Share

SOSOK TIMUR TENGAH TAK MAU LEPAS

last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-12 21:12:11

“Mbak, maaf. Memang berapa bulan dalam perut? Masih muda, hamil gak papa. Habis melahirkan bisa KB.”

Dinda yang mendengar ucapan sang penjual jamu terisak kembali. Gito segera mengantisipasi agar pertanyaan ibu jamu tak berlanjut.

“Dia gak mungkin hamil. Baru seminggu kemarin haid.”

“Lah, kenapa minum kapsul nifas?”

“Biar tak ada gumpalan darah haid. Takut kanker. Kami permisi, Bu,” ucap Gito sambil memeluk sang istri segera menghampiri motor.

Ibu penjual jamu memandangi kepergiaan mereka dengan rasa heran. Perasaan tadi istrinya bilang takut hamil, tapi kok haid? Apa aku salah dengar, ya?

▪▪¤•°¤▪▪

Dalam pasar

Dinda sengaja sendirian masuk pasar. Padahal tadi Gito ingin menemani istrinya berbelanja. Namun, tak diperbolehkan oleh sang istri karena Dinda tahu betul, Gito tak sabaran di dalam pasar. Bisa dipastikan, ia akan menyuruh sang istri membeli tanpa proses tawar menawar dan buru-buru mengajak keluar dari pasar.

Bisa dipastikan akan berakhir dengan penyesalan karena tak teliti pada barang. Oleh karena beli barang terlalu mahal dari harga pasaran. Sering kali buah atau sayur bercampur barang busuk padahal sudah dibeli mahal tanpa penawaran. Wanita berpinggul dan berdada besar ini melenggang berdesakan dengan para pengunjung pasar. Beberapa saat, suasana pasar terlihat agak lengang.

Pengunjung pasar tak ramai seperti tadi, langkah kaki Dinda berasa lega. Lapak-lapak di dalam pasar tampak jelas di mata Dinda. Padahal sejak awal masuk, lapak-lapak tadi dipenuhi oleh para pembeli. Wanita ini melangkah tanpa hambatan, semua pengunjung pasar menyibak dengan sendirinya saat dilewatinya.

Ada apa ini?

Kok aneh jadinya?

Belum selesai benak Dinda bertanya-tanya atas kejadian yang dialaminya, tiba-tiba tas belanjaan ada yang menarik dari belakang.

“Biar Mas yang bawa belanjaan.”

Dinda berhenti dan segera menoleh ke asal suara. Tepat di belakangnya, berdiri Gito dengan senyum manis menghias kedua pipi. Aroma kasturi menguar memenuhi lubang penciuman Dinda menerobos masuk saluran pernapasan hingga tenggorokan. Aroma khas Timur Tengah itu menyebar ke seluruh jaringan tubuh wanita bertubuh sintal. Dinda tahu betul sekarang sedang berhadapan dengan sosok yang ia hapal betul. Ia segera menarik tas belanjaannya.

“Berhenti menyerupai suamiku!”

“Sayang, kamu kenapa? Ini aku, suamimu. Liat baik-baik.”

Pria ini berdiri menghadap Dinda lalu berputar. Memang tampak bentuk tubuh dari ujung kaki sampai ujung kepala bahkan rambut hitam tebal memang Gito. Namun, Dinda hapal betul aroma citrus, parfum yang sering dipakai Gito dan bau badan sampai bau ketiak suaminya pun.

Sosok serupa Gito mendekat mencoba meraih tangan wanita yang mundur teratur karena takut terkena lapak pedagang. Dinda heran, orang-orang di sekelilingnya cuek. Mereka asik bertransaksi, seakan-akan aksi teriaknya tak didengar mereka.

“Jangan dekati aku! Tolooong!” teriak Dinda histeris.

“Sayang, kamu lupa yang telah kita lewati bersama? Sini, Sayang!”

“Pergilah, jangan ganggu lagi!”

“Sayang, aku tahu, kamu cinta aku. Kita saling mencintai.”

Gito beraroma kasturi semakin mendekat ke arah Dinda dan wanita ini berlari ke arah kerumunan orang lalu masuk ke salah satu lapak dan bersembunyi di bawah meja pedagang ayam potong. Orang-orang yang memenuhi pasar tak ambil pusing dengan keberadaan Dinda.

Mereka pada kenapa?

Masak gak liat aku yang lari ketakutan?

Mereka tak melihatku?

Dinda berpikir keras sambil menutupi wajahnya dengan koran yang berserakan di lantai. Wanita ini jongkok di bawah kolong meja pedagang ayam. Bau amis potongan daging dan darah segar ayam membuat perutnya mual, tetapi dengan sekuat tenaga ditahannya. Ia tak ingin ketahuan sosok barusan. Namun, DInda melihat sepasang kaki kekar menghampiri meja yang dipakainya bersembunyi.

“Sayang, tak usah bersembunyi. Pasar ini milik kita sekarang. Mereka tak akan mengganggu kita. Ayo, sini bersenang-senang denganku.”

Suara berat menggelegar terdengar di atas meja, sementara sepasang kaki memakai Madas Sharqi berdiri tepat di hadapan mata Dinda.

(*Madas Sharqi= Sandal khas Arab).

“Sayang, ayo keluar.”

Tiba-tiba secara mengejutkan kini, tepat di depan Dinda yang tertutup koran, terdengar suara berat itu. Tangan kekar berbulu membuka koran penutup wajah Dinda. Wanita ini seketika syok. Di depan matanya kini dalam posisi sama-sama jongkok, tampak seraut paras tampan pria Timur Tengah. Beralis tebal, berhidung bangir dan berjambang lebat. Bola mata hijau kecokelatan menatap lembut kepada wanita muda ini. Dinda terperanjat melihatnya. Ia semakin histeris saat melihat pria tersebut.

“Ayo keluar, Sayang. Sini!” pinta pria itu sembari mengulurkan tangan. Dinda tak ingin lengah lagi. Seperti kemarin, hatinya sempat terbuai paras tampan dan merdu suara sosok barusan.

“Astaghfirullah hal adzim! Audzubillah Himinas Syaiton Nirojim 3x.”

Ajaib! Seketika keadaan pasar seperti semula. Ramai hiruk pikuk orang bertransaksi. Tampak langkah hilir mudik pengunjung pasar di sekitar tempat Dinda bersembunyi. Wanita muda ini perlahan keluar dari kolong meja.

“Astaghfirullah! Loh, ngapain Mbak? Sembunyi di bawah, gak amis apa,” jerit kaget pedagang ayam sambil membantu Dinda keluar dari kolong meja.

Dinda yang telah berhasil keluar, kepala dan sekujur tubuhnya penuh darah dan cairan ayam potong. Amis sekali. Ia lalu dipersilakan duduk oleh ibu pedagang ayam dan diberi air mineral dalam kemasan. Kejadian barusan tentu saja menarik perhatian seluruh penghuni pasar. Mereka berduyun-duyun menghampiri tempat kejadian.

“Barusan ngapain, Mbak?” tanya ibu pedagang ayam setelah Dinda meminum air kemasan.

“Saya sedang belanja, tiba-tiba semua terhenti. Saya didatangi seseorang dan sudah berteriak minta tolong, tapi gak ada yang dengar. Makanya saya bersembunyi.”

“Saya kok gak tau, ya. Mbak udah lama sembunyi di bawah kolong?”

“Lama juga kayaknya. Saya ketakutan. Semua orang tak melihat saya.”

“Wah, pasti itu jin penunggu pasar ini,” ucap seorang bapak yang ikut berkerumun.

“Wah, iya, ya,” ucap serentak yang lain.

Akhirnya, ramailah kasak kusuk di antara mereka. Seluruh pengunjung pasar bergerombol di tempat pedagang ayam tersebut.

“Mbak tadi bisa lepas dari jin, baca doa?”tanya ibu pedagang ayam.

Dinda hanya mengangguk. Wajah wanita ini pucat pasi mirip kapas, menandakan ketakutan yang luar biasa.

“Permisi, Pak, Bu. Benar ada wanita berbaju terusan motif mawar?” Suara seorang pria berusaha menyibak kerumunan.

“Benar. Mas, tentu suaminya. Kasian mbaknya digangguin jin pasar. Masuk sini, Mas,” ucap seorang pedagang yang lapaknya berhadapan dengan pedagang ayam.

Bapak separo baya ini membantu menyibak kerumunan agar Gito bisa lewat. Dengan bersusah banyak karena saking banyaknya orang berkerumun, akhirnya Gito berhasil masuk.

“Sayang, ada apa?” tanyanya penuh kekhawatiran terhadap istrinya.

Pria berambut cepak ini segera memeluk sang istri, spontan Dinda sesengukan dalam dekapan Gito.

“Istri Mas barusan sembunyi di kolong sini. Habis dikejar-kejar jin pasar. Hati-hati, Mas! Istrinya disukai jin. Jangan dibiarkan sendiri. Kasian,” ucap ibu pedagang ayam.

“Terima kasih, Bu. Saya tadi nunggu di tempat parkir lama. Tau-tau ada tukang parkir bilang ada perempuan mau diculik jin. Saya jadi kepikiran istri saya. Alhamdulillah.”

“Lain kali ditemani aja, Mas. Jangan sendirian! Untungnya, begitu mbaknya baca doa, jinnya langsung kabur.”

“Iya, Bu. Kami pamit pulang dulu. Terima kasih atas bantuannya semua,”ucap Gito sambil membantu Dinda berdiri.

Mereka menyalami ibu pedagang ayam dan yang lain lalu beranjak keluar pasar.

“Dinda Sayang, kamu tak boleh lepas dariku.”

Terdengar suara bisikan di telinga Dinda. Aroma kasturi menguar di sekeliling pasutri tersebut.

Hmm, bau yang sama, batin Gito sambil membaca doa.

•••¤•°•¤•••¤•°•¤•••

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Icha Azizah Icha Azizah
itu pelajaran juga buat kita sebagai mahluk Tuhan kemanapun dan dimana pun kita brada jangan lengah dari do'a apapun yang kita lakukan harus di awali dengan do'a insyaallah kita semua selamat dari gangguan gaib
goodnovel comment avatar
Harama Kim
semua yh ada doa yh tp doa yg paling mujarat alpatihah ...
goodnovel comment avatar
Fransiscaroom
memang ga ada jin cewek yang lebih cantik? kenapa mesti Dinda?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU    SEMUA BERAWAL DAN BERAKHIR

    “Apaan ini? Panas sekali. Kurang ajar! Kamu mau mengusirku?” tanya Mustafa dengan amarah. Jin tersebut merasakan sekujur tubuh bagai dibakar api dan tak terima. Kemudian sebelum pergi karena rasa panas bara api semakin tak tertahan melayangkan pukulan ke arah Gito.“Aduh ... apa ini? Kepala Mas kayak ada yang mukul,” ucap Gito sambil mengelus bagian di atas telinga yang terasa linu dan perih.“Aneh! Sini aku liat!” Dinda segera mendekat lalu mengamati bagian kepala Gito. Dengan jemarinya wanita muda ini menyibak helaian rambut pelan-pelan.“Aduh, jangan pegang itu!” seru Gito saat Dinda meraba bagian atas telinga bagian kanan, tampak ada luka dan benjol.“Aku ambilin obat tawon dulu, Mas,”ucap Dinda langsung bangkit lalu mengambil obat tersebut di kotak obat.Dinda segera mengobati benjolan dan luka di kepala sang suami. Mereka tak menyadari bahwa hal-hal ganjil yang selalu terjadi adalah hasil perbuatan Mustafa. Tentu saja tak mengurangi romantisme di antara keduanya. Sementara itu,

  • JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU    MUSTAFA BIKIN STRATEGI

    “Liat aja! Kalo kamu sepelekan ucapanku. Menantumu itu bukan wanita biasa. Perlu dibikinkan ritual khusus. Biar suaminya gak mati. Kamu paham?”“Sampe segitunya, Mbok. Kok mengerikan,” ucap Bu Teti dengan kedua mata tak berkedip.“Maka dari itu, Tuan Mustafa ingin menjaganya.”“Aku benar-benar gak nyangka, Mbok. Secepatnya, aku ajak Dinda ke sini. Terus sekarang gimana?” tanya Bu Teti sembari melongok keluar melihat arah rumah.Tampak pintu rumah dan jendela sudah terbuka. Hati Bu Teti lega, rupanya Gito dan Dinda dalam keadaan baik-baik saja.“Udah diatasi Tuan. Buruan pulang! Bisa diambil menantumu oleh Tuan Mustafa,” ucap Mbok Wo sembari tertawa terkekeh-kekeh.Wanita tua ini baru saja mendapat bisikan dari Mustafa, cara membangunkan pasangan pengantin tersebut. Bu Teti memandang heran ke arah wanita renta di hadapannya yang terus menerus tertawa. Padahal tak ada pembicaran lucu di antara mereka.Sesaat sebelum Mustafa datang berbisik kepada Mbok Wo. Jin tersenyum baru mendapat seb

  • JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU    DINDA BUKAN WANITA BIASA

    Suasana berubah mencekam. Angin berembus kencang membawa butiran salju. Pengantin baru ini segera beranjak meninggalkan tempat. Motor dipacu Gito dengan kencang untuk menghindari hujan angin yang seakan-akan mengejar mereka.Dinda menggigil ketakutan, langsung mendekap erat suaminya. Segala doa terlantun dari bibir mereka. Gito merasa keadaan yang tiba-tiba berubah bukan sesuatu yang normal. Apalagi dia dan juga Dinda merasakan bulu kuduk berdiri sejak awal kejadian.“Alhamdulillah, moga gak sampe sini. Aneh gitu, ya. Hujan angin tiba-tiba,” ucap Dinda setelah mereka hampir sampai rumah, tinggal beberapa meter lagi.“Iya, Dek. Baca doa aja.”Dinda memeluk pinggang Gito semakin kencang. Beberapa menit kemudian, mereka pun telah sampai rumah. Acara kenduri telah dimulai dengan Pak Kiai sebagai pemimpin doa. Gito menaruh motor di luar gerbang karena halaman sudah dipenuhi kendaraan para undangan.Pengantin baru ini lalu melangkah ke arah samping. Mereka masuk rumah lewat pintu belakang“

  • JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU    RASA CEMBURU MERUSAK

    “Enggak. Cuma mau bilang, nanti sore ajak menantumu ke rumah,” jawab Mbok Wo sembari melihat keluar lewat kaca jendela yang dibuka tirainya oleh Bu Teti.“Wah, gimana, ya. Nanti sore sampe malam ada acara syukuran di sini, Mbok,” ucap Bu Teti kebingungan.“Terserah kamu. Mau menantumu sembuh, gak?” tanya Mbok Wo sambil memandang sinis ke arah Bu Teti.Wanita separuh umur ini jadi bingung karenanya. Suatu situasi yang sulit, dia dan Dinda harus ada di saat acara karena pihak yang punya hajat, alasan apa yang akan dipakai pada Gito?“Kalo besok saja gimana, Mbok? Sekalian belanja ke pasar,” ucap Bu Teti dengan takut-takut.Dia khawatir wanita renta di hadapannya murka karena telah dibantah perkataannya. Mbok Wo berpikir sejenak, mengerti dengan situasi yang harus dihadapi Bu Teti. Apalagi mereka hidup bertetangga, kalau pun kedua wanita jadi ke rumahnya di saat hajat, biar dicurigai warga, terutama anak Bu Teti.“Yodah, Kamu ambil baju mantumu, biar aku kasih Tuan Mustafa. Baru besok ka

  • JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU    PERMINTAAN ANEH

    Dinda yang sedang mempersiapkan makanan untuk Gito, ikut merenung, menyangkutpautkan hal yang terjadi dengannya. Dia merasa ada ‘sesuatu’ antara mandi ramuan yang disuruh padanya dengan pemilik kontrakan. Semua bersumber dengan orang yang sama, yaitu Mbok Wo.“Mbok Wo masih bersodara dengan pemilik rumah?” tanya Gito sambil melihat ke arah ibunya dan ditanggapi gelengan kepala oleh Bu Teti.“Kok bisa tau, kalo rumah itu akan dikontrakkan?” tanya Gito yang belum puas dengan tanggapan sang ibu.“Mungkin nih. Mbok Wo tau kalo rumah itu udah lama gak dihuni. Sejak pemiliknya punya rumah sekaligus toko di pinggir jalan,” jawab Bu Teti dengan santai.“Aku yang malu, Bu. Rumah gak disewakan dan tiba-tiba aku datang tanya soal harga. Kata Ibu, ditunggu pemilik di rumah kontrakan. Kok bisa?” ucap Gito dengan menggelengkan kepala.“Terus gimana, Mas? Gak jadi dapat kontrakan dong,” sahut Dinda sambil meletakkan piring di hadapan sang suami.Gito yang mendapat pertanyaan dari Dinda, hanya tersen

  • JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU    BERSUMBER YANG SAMA

    “Semoga keinginan Tuan segera tercapai,” ucap Bu Teti sambil menghampiri Mbok Wo yang sedang duduk di kursi ruang tengah.“Pantas aja, Tuan Mustafa percaya padamu,” balas Mbok Wok tersenyum memperlihatkan deretan gigi-gigi bernoda getah kinang.Bu Teti tersenyum lebar mendapat pujian dari Mbok Wo. Kedua wanita ini berbicara akrab dengan diselingi tawa sambil menunggu Dinda keluar dari kamar mandi. Tak berapa lama, wanita muda yang ditunggu telah keluar dengan tubuh lebih segar. Mbok Wo terkekeh-kekeh menghidu bau khas yang menguar dari tubuh Dinda.Dari bau ini, Tuan Mustafa bisa gampang mengenalinya, batin wanita tua dengan bibir dan deretan gigi dipenuhi noda merah kinang. Mbok Wo mencari-cari paidon [tempat ludah] yang terbuat dari kuningan. Namun, tak dijumpainya. Bu Teti yang memperhatikan perilaku wanita tua ini segera bertanya,”Mencari apa Mbok?”“Paidonku,”jawab Mbok Wok masih sibuk memadai seisi ruangan lalu bangkit perlahan dengan bantuan tongkat ke arah ruang tamu.“Saya g

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status