Share

CP 16. Surat Tantangan

Janu, si anak kecil yang dilatih oleh Demang Yasa, tak lain tak bukan adalah bayi dari Rantini. Setelah ibunya meninggal saat melahirkan, bayi Janu diambil oleh Mbah Kunti untuk dibesarkan. Satu tahun kemudian Mbah Kunti meninggal karena usia. Sejak saat itu dia dirawat oleh keluarga sang demang dan Mbok Yah.

Disini walaupun Janu dirawat oleh sang demang, namun dia tetap tinggal di rumah Mbah Kunti. Sesekali Mbok Yah dan Nyi Aluh bergantian ke rumah Mbah Kunti untuk merawat Janu.

Janu pun juga sudah menyadari kalau kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Dia sudah diberitahu tentang cerita sepuluh tahun yang lalu. Dia juga tahu tentang Mbah Kunti, para perampok Tanduk Api, dan Mbah Bogel yang misterius. Sesekali dia pun pergi ke makam ibunya untuk sekedar membersihkannya.

Janu bisa bertahan hidup selama ini berkat pertolongan sang demang. Oleh karena itu dia mencoba untuk ikut bekerja di rumah sang demang. Terutama sejak kematian Mbok Yah lima tahun lalu dan Nyi Aluh tiga tahun lalu, semua pekerjaan rumah sang demang kini dikerjakan oleh Janu dibantu beberapa anak lainnya. Mereka merawat rumah, mencari kayu bakar, memasak untuk sang demang, hingga mencuci kain.

Disisi lain, sang demang pun memberi mereka sedikit bahan makanan, dan membekali anak anak itu dengan ilmu bela diri dan ilmu pengetahuan. Semua anak kecil yang bekerja dan berlatih di rumahnya dianggapnya sebagai cucunya sendiri.

Disini walaupun sudah agak tua, namun Demang Yasa masih dipercaya untuk menjadi demang di wilayah Janti. Setiap pagi dia sudah pergi berkeliling pusat kademangan, mencari apakah ada permasalahan yang dikeluhkan warga. Saat matahari berada di puncak kepala, barulah dia balik ke rumah untuk melatih anak anak kecil. Disana hanya sebentar saja, selebihnya dia pun pergi lagi. Menjelang malam baru dia pulang, itu pun terkadang masih ada tamu yang datang, seperti para sesepuh dan pejabat kademangan.

Janu yang sedari kecil dilatih oleh sang kakek demang, sudah biasa dengan rutinitas sang kakek. Dia pun selain bekerja di rumah sang demang, juga berlatih ilmu bela diri, baik saat ada demang, maupun berlatih sendiri. Sering dia mengajak anak anak desa untuk ikut berlatih bersama.

Setelah sibuk bekerja, dia selalu mengajak anak anak untuk berlatih ilmu bela diri. Terkadang, kalau sudah sangat lelah bekerja, mereka mengganti pelatihan dengan belajar ilmu alam. Walau ada anak yang lebih tua darinya, namun Janu sudah dianggap seperti kakak bagi mereka. Hal inilah yang membuat Janu tertempa menjadi pribadi yang berpikiran lebih dewasa.

Beberapa kali Janu berhasil menyelesaikan jurus baru, dari luar rumah terdengar suara gaduh beberapa anak kecil. Tampaknya mereka sudah datang setelah tadi sempat pulang untuk makan di rumah masing masing.

Janu yang mendengar suara gaduh itu menghentikan gerakannya. Dia segera berlari ke depan rumah. Sang demang yang melihat kelakuan anak itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.

Di luar rumah sudah ramai anak anak yang membawa pedang kayu jadi jadian di tangan. Saat melihat Janu membukakan pintu gerbang rumah, sambil saling menyahut mereka masuk ke halaman. Di sana tanpa perintah, mereka langsung menyebar dan melakukan pemanasan. Janu berada di depan untuk memimpin anak anak itu.

"Janu, kakek mau keliling lagi. Kau berlatihlah sendiri, ajarkan juga jurus yang tadi kakek peragakan." Pesan sang demang.

Janu yang sedang sibuk memimpin pemanasan pun hanya mengangguk. Dia dan anak anak itu sudah terbiasa dengan hal itu.

Waktu berjalan cepat, matahari pun ni sudah jatuh di penghujung barat. Di sebuah ruangan, tiga orang lelaki duduk bersila diatas balai. Seorang lelaki tengah menggenggam sebuah gulungan, lelaki itu adalah Demang Yasa.

"Berani sekali Jalada mengirim surat tantangan kepadaku." Ujar sang demang emosi.

"Tuan demang, kami juga mendengar kabar kalau Demang Purwakanta dari Gunung Rahastra, Demang Bintoro dari Lindujati, dan Demang Gupta dari Maruti juga mendapat surat tantangan seperti ini."

"Kurang ajar, apa sudah bosan hidup dia? Kalau para pasukan kerajaan tahu, bisa mati dia. Atau, jangan jangan..."

Terlintas sebersit hal yang dulu pernah dikhawatirkannya. Wajahnya kini menjadi muram dan sedikit gelisah.

"Kalian berdua, pergilah cari informasi lagi!" Perintahnya kemudian.

Seusai keduanya keluar , sang demang kini terdiam. Gulungan yang berada di tangannya digenggam dengan erat. Beberapa saat dia menghela nafas, lalu ikut keluar dari ruangan itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status