Sesuai dengan perjanjian kemarin. Mexsi datang bersama dengan ibunya. Ayahnya sedang berada di luar negeri, mendengar kabar bahwa putranya ingin bertunangan sedikit terkejut. Mexsi menjelaskan hanya bertunangan bukan menikah, tentu saja pasti menikah. Tapi pada saat nanti ia sudah menjadi seorang yang dapat melanjutkan usaha ayahnya.
Berbeda dengan ibunya. Ibunya hanya tersenyum mendengar putranya ingin membuat sebuah hubungan dengan seseorang, ia juga terharu menyadari putranya sudah semakin dewasa.
Wino mempersilahkan Mexsi dan ibunya duduk. Sarah membawa minuman dan makanan, gadis itu duduk disebelah kakanya.
"Silakan, apa yang ingin kamu katakan?" tanya Wino menatap Mexsi sambil tersenyum.
Mexsi terdiam cukup lama. Ibunya merasa bahwa putranya tidak bersungguh-sungguh dalam ikatan ini. Semua orang yang berada di sana semakin menatapnya, ibunya memegang tangan putranya. Mexsi menengok ke arahnya, sekuat tenaga mencoba menatap Sarah dan Wino.
<See you, next part ➡️
Sampai di depan rumah Mexsi. Keyla turun dari sana, Ibu Mexsi bahagia melihat banyak teman yang di bawa putranya. Saat sedang menyiapkan minuman. Keyla masuk ke dalam dapur, membantu Ibu Mexsi. Tina dan Ino saling berpandangan, mereka tersenyum melihat gadis itu membantu ibu pemilik dari rumah ini. "Tidak usah nak, yang ada ngerepotin kamu." Ibu Mexsi menatapnya. Sambil memeras jus lemon, dan menuangkannya ke gelas yang berisi batu es. "Ada juga kedatangan kita yang udah bikin tante repot, sini biar saya saja yang memerasnya," pinta Keyla mengambil jeruk lemon dari tangan ibu Mexsi. Selesai membuat minuman. Keyla dan ibu Mexsi mempersiapkan makanan dan minuman. Mexsi tersenyum melihat Keyla dan ibunya akrab, seandainya saja. Waktu bisa diulang, ia melamar Keyla bukannya Sarah. Mereka pasti akan semakin lebih dekat dari sebelumnya. Ibu Mexsi mulai menyadari sesuatu. Putranya terlihat tersenyum bahagia saat melihat gadis yang memba
Dua hari lagi pertunangan Mexsi dan Sarah akan segera diadakan. Keyla selama berhari-hari murung di dalam kelas, Ino mencoba menghiburnya. Tetapi dia bagaikan patung, tidak mau bergerak sama sekali. Sudah tak tahan melihat sahabatnya patah semangat hidup seperti itu, Ino menceritakan segalanya sebelum bel jam pulang berbunyi. "Gue gak sengaja denger semuanya Keyla, Mexsi bilang sama ibunya, 'bahwa pelakunya belum tertangkap, bahkan pelakunya mengancam. Akan melukai lo, kalau Mexsi nolak tunangan sama Sarah', Mexsi cuma cintanya sama lo, sayangnya juga cuma buat lo." Keyla menatap Ino serius. "Jadi, maksud lo... selama ini Mexsi pura-pura hilang ingatan, terus jauhin gue. Buat melindungi gue, jadi selama ini... selama ini dia... " "Mengorbankan cintanya cuma buat melindungi lo." potong Tina. "Tunggu sebentar, gue inget sesuatu... gue harus pergi ke tempat di mana gue di culik. Gue haru
Kedua bola mata Sarah membulat, alisnya terangkat, mulutnya menganga. "Gue tahu... lo benci sama Kayla dan juga gue, karena kami telah merebut orang yang lo sayangi," kata Keyla memeluknya semakin erat. "Tapi lo harus tahu... cinta memang aneh. Datang secara tiba-tiba, lalu gue bisa apa? Dan gue akan mencoba meringankan hukuman kaka lo." Keyla menatap Sarah menghapus air matanya. Keyla tidak berharap gadis itu akan menyetujui niatnya dan apa yang ia katakan, memutuskan pergi dari sana. Menuju taman sesuai kesepakatan dengan orang yang mungkin babak belur karenanya. Terdiam cukup lama... Sarah mengejar Keyla. Ia memeluk Keyla dari belakang. "Terima kasih, Keyla... " seru Sarah. Tersenyum. Keyla memegang tangannya. "Yang lalu, biarlah berlalu. Gue percaya ada kesempatan kedua bagi orang-orang yang sudah menyadari kesalahannya... " Me
Mexsi berhenti tersenyum dan semakin menatapnya. "Lo boleh ngomong apa aja, tapi jangan ganggu kebahagiaan gue." "Maksud lo, gue tahu. Lo pasti baru pertama kalinya naik kincir angin ini? Ya iyalah- " "Tetaplah tersenyum... itulah yang bikin gue bahagia... " Mexsi mengatakannya dengan tulus. Keyla menelan ludah susah payah. "L-lo kalau ngajakin canda garing, gak lucu... " Mexsi mencondongkan tubuhnya ke depan. Mendekatkan wajahnya dengan wajah Keyla. "Gue serius... " Mexsi langsung memeluk Keyla. "Lima menit saja, gue mohon." Ia memohon dengan sangat tulus. Gadis itu awalnya terkejut. Tapi entah mengapa saat Mexsi memeluknya, suasana sudah mulai tak canggung lagi. Yang Keyla rasakan hanyalah kenyamanan, sangat bahagia sampai ia berani membalas pelukan Mexsi tanpa bertanya. Membiarka tubuhnya mendapatkan kehangatan, dari seseorang yang sangat berarti baginya sambil tersenyum. Berharap, Mexsi sangat berharap
Paginya Keyla tersadar, ia secepatnya bangkit mencari keberadaan Mexsi. Berlari ke sana kemari mencarinya, Salah satu suster bertanya padanya. Menunjukkan ruangan yang sedang dicarinya, ia masuk berlari mendekati Mexsi yang sedang menutup kedua mata tak sadarkan diri.Tes. Setetes air mata membasahi pipinya. Mengalir deras, jantungnya terasa tak berdetak. Napasnya tercekat. Sulit sekali untuk bernapas. Ternyata ia benar-benar takut, jika sesuatu terjadi pada lelaki itu."Bodoh, gue udah bilang pergi. Tetap aja melindungi gue... Mexsi hari ini gue udah putuskan, saat lo sadar nanti gue akan bilang semuanya sama lo tanpa ragu." setelah mengatakan hal itu Keyla pergi keluar.Keesokan harinya jam pulang sekolah. Keyla duduk dibangkunya dengan tenang, Tina dan Ino memperhatikan sahabatnya melamun dari tadi. Tanpa menunggu waktu lama Tina duduk disebelahnya, bertanya apa yang terjadi padanya? Keyla tetap diam tidak mau menjawab
Tino balik lagi ke arah Tina. Saudaranya sambil meringis. "Lo kenapa Tino?" tanya Tina apa adanya. Melihat Tino yang meringis kesakitan. Memegangi pipinya yang babak belur, bukannya menghentikan perkelahian itu. Tino malah terbawa dan menjadi umpan empuk bagi Will dan Mexsi. "Pakai nanya lagi lo!" "Heheh... " Tina hanya bisa nyengir. "Tawa lagi! Aaaw." sedikit menjerit menahan sakit. *** Di bandara Keyla terdiam. "Papa, Mama Keyla harus pergi." "Maksud kamu?" tanya ayahnya bingung. Tanpa menjawab Keyla meninggalkan kopernya di samping ayahnya. Ia lari dari sana. "Keylaaa!" teriak ayahnya. Ibunya berusaha memberi suaminya pengertian. Gadis itu lari meninggalkan bandara. Ayahnya hanya tersenyum, bagaimana pun juga putrinya masih belum bisa memutuskan sesuatu deng
Tok, tok, tok. Ibu Tino mengetuk pintu kamar putranya, ibunya sungguh heran. Sudah hampir jam 11 siang, putranya belum juga bangun tidak ada jawaban. Ia memutuskan melanjutkan memasak, mengambil bawang merah, memegang pisau. Tok, tok, tok. Baru saja akan memotong bawang, ada tamu yang datang mengetuk pintu. Berjalan membuka pintu, tamu yang datang sungguh berwajah tampan. Jarang sekali ia melihat wajah berfaedah seperti ini, langsung menyuruh tamunya duduk. Membawakan segelas jus mangga ke hadapan tamu. Ibu Tino tak bertanya sama sekali, ingin bertemu dengan siapa? Benar. Terlalu asyik dengan dunia memasaknya, sampai melupakan pertanyaan itu. Melanjutkan tangan kiri memegang bawang merah, tangan kanan memegang pisau. Sedikit lagi akan memotong, tamunya bertanya padanya. "Tan, Tinonya ada?" tanya Mexsi bertanya padanya. BRUKH! Kali ini ibu Tino memba
Will akan tertawa. Tina berteriak mengejutkannya. "AAAAA." "Kamu kenapa?" tanya Will tanya bergegas mendekatinya. "Mataku yang, ko perih ya?" kata Tina bertanya sambil melotot. "Kamu belum berkedip," ucap Will menghela napas. Ino dan Keyla satu pemikiran kaliini. Mereka berdua menghela napas. Keyla memutuskan duduk diam tanpa harus ikut campur masalah mereka, Ino hanya mengikuti duduk disebelahnya. "Oh iya yang, pantas saja perih." secepatnya Tina membuka tutup kelopak matanya. Semoga saja dengan beralasan seperti ini ayang bakal lupa, nama lengkap gue. batin Tina tertawa kecil di dalam hati. "Ko kamu gak kasih tahu aku tentang nama panjang kamu?" Sontak membuat Tina terkejut dan melotot kembali. "Itu, aku gak suka ada yang tahu." "Termasuk aku?" Will memotong pertanyannya.