Keyla dan Tino terkejut, keduanya sampai berhenti bergerak beberapa detik, bahkan keduanya menahan napas. Siapakah yang akan keluar, apakah kuntilanak, atau pocong. Suasana semakin hening dan menegangkan, ketika lampu di atas kepala mereka secara tiba-tiba mati hidup. Berkedip-kedip berulang kali, kini Tino memegang lengan Keyla. Gadis itu dibuat risih olehnya, ketegangan keduanya semakin menjadi. Yang keluar dari pintu pertama tangannya lalu kepalanya, dan wajahnya putih pucat. "Aaaaa!" Mereka berdua berteriak bersama. Tino langsung tumbang, terguling-guling di lantai yang sedikit condong ke bawah. Sehingga membuat tubuh Tino berguling. "Aduh! Berisik banget sih kalian," kata Ibu Keyla menatap putrinya."Mama, kukira hantu, lagian malam-malam begini pakai masker wajah. Yang warna putih lagi. Lampu juga mati, lalu lampu diluar juga sangat mendukung," balas Keyla sambil menatap ke samping, Tino telah lenyap."Cari siapa?" tanya Ibunya memperhatikan."Tino, cowok jail yang sukanya bik
Keyla masih menatap foto itu, lambat laun kelopak matanya terasa sangat berat, ia menjatuhkan dirinya ke tempat tidur. Lalu tertidur pulas, klontang, klontang. Keyla terbangun, tapi tidak membuka matanya. Ia mencari ponselnya, melihat layar ponselnya sudah jam enam lewat tiga puluh menit. Suaranya itu sungguh berisik, sampai mengganggu tidurnya. Berkat itu ia tidak bangun kesiangan, duduk sebentar mengambil handuk lalu pergi mandi.Ia turun ke bawah, terdengar suara bariton seorang lelaki dari sana. Suara yang paling enek sedunia. "Selamat pagi Keyla," ucap Tino sedang membantu ibu Keyla menyiapkan sarapan."Pagi," jawab Keyla cukup tenang, ia duduk di meja makan."Pagi sayang," kata ibunya baru saja kembali dari pasar."Pagi juga Mah, habis dari mana?" tanya Keyla mengambil gelas dan diisi susu putih."Habis dari pasar, katanya Tino mau bikin nasi goreng buat sarapan. Yaudah Mama pergi ke pasar," jawab ibunya Keyla.Keyla mendesis. "Terus Mama kasih izin dia buat masak?" Keyla menunj
"Jadi kau setuju akan melindungi gadis itu?" tanya Adam berusaha meyakinkan atas prilakunya nanti."Iya, tapi bagaiamana caraku menemukan gadis itu. Tanpa tahu siapa dan di mana dia tinggal.""Kau hanya perlu pergi ke ruang kelas kosong, akan aku share lokasinya. Kau bisa ikuti petunjuk itu. Dan satu hal lagi, tunggulah dia di sana.""Kau yakin dia akan pergi ke tempat itu?""Tidak juga.""Hah, kau membuatku kesal sekarang!" Will berteriak sambil menaikan sebelah alisnya, ia pergi keluar kamarnya lalu terkejut dengan adanya Tino di sana.Dengan sigap Tino merogoh kantong celananya dan menyerahkan sejumlah uang pada Will, alhasil Will tidak jadi marah, tapi tetap menahan emosi. Karena seharusnya dia setor uang tadi malam, bukannya sekarang. Will menghitung sejumlah uang itu, tanpa melirik ke arah Tino sedikitpun, Tino hanya menatapnya dengan sombong."Ngapain?" tanya Will menaikan sebelah alisnya."Gak, ngomong-ngomong gue mau ke toilet." Tino mengatakannya dengan cepat pergi ke toilet
Keyla ingin segera melepaskan diri dari pelukannya. Namun ... "Akhirnya aku menemukanmu," kata Will sambil menangis.'Will!' Gadis itu tak tahan mengangkat kedua tangannya, ia membalas pelukan lelaki itu dengan sangat lembut. Perlahan Will menurunkan tangannya, Will menatap wajah Keyla. Ia memegang kedua pundak Keyla, sambil terus menatapnya. "Apa ada yang luka? Tidak, maksudku apa mereka berhasil melukaimu? Di mana? Sakit tidak? Apa perlu kita ke rumah sakit? Aku sangat mengkhawatirkanmu ...." Will masih terus bicara dan bertanya.'Sebegitu kah kamu mengkhawatirkanku Will?' Tes! Setetes air mata meluncur turun melewati kedua pipinya. Will yang menyadari hal itu langsung terdiam, lelaki itu menangkap kedua pipi Keyla dengan sangat lembut. Perlahan menghapus air matanya, Keyla juga melakukan hal yang sama dengan Will, ia tak pernah menyangka sebelumnya. Kalau Will akan sangat mengkhawatirkan dirinya seperti itu, Keyla juga tidak pernah menyangka bahwa Will tak membencinya. Karena menin
Pada akhirnya mereka berdua duduk kembali di bangku taman. Will berdiri dihadapan mereka berdua, dengan membawa beberapa cemilan ditangannya. Keyla dan Tino pasrah, mereka berdua hanya bisa menundukkan kepalanya. Keyla menduga kalau Will saat ini sedang marah pada mereka berdua, bagaimana tidak marah! Selama ini Keyla menyimpan segalanya rapat-rapat. Ia juga salah menilai tentang Tino, habisnya ia pikir Tino masih bermulut ember. Ternyata sulit dipercaya, Tino mulai berubah. Keyla menatap Tino sedikit lebih lama dengan tatapan sendu. Will yang memperhatikan ikut terenyuh saat gadis itu ingin menangis kembali, ia harus mencari cara menghentikan tangisnya. "Baiklah, aku akan mulai bertanya pada Tino," kata Will menghancurkan lamunan Keyla."Hah, kok gue duluan?" tanya Tino dengan wajah polosnya."Jika keberatan gue bakal bilang ke Ino kalau lo udah gak cinta lagi sama dia.""Lah, bisa gitu. Iya, iya, sok mau nanya apa." Tino dibuat pasrah oleh ancaman Will."Kapan terakhir kalinya lo t
Tino terus memperhatikan keduanya, ia kembali menyipitkan matanya. "Apa jangan-jangan kalian memang mempunyai rencana untuk menikah?" celetuk Tino bertanya kepada keduanya.Keyla menggertakkan giginya memandang ke arah Tino, dengan kedua mata tak bersahabat padanya. "Gue paham sekarang, kenapa Tina benci banget sama lo!" Jerit Keyla hampir persis seperti dulu. "Gue ikut benci sama lo, anak monyet ... " Tino hanya bisa menunggingkan gigi kuningnya, merasa tak punya dosa dan juga masalah. Hanya bisa nyengir, menatap Keyla yang sedang memarahinya dengan seribu satu bahasanya. Bukannya sadar diri akan kesalahannya, ia meneteskan air matanya. Saat itulah Keyla tak mau melanjutkan perkataannya lagi. Keyla jadi tak merasa enak hati melihatnya menangis. Keyla mendekat ke arahnya. "Tino, gue udah bicara keterlaluan ya? Gue gak maksud gitu ko.""Gue baik-baik aja kok Key. Gue cuma merasa bahagia saat lo, bisa ngomelin gue, teriakin gue kaya dulu lagi. Meskipun besar kemungkinannya jigong lo be
Apakah Keyla tidak salah dengar? Baru saja lelaki itu mengatakan apa? Tidak! Ini tidak mungkin. Tidak boleh terjadi. Ia bingung harus menjawab apa, lebih baik menolak saja. Ia benar! Menolak lebih baik. Daripada memberikan harapan palsu padanya. Karena ia bukan gadis yang mudah memainkan perasaan orang lain, demi kesenangannya semata. Yap! Keyla adalah gadis yang mempunya cukup pendirian penuh. Keyla menghela napas berat, mulai menatap kedua bola matanya memberanikan diri. "Maaf Wino, gue masih belum bisa mencintai siapa pun untuk saat ini. Gue harap lo lebih pengertian sedikit." Gadis itu langsung menundukkan kepalanya, terserah saja jika Wino ingin mengatainya atau apalah. Ini keputusannya, ini jalan hidupnya. Tidak ada yang bisa melarangnya untuk melakukan apa pun bukan? Wino menggebrak meja sambil tertawa, seketika Keyla mengangkat wajahnya. Semua orang yang berada di Cafe itu hanya bisa menatap lelaki itu, banyak yang berbisik dan mengatakan kalau lelaki itu sudah kehilangan aka
Keyla langsung berdiri. Ia ingin secepatnya pergi bersama Wino, jika memang jebakan biarkan saja. Lagi pula hidupnya sudah tak berarti jika tidak mengetahui apapun, tentang kematian kakak dan ayahnya sendiri. Ia tidak akan bisa tenang."Tenangkan dirimu," kata Wino melirik ke arah piring gadis itu."Makananmu juga belum habis, lebih baik habiskan.""Coba kau pikirkan ini baik-baik, apakah kau bisa tenang dan makan dengan lahap. Ketika akan mengetahui penyebab kematian orang terdekatmu?" entah mengapa tiba-tiba saja Keyla langsung terprovokasi. Bibirnya bergetar, napasnya sulit teratur.Padahal Wino hanya ingin menyampaikan apa yang dia ketahui selama ini. Jika saja Wino memberi tahu segalanya lebih awal, mungkinkah Keyla akan merasa tertolong dan jatuh hati padanya? Selama ini lelaki itu mengawasi pergerakannya. Setelah mengetahui segalanya tentang gadis itu, ia memutuskan untuk melindunginya, dengan cara berpacaran lalu menikahinya.Siapa sangka Wino malah jatuh hati sungguhan padanya.