. Usai belanja Ratih memasak beberapa jenis makanan. Siapa tahu, Clarisa dan Bu Dian ingin makan masakannya. Tak lupa Ratih membeli jajan pasar untuk camilan Damar di siang hari nanti. Jam sepuluh semua selesai. Kinar dan Rea sudah makan, Ratih juga menyempatkan diri untuk sarapan. Ia tidak mau sakit kepalanya kambuh lagi dan membuat Damar khawatir. “Buk, nanti Aldo izin main ke sini apakah boleh?“ tanya Kinar saat Ratih sudah bersiap di atas motornya. “Asal ada Bu Tutik di rumah, boleh saja. Tapi kalau cuma kalian berdua, Ibuk nggak kasih izin.““Iya, Kinar ngerti. Itu Bu Tutik sudah datang!“ Kinar menunjuk Bu Tutik yang berjalan ke arah mereka. “Maaf, Mbak, baru bisa ke sini. Tadi bantuin Bu Sinta bersih-bersih rumah,“ uca

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 40

    “Horeee, Ibuk pulang!“ seru Rea saat melihat Ratih memarkir motornya di halaman. “Kok, Mbak Ratih sudah pulang, bukannya hari ini Mas Damar operasi? Mas Damar sama siapa, Mbak? Bagaimana keadaannya?““Alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar, Bu. Di sana ada Ibunya Mas Damar. Jadi, malam ini saya bisa tidur di rumah. Bu Tutik bisa istirahat dulu. Bu Tutik juga pasti capek jagain anak-anak.““Walaaah, enggak, Mbak. Lha wong anak-anaknya Mbak Ratih pinter-pinter dan mandiri, makan pun gampang, apa-apa mau. Saya seneng sama mereka, nurut nggak aneh-aneh.““Alhamdulillah, Bu. Terima kasih untuk bantuannya. Besok kalau sudah mau berangkat ke rumah sakit lagi, saya hubungi Bu Tutik.““Dengan senang hati, Mbak Ratih. Kapan saja Mbak Ratih butuh, saya siap bantu. Kalau begitu sekarang saya permisi dulu. Saya sudah masak untuk makan malam, Mbak. Sisa uang belanja masih saya bawa.““Iya, dibawa Bu Tutik dulu saja. Nanti saya tambahi, sekali lagi makasih, ya, Bu.““Sama-sama, Mbak Ratih,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status