“Anda tidak bisa terus mengabaikan isu perselingkuhan anda yang semakin beredar tidak jelas di media sosial. Anda harus segera mencari jalan keluar untuk menjaga opini publik,” kata Andri, asisten Marvin di kantor.
“Kau tahu kan bahwa aku tidak pernah peduli dengan opini orang lain tentang diriku,” bantah Marvin.
“Iya saya mengerti. Tapi sekarang masalah ini sudah berdampak pada harga saham perusahaan kita. Saya harus sampaikan kabar ini walau anda tidak akan senang mendengarnya. Beberapa klien juga sudah membatalkan kerja samanya dengan kita akibat gosip itu,” tutur Andri.
“Dasar orang-orang aneh. Kenapa mereka bisa begitu terpengaruh dengan gosip murahan dan menjadikannya sebagai alasan untuk memutuskan sebuah kerja sama bisnis,” kata Marvin.
“Memang begitulah adanya, Pak. Sekarang apa yang beredar di media sosial termasuk gosip memang sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Mereka mengatakan tidak mau bekerja sama dengan perusahaan yang dipimpin oleh pria perebut istri orang.”
“Sialan!” umpat Marvin kesal.
Laporan dari Andri membuat Marvin tidak bisa bersikap acuh seperti sebelumnya. Dia tidak peduli dengan pandangan orang lain tentang dirinya. Tapi dia tidak akan diam saja jika hal itu mempengaruhi bisnisnya.
Setelah kepergian sang sekretaris, Marvin mulai memutar otak untuk mencari jalan keluar. Dia berpikir berita di media juga harus dilawan dengan cara yang sama. Tapi Marvin tidak bisa bekerja senidiri karena kabar perselingkuhan itu juga melibatkan orang lain.
Akhirnya Marvin memilih untuk menghubungi Leonardo. Dia merasa berunding dengan Leonardo lebih baik dari pada berhadapan langsung dengan Regita. Marvin merasa perempuan itu hanya bisa mengomel tapi tidak mampu memberi solusi.
Marvin membuat janji dengan Leonardo untuk membicarakan masalah gosip perselingkuhan yang sudah tersebar. Mereka berencana membayar media agar membuat pemberitaan yang bisa menghapus citra buruk Marvin dan Regita. Leonardo bahkan mengizinkan untuk membuka identitas Regita sebagai pewaris kedua perusahaannya pada media.
Dengan begitu mereka berharap orang-orang akan berpikir bahwa Regita memang lebih pantas bersanding dengan Marvin dibandingkan dengan suaminya yang hanya karyawan biasa. Leonardo juga berniat membuka perlakuan buruk yang diterima Regita di rumah mertuanya sehingga masyarakat tidak akan menyudutkan adiknya karena isu perselingkuhan. Mereka merasa publikasi itu sudah cukup untuk meredam gosip.
Namun ternyata langkah yang mereka ambil justru membuat situasi semakin kacau. Raka tidak terima keluarganya dijelek-jelekkan sekalipun hal itu memang benar terjadi. Sekarang semua orang mulai berbalik menyalahkan Raka dan keluarganya. Terutama perbuatan ibunya yang tidak pernah memperlakukan mertuanya dengan baik.
Perang media tak bisa dihindari. Raka pun memberikan serangan yang sama dengan balik menjelekkan Regita. Dia mengungkap pada media bahwa Regita tidak bisa memberinya keturunan. Regita yang juga membaca berita itu menjadi salah paham.
Regita mengira publikasi itu adalah ulah Marvin. Hatinya merasa sakit saat kekurangannya diungkap pada semua orang. Selama beberapa hari dia terus mengikuti perkembangan pemberitaan simpang siur tentang dirinya. Tapi pemberitaan kali ini sudah sangat melukai hati.
“Aku sudah muak dengan semua ini. Aku sudah lelah. Aku memang meminta Marvin untuk melakukan sesuatu agar isu ini selesai. Tapi bukan berarti dia bisa menggunakan kekuranganku untuk menarik simpati publik. Aku tidak bisa menerimanya,” ujar Regita.
Regita yang merasa geram pada Marvin langsung memutuskan untuk menemui Marvin di kantornya. Dia tidak peduli walau harus menghadapi tatapan mencela dan sindiran dari para karyawan di sana. Baginya semua itu sudah tidak ada artinya saat namanya terlanjur rusak di mata orang lain.
Kedatangan Regita benar-benar menjadi pusat perhatian orang-orang di kantor. Perempuan itu langsung menyatakan keinginannya untuk bertemu Marvin. Tentu saja tidak ada yang berani menghalanginya karena menganggap Regita adalah tamu khusus. Meski tak membuat janji sebelumnya, Regita tetap dibiarkan masuk ke ruang kerja orang nomor satu di perusahaan itu.
“Apa yang kau lakukan? Apa seperti ini caramu menyelesaikan masalah? Apa kau hanya bisa mempermalukan orang lain demi membersihkan namamu sendiri? Kau begitu egois, Pak Marvin!” cecar Regita langsung menyerang pria itu saat tiba di ruang kerja Marvin. Marvin yang tidak mengerti apa-apa jelas merasa kebingungan karena Regita tiba-tiba datang dengan kemarahan.
“Hei, ada apa sebenarnya? Kau menerobos ruangan orang dengan tidak sopan lalu marah-marah tanpa alasan. Apa kau memang tidak punya tatakrama?” balas Marvin.
“Aku tidak perlu belajar tatakrama pada orang yang tidak punya tatakrama. Kau memang tidak bisa menghargai perasaan orang lain. Beraninya kau mengungkit kekuranganku pada semua orang,” ujar Regita sembari menyodorkan ponselnya dengan kasar ke meja kerja Marvin.
Marvin mengambil ponsel itu dan membaca berita pada halaman website yang sedang terbuka. Marvin pun mengerti apa yang menjadi alasan kemarahan Regita.
“Kau pikir aku yang menyebarkan berita murahan seperti ini? Ah, yang benar saja. Aku memang suka membayar media untuk meningkatkan popularitasku. Tapi berita seperti ini bukan kelasku, Regita. Hanya orang rendahan yang bisa membuat berita murahan,” kata Marvin membuat Regita berdecih mendengar kesombongan pria itu.
“Aku sudah tahu dari Kak Leon kalau kalian membayar media untuk membuat berita agar orang-orang tidak menghakimi isu perselingkuhan kita,” ujar Regita.
“Ya itu memang benar. Tapi aku tidak pernah memberikan keterangan seperti ini. Lagi pula aku juga melibatkan Leon. Kakakmu itu tidak mungkin akan membuka aib adiknya sendiri demi memperbaiki citra perusahaan kami,” bantah Marvin.
“Kalau memang bukan ulahmu, lalu siapa lagi?”
“Kau ingin tahu siapa pelakunya?” tantang Marvin. Tapi sebelum Regita sempat memberikan jawaban, pria itu sudah lebih dulu menariknya keluar dari ruangan.
“Ayo ikut aku!” ujarnya sambil terus menarik tangan Regita. Adegan itu juga sempat mencuri perhatian karyawan kantor tapi keduanya sama sekali tidak peduli.
Rupanya Marvin membawa Regita ke ruang kerja Raka. Kedatangan mereka jelas mengejutkan semua orang yang ada di sana. Apalagi ekspresi Marvin tampak tak bersahabat. Sedikit banyak mereka sudah tahu apa yang terjadi antara Marvin, Regita dan Raka dari gosip yang beredar.
“Semuanya keluar dari ruangan ini kecuali Raka!” titah Marvin tegas dan cukup membuat nyali para karyawannya menciut.
Tak ada yang bisa melawan perintah Marvin. Mereka pun segera meninggalkan ruangan satu persatu hingga tersisa Raka. Raka sebenarnya juga tampak cemas namun masih berusaha memberanikan diri.
“Berita ini ulahmu ‘kan?” tanya Marvin menunjukkan berita di ponsel Regita. Bukannya merasa bersalah, Raka justru semakin mencibir Regita.
“Kenapa? Apa selingkuhan anda ini sudah mengadu dan meminta anda untuk membalas saya? Saya tidak menyangka ternyata selama ini saya memiliki seorang istri berhati iblis. Dia tega membuat berita buruk tentang perlakuan suami dan ibu mertuanya. Padahal selama ini kami sudah cukup bersabar menerimanya meski dia tidak bisa memberikan keturunan,” ujar Raka.
“Saya juga heran. Apa yang membuat Pak Marvin tertarik berselingkuh dengannya? Padahal dia begitu naif. Dia mengenakan daster kumal di rumah tapi berpenampilan seksi saat di hadapan pria lain. Saya bahkan baru tahu kalau istri saya punya keahlian dalam menggoda pria kaya,” imbuh Raka semakin membuat hati Regita terbakar emosi. Regita ingin angkat bicara karena sudah tak bisa menahan diri terus direndahkan. Tapi lagi-lagi Marvin sudah lebih dulu memasang badan untuknya.
“Tutup mulutmu! Kalau dia hanya berpenampilan seadanya saat di rumahmu, itu tandanya kamu yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya untuk mempercantik diri sebagai seorang wanita. Dia sudah menerima kondisimu dan tidak banyak menuntut. Tapi rupanya memang kau yang tidak pandai bersyukur. Tindakanmu menunjukkan bahwa kamu hanya seorang laki-laki pengecut, Raka. Jadi jangan salahkan kalau ada laki-laki lain yang tertarik untuk merebut istrimu. Itu terjadi karena salahmu sendiri yang tidak bisa menjaganya saat masih menjadi milikmu,” balas Marvin.
“Jadi apa anda benar-benar berniat untuk merebut istriku, Pak Marvin?”
“Kenapa tidak? Regita perempuan yang cantik, wajar kalau aku tertarik.”
“Apa maksudmu, Marvin?”
“Sudahlah, Sayang. Kita tidak perlu lagi menyembunyikan hubungan kita di hadapan Raka.”“Apa? Sayang?” ujar Regita merasa heran dengan panggilan yang diberikan Marvin pada dirinya.“Iya. Syukurlah kalau sekarang dia sudah tahu segalanya. Kita tidak perlu repot-repot lagi mencari kesempatan untuk bermesraan secara sembunyi-sembunyi. Aku tidak sabar menantikan kalian segera resmi bercerai,” kata Marvin yang diikuti tindakan mengejutkan.Marvin merengkuh tubuh Regita hingga posisi mereka sangat dekat. Regita yang masih kebingungan kalah cepat dengan ulah Marvin yang tiba-tiba mengecup singkat bibir gadis itu. Regita terbelalak tak percaya dengan apa yang pria itu lakukan.Bukan hanya Regita, Raka juga terkejut menyaksikan adegan yang terjadi di hadapannya. Marvin sangat berani mencumbu Regita tepat di depan matanya. Raka semakin terbakar emosi karena hal itu.“Apa yang kau lakukan?” tanya Regita lirih. Dia masih tak mengerti dengan sikap aneh Marvin.“Aku merindukanmu, Sayang” jawab Marv
“Pria kurang ajar! Sudah berani menyentuhku sembarangan tapi malah memarahiku seperti itu. Dia tidak terima saat aku menyebutnya gila perempuan. Memang tidak sadar diri. Aku berharap tidak perlu berurusan dengannya lagi,” keluh Regita sembari menyetir mobil.Perempuan itu baru terlibat pertengkaran dengan Marvin. Setelah kejadian Marvin menciumnya di depan Raka, Regita langsung menyusul ke ruang kerjanya dan melayangkan protes. Tapi Marvin justru memarahi dan membentak Regita dengan kasar.Regita pikir harusnya dia yang marah karena Marvin sudah menyentuhnya tanpa izin. Tapi sebaliknya malah pria itu yang berkata kasar saat Regita membahas tentang mantan istrinya.“Kalau aku punya suami yang gila perempuan seperti Marvin itu, aku pasti juga akan meminta pisah darinya. Aku tidak kuat kalau harus makan hati setiap hari melihat kelakuannya bersama perempuan lain,” ujar Regita membiarkan imajinasinya melayang jauh tentang watak pria kaya seperti Marvin. Padahal dia tidak mengenal dengan p
Marvin terus merasa gelisah setelah pembicaraannya dengan Andri. Dia sibuk mempertanyakan perasaannya sendiri. Bahkan saat mengemudi dalam perjalanan pulang dari kantor, pria itu sempat teringat kembali adegan yang terjadi antara dirinya dan Regita.“Benar kata Andri. Bagaimana bisa aku mencium perempuan itu bahkan tanpa izinnya?” ujar Marvin bermonolog sembari mengusap bibirnya. Dia mulai meragukan diri sendiri.“Tidak! Aku tidak mungkin benar-benar tertarik pada Regita. Mungkin aku hanya terbawa suasana dan tertantang untuk memancing emosi Raka. Itu sebabnya aku berani menyentuh Regita. Tidak ada perasaan apa pun dan aku hanya bermain-main untuk membalas mantan suaminya,” imbuh Marvin.Pria itu menjadi gusar. Dia takut jika hatinya benar-benar mempunyai ketertarikan pada Regita. Padahal dia sudah bertekad akan tetap menyimpan nama Lista sebagai satu-satunya perempuan yang dia cintai dalam hidupnya. Dia tidak ingin posisi Lista tergantikan oleh siapa pun.Marvin takut perasaannya ber
“Aku memang janda tapi aku tidak akan menjual bebas diriku pada duda kaya sepertimu. Aku bukan perempuan murahan yang bisa menghangatkan ranjangmu saat kau butuhkan. Jika kau menginginkan mainan untuk malam ini, kau bisa membayar jalang tapi jangan memintaku untuk datang,” ujar Regita dengan ketus tanpa mendengarkan penjelasan Marvin lebih dulu. Regita masih kesal dengan perbuatan Marvin padanya saat di kantor.“Siapa yang memintamu datang untuk menghangatkan ranjangku? Aku tidak terlalu kesepian sampai harus membayar seorang jalang. Aku memintamu datang bukan untukku tapi untuk Nathan. Dia sedang sakit dan terus memanggilmu sejak tadi. Aku juga tidak mengerti kenapa putraku bisa merasa terikat padamu,” balas Marvin mengurai kesalah pahaman Regita.Sesaat setelah itu, panggilan terputus. Regita menyetujui untuk datang karena alasan Nathan yang sakit. Akhirnya Regita pun bersiap-siap untuk pergi ke rumah Marvin.“Dasar pria besar kepala! Tadi siang marah-marah padaku. Sekarang tanpa me
“Sebenarnya ke mana pria itu pergi dan belum kembali tengah malam seperti ini. Anaknya sedang sakit bukannya dijaga malah keluyuran tidak jelas. Kalau begini caranya aku tidak bisa pulang. Aku tidak bisa membiarkan Nathan sendirian tanpa ada yang menjaga,” keluh Regita.Perempuan itu sedang mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu rumah Marvin yang sepi. Beberapa kali dia melihat jam di ponselnya dan sudah menunjukkan tengah malam. Seharusnya dia sudah pulang ke rumah. Tapi dia tidak bisa pergi begitu saja jika Marvin belum kembali.Regita khawatir meninggalkan Nathan sendirian. Kondisinya yang sedang tidak sehat bisa membuat anak itu terbangun kapan saja. Regita memikirkan bagaimana jika nantinya Nathan tiba-tiba terbangun dan tidak mendapati siapa pun yang menjaganya. Itu sebabnya dia tidak bisa langsung pergi dari sana.Beberapa kali Regita telah mencoba menghubungi Marvin via telepon. Namun tetap saja tak ada respon. Dia hanya bisa menunggu dengan gelisah tanpa tahu ke mana sebenar
“Aku tidak benar-benar ingat apa yang sudah aku lakukan semalam. Tidak mungkin juga aku menghubungi Regita dan bertanya langsung padanya,” ujar Marvin merasa gusar di kamarnya.Pagi itu Marvin menjadi tidak tenang karena memikirkan kejadian semalam. Dia memutar-mutar ponselnya karena merasa bimbang. Dia hendak menghubungi Regita namun ia urungkan. Rasanya tidak enak jika dia bertanya langsung pada perempuan itu.“Bagaimana jika aku benar-benar meniduri Regita semalam?” kata Marvin sembari mengusap wajahnya dengan kasar.Tak bisa menghubungi Regita, Marvin akhirnya menghubungi Andri. Dia hanya ingat bahwa semalam dirinya pergi ke bar bersama asistennya itu. Andri pun membenarkan pertemuan mereka di bar. Tapi Andri mengatakan bahwa dia pulang lebih dulu karena urusan keluarga yang mendesak dan terpaksa meninggalkan Marvin sendirian.“Apa semalam aku banyak minum hingga mabuk?” tanya Marvin.“Iya, Pak. Semalam kondisi anda sangat kacau. Saya sudah melarang tapi anda tetap meminum minuman
“Untuk apa nenek sihir itu datang ke rumah kita?” tanya Leonardo dengan eskpresi tidak senang saat mengetahui Malini datang ke sana. Dia merasa geram melihat perempuan yang sudah memperlakukan adiknya dengan tidak baik.“Sudah tidak apa-apa. Kakak tidak perlu ikut campur. Biar aku sendiri yang menghadapinya,” kata Regita menenangkan.Regita meminta Leonardo untuk memberikan kebebasan padanya untuk menghadapi sang ibu mertua. Dia sendiri tidak tahu bagaimana Malini bisa mengetahui alamat rumah keluarganya dan dengan tujuan apa dia datang ke sana. Dia tidak membiarkan Leonardo masuk terlalu jauh karena masalah itu masih dalam ranah rumah tangganya.Leonardo pun mengikuti keinginan Regita. Dia pun berangkat ke kantor dan meninggalkan Regita bersama Malini di rumah. Namun dia berpesan agar Regita segera menghubunginya jika tamunya itu berbuat buruk.Regita mempersilahkan Malini duduk di ruang tamu. Malini tampak kagum karena luas ruangan dan desain interiornya jauh lebih bagus dibandingka
“Joe, apa ada pekerjaan dalam waktu dekat ini?” tanya Regita saat menghubungi salah satu teman dalam lingkaran mafianya.Kekesalan perempuan itu memuncak setelah bertemu dengan Malini. Ibu mertuanya itu datang dengan sebuah permintaan yang merendahkan Regita. Malini meminta Regita menggoda dan membujuk Marvin agar memberikan jabatan yang lebih tinggi pada Raka.Perkataan Malini seolah memposisikan Regita seperti perempuan murahan. Regita tidak bisa menerimanya. Dia merasa emosi tapi berhasil membuat Malini pergi dari rumahnya tanpa keributan.Setelah Malini pergi, Regita merasa dirinya butuh pelampiasan. Beberapa hari belakangan situasi yang dia hadapi memang cukup kacau. Kabar perselingkuhan yang menyebar, kedatangan ibu mertuanya yang tidak tahu diri serta kesalahan satu malam yang terjadi antara dirinya dengan Marvin.Semua itu membuat Regita merasa frustasi. Marvin juga tidak pernah menghubunginya lagi setelah kejadian malam itu. Sementara ibu mertuanya datang menawarkan kembali p