Namun, Laura merasa Topan sedang mempermainkannya. Dia menyetujui permintaan Topan untuk mengulang penjelasannya. Topan mendengarkan penjelasan Laura dengan perasaan kacau balau. Dia semestinya tidak diserang perasaan tidak menyenangkan saat berbisnis, harus meletakkan fokusnya pada apa yang dia lihat dan dia dengar. Namun, cara Laura berbicara ketika mengulang penjelasan membuat adrenalinnya loncat-loncat tidak karuan, terbakar-bakar seperti ingin menghantam Laura yang terlihat seperti sedang bersandiwara, pura-pura manis dan baik di depan orang lain. Namun, sebenarnya dia sedang menyudutkan Topan di hadapan orang lain. 'Jadi Laura melepas saham di perusahaanku, ternyata dia ingin menyatu kekuatan dengan Borsehn. Menarik.'Dari penjelasan Laura, Topan menyimpulkan bahwa Laura sedang mempermainkan dirinya dan mengajak untuk kembali bekerja sama melalui saham yang akan dibeli di perusahaan Borsehn. "Baiklah, saya setuju," kata Topan pada akhirnya. Baik Laura ataupun Topan, memilik
Emma tersenyum kecil ketika bingung untuk menjawab pertanyaan yang tidak punya jawaban. Pernikahan kontrak saat berakhir bagaimana bisa dilanjutkan? Lagipula dia dan Topan tidak punya hubungan apa pun selain kontrak pernikahan. "Ini sulit untuk dijawab. Pernikahan ini hanya kontrak dan saya juga tidak mengerti kenapa pembicaraannya menjadi seperti ini.""Jadi kamu tidak mengerti sedari tadi. Begini, Emma. Laura sudah diceraikan, lalu kontrakmu akan berakhir dua bulan lagi, lalu kamu pergi meninggalkan Kia tanpa seorang Ibu. Posisi kosong milik Laura itu, kenapa tidak kamu yang isi? Kamu sudah mendudukinya sekarang, kenapa tidak diteruskan? Kalian bisa menikah lagi setelah kontrak selesai," celetuk Alex mendapat tatapan bingung dari Emma.Di titik ini, Emma benar-benar tidak paham apa dan ke mana pembicaraan mereka. Kenapa tiba-tiba menjadi pernikahan yang dilanjutkan? Kenapa Emma tidak boleh pergi? Kenapa mereka melakukan framing padanya seolah-olah pembahasan mereka sedang terjadi
Mobil mereka berhenti di Goerlitz Departemen store yang kosong. Bangunan ini menjadi tempat wisata paling iconic karena dijadikan tempat lokasi syuting film Hollywood.Topan mengajak mereka turun untuk berjalan-jalan menikmati wisata bangunan yang belum lama direstorasi itu.Mereka mengamati bangunan itu dan terkesima dengan pemandangan sekitar yang terlihat dan terasa seperti di lokasi syuting film."Kamu pernah nonton film The Grand Budapest Hotel?" tanya Topan pada Emma, setelah sedikit menepi agar tidak terganggu dengan pengunjung lainnya."Aku belum pernah nonton. Aku tidak pernah nonton film. Hanya film drama yang menurutku bagus yang akan kutonton. Kenapa?""Gedung ini bekas departemen store, lalu dijadikan tempat syuting film. Tempat ini beberapa kali menjadi lokasi syuting film Hollywood," sahut Topan membuat Emma terkagum."Oh, begitu. Pantas saja lokasinya terlihat seperti tempat membuat film." Emma menyibak rambutnya yang ditiup angin. "Kalau lagi cerah seperti ini, kita
Entah kenapa Topan menanyakan hal itu di situasi bahagia seperti ini. Dia seperti tidak memiliki waktu lain dan kesempatan untuk mengetahui jawaban Emma yang terakhir. Topan ingin mencuci otak Emma untuk tetap bersamanya dan Kia."Tidak, tidak, anggap saja aku tidak pernah bertanya. Lupakan."Emma mengerutkan kening ketika tipan mengatakan hal itu. Dia tidak mengerti apa yang Topan katakan, sebab saat itu terjadi Emma sedang menyesuaikan posisi berdiri Kia. Dia tidak mendengar apa yang Topan katakan. Topan jadi salah tingkah sekarang. Dia menyandarkan kepala sambil menarik napas agar bisa lega. "Kamu bicara sesuatu?" tanya Emma heran melihat Topan seperti maling tertangkap basah. Topan langsung menoleh dan terdiam memandangi Emma. "Tadi kamu ada mengatakan sesuatu atau tidak?" ulang emma melihat Topan tidak juga menjawab pertanyaannya. Bingung Emma semakin bertambah ketika menemukan ekspresi bingung juga muncul di wajah suaminya."E-tidak-tidak, aku hanya bilang jangan terlalu lam
"Dari mana kalian? Aku mencari-cari sejak tadi. Kamu bahkan tidak membawa ponsel," kata Topan ketika melihat Emma dan Kia dari lorong kamar lantai satu. "Aku baru saja bertemu Nyonya Laura." "Apa? Laura? Sedang apa dia di sini?" Kening Topan samar-samar mengerut. "Katanya ada pertemuan bisnis denganmu." Emma berkata tanpa menghentikan langkah. "Ada-ada saja, tidak ada pertemuan di hotel ini. Jeremy harus ikut denganku jika menyangkut bisnis." Topan terkekeh. "Dia menginap di hotel sini juga?" "Dia mengatakan itu padaku. Aku tidak peduli karena aku tidak mengerti bisnis." "Dan kamu percaya?" Topan mengikuti Emma berjalan menuju lift. "Aku tidak peduli kalaupun itu benar. Setahuku bisnis bisa dilakukan di mana saja." Topan menaruh curiga pada kedatangan Laura di hotel itu. Dia mengambil ponsel dan menghubungi Jeremy untuk mencari informasi tentang Laura. "Tunggu!" Topan menahan pintu lift, ketika Emma akan masuk. "Mau ke mana?" "Kembali ke kamar," sahut Emma bermuka datar. Ent
"Wahhh … ini indah sekali." Emma terkagum-kagum melihat keindahan Kahlenberg. Salah satu wisata paling populer di Wina. Pengunjung bisa menikmati keindahan kota dan alam Wina dari atas bukit. Topan membawa Emma ke bukit tersebut, sekaligus untuk bersenang-senang di alam terbuka yang lebih bebas. "Kamu suka?" Topan bertanya dengan senyum semringah. Usahanya membawa Emma dan Kia jalan-jalan dan berlibur membuatnya senang. "Tentu saja aku suka. Semuanya sangat indah. Ah, aku tidak bisa mengatakannya seperti apa. Tapi ini benar-benar luar biasa," ujar Emma terkesima memandangi kota dari atas bukit. Topan mengusap kepala Emma ketika angin menerbangkan rambut Emma yang panjang. Dia memindahkan segumpal rambut yang jatuh di wajah Emma dengan tatap terpana. Emma terlihat sangat cantik dan menawan. Entah kenapa. Namun, Topan sulit memindahkan tatap matanya dari Emma. Perempuan itu sedang sangat gembira menikmati pemandangan ditembus angin Kohlenberg. Topan memberi Emma waktu untuk menik
"Tidak perlu, aku tahu kamu mengambil kesempatan." Emma memalingkan muka. Entah apa yang membuatnya kikuk dan pipinya merona.Emma juga tidak bisa menjabarkan bagaimana jantungnya berdetak tidak karuan dan sekujut tubuhnya mulai terasa gemetar."Kenapa kamu bilang begitu? Aku punya hak untuk melakukan itu. Kita suami istri. Jadi, apanya yang salah?"Emma tidak menggubris komentar Topan, melainkan beranjak menuju ke kasur, mengambil posisi di sebelah Kia. Topan juga melakukan hal serupa. Sebelumnya, dia mengirim pesan pada Jeremy untuk mengabarinya bila pesawat sudah tiba di bandara.Topan membelai pipi Kia. Dia merasa penat dan beban di bahu luruh ketika jarinya yang kasar dan besar menyentuh kulit Kia yang halus. Lelahnya pun menjadi hilang melihat Kia tidur lelap dengan polosnya."Ceritakan padaku, bagaimana masa kecilmu? Aku ingat kita tidak pernah membahas topik ini sebelumnya," kata Topan memandang Emma."Aku suka bermain layangan. Dulu aku sering bermain di lapangan dekat rumah
Topan terdiam kaku di depan ranjang Alex dengan perasaan sakit entah bagaimana mengatakannya. Dia menangis diam, tetapi tangannya menggenggam erat dan geram ketika memegang ujung besi ranjang tersebut. Setelah dokter mengatakan yang terjadi dan penyebab terjadinya penyakit tersebut, Topan sontak dihantui rasa takut. Dia bahkan melupakan Emma dan Kia yang menunggunya di luar. Dia ditemani Dagna menemui Alex. Topan tidak mempunyai kata-kata untuk dikatakan. Namun, di kepalanya bergelayut banyak hal yang membuat sesak dan penat. Satu-satunya orang yang dia miliki, temannya bermain, dan tempatnya berkeluh kesah, Alex akan menjadi mimpi buruk bagi Topan jika pria tua itu pergi. "Kita hanya bisa berdoa buat kakekmu," ujar Dagna mengusap punggung Topan untuk menenangkannya. "Maafkan Bibi karena lalai menjaga kakekmu."Dagna mengatakannya dengan suara dan bibir bergetar. Matanya belum berhenti meneteskan air matas sejak Topan mengajaknya masuk ke kamar Alex. "Kakek tidak boleh mati. Tid