kira-kira apakah yang direncanakan oleh ketiga sahabat Jasper? ... Karena aku masih baru di Goodnovel, please help FOLLOW idku, kasih RATE novel ini dan kasih VOTE, KOMEN serta KRITIK & SARAN yaaa. Thanks
Diamond terbangun dari tidur nyenyaknya pagi-pagi sekali, bahkan sebelum matahari terbit di ufuk timur. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul semua, dia memaksakan tubuh untuk bangkit dari ranjang yang nyaman, berjalan ke kamar mandi. Mengguyur sekujur tubuhnya dengan air dingin dari shower banyak-banyak. Untuk menghilangkan rasa kantuk serta mengembalikan kesadaran yang masih berserakan kemana-mana. Kenapa Diamond harus mandi di pagi hari buta begini? Jawabnya tentu saja karena setelah kejadian waktu itu, kejadian duel gear itu. Dirinya dan Zircon diwajibkan untuk mengikuti latihan fisik setiap pagi bersama Jasper. Opal dengan semena-mena mendiagnosa penyakit mereka berdua sebagai penyakit ‘kurang latihan’. "Bah! Penyakit apa itu? Dasar dokter sableng!" "Berengsek kamu, Opal! Memang ya jenius dan idiot itu bedanya tipis banget." Diamond mengerutu kesal jika mengingat tingkah Opal yang bahkan mengatakan bahwa baik Diamond ataupun Zircon mengalami penurunan stamina. Karena terlal
Diamond masih tertegun beberapa saat setelah panggilannya dengan berakhir. Masih sedikit tak percaya bahwa Amethys baru saja menghubungi dirinya. Amethys adalah satu-satunya wanita yang sanggup mencuri hati Diamond dari dulu bahkan sampai saat ini. Seorang gadis cantik yang berusia lebih tua lima tahun darinya. Namun entah mengapa, Diamond merasa jurang pemisah di antara mereka seperti puluhan tahun. Dulu saat masih muda, Diamond sering terang-terangan menggoda dan menyatakan perasaan pada gadis itu. Dan waktu itu Amethys selalu saja menolak dengan alasan bahwa Diamond masih kecil dan terlalu muda untuknya. Akan tetapi sejak tiga tahun yang lalu, Diamond sendiri yang selalu menghindar dari Amethys. Dia berusaha untuk menepis semua bayangan gadis itu dari ingatannya. Terlalu minder dan tak percaya diri untuk mendekatinya. "Bagaimana mungkin aku yang waktu itu hanya seorang sersan rendahan, (meskipun kini aku sudah berpangkat Kolonel) berani untuk mendekatinya?" Diamond bergumam sambi
“Kau tahu? Dari tadi aku terus kepikiran harus memanggilmu apa?” Tanya Diamond padanya dengan sangat canggung kepada Amethys. Sambil terus melajukan mobilnya ke arah kota. “Yaampun Diamond! Jangan aneh-aneh deh. Kamu boleh kok memanggilku sama seperti dulu, Amy." Amethys tertawa ringan mendengar pertanyaan itu. "Hehehe." Diamond hanya bisa membalasnya dengan tawa canggung. "Sudah tiga tahunan kau tidak memanggilku dengan sebutan begitu lagi. Kau juga tak pernah usil untuk mengajakku berkencan. Kemana perginya Diamond yang dulu suka menyatakan cinta padaku. Sepertinya kau sudah bertobat ya?” lanjut Amethys sambil mengedipkan sebelah mata untuk menggoda pria di sampingnya. Diamond hanya bisa nyengir sebagai balasan. Merasa sangat malu jika harus mengingat segala kebodohan dan keagresifan yang dia lakukan di masa lalu. Tingkah yang mungkin membuat Amethys menjadi ilfeel kepadanya. “Amy ... Yah nama yang simple dan manis yang cocok untukmu.” Jawab Diamond dengan jujur dan sepenuh hati
“Nah disinilah sebuah misteri besar akhirnya bisa terjawab dan terpecahkan." Amy berkata dengan nada sangat dramatis. "Misteri besar? Jangan bilang kalau ... " Diamond merespon dengan ragu-ragu. Bahkan dalam bayangan terliarnya pun dia tak berani untuk membayangkan tentang hal ini. "Benar sekali. Yang dimaksud Jasper disini tentu bukanlah Pangeran Jasper Sterne Durchlaucth yang kita ketahui, melainkan seorang bernama Jasper yang lainnya." Amy memberikan senyuman indah di bibirnya. "Apa kau tidak berpikir bagaimana beliau memiliki nama yang sama dengan Jasper? Apa kau tidak terlintas di benakmu sebuah kemungkinan bahwa beliau bisa jadi adalah mendiang Baginda Raja Almekia Kingdom, ayah dari Jez sendiri?” Amy kembali melemparkan sebuah asumsi dengan kedua mata yang berbinar-binar penuh cahaya harapan. "Ini gila! Mendiang Baginda Raja, The king?" Diamond menghela napas panjang demi mendengar asumsi Amy. Asumsi yang sebenarnya sudah berkelebat juga di dalam otaknya sendiri. "Tidak ini
Sebuah ketukan lembut terdengar dari pintu sebuah ruangan di rumah sakit pusat kerajaan sore itu. “Kak Opal,” sebuah suara manis yang memanjakan Indra pendengaran terdengar mengikuti. Suara dari seorang gadis yang bernama Platina. Gadis itu kemudian memunculkan kepalanya sedikit di pintu, tetapi tidak berani masuk ke ruangan. Dia memberikan senyuman yang manis bak malaikat kepada penghuni ruangan, Opal. "Akhirnya kamu datang juga!" Opal tak dapat menahan lengkungan di bibirnya demi menyambut kedatangan sang gadis. Beberapa hari belakangan ini, Platina selalu saja datang mengunjungi Opal di tempat dan jam yang sama. Di ruang kerjanya di Rumah sakit kerajaan, sesaat sebelum jadwal sift jaga berakhir di sore hari. Sesaat sebelum Opal biasanya pulang meninggalkan rumah sakit. Serta melupakan tugas sebagai seorang dokter dan kembali menjadi seorang Opal Sumeragi saja. Lalu untuk apa Platina melakukan hal ini? Semata-mata hanya untuk berkonsultasi tentang menu makan siang yang akan dia
“Selalu saja Kak Amethys!” Tiba-tiba nada suara Platina meninggi demi mendengar nama Amethyst Sumeragi disebut. Opal tentu saja kaget, tak mengira bahwa nama kakak perempuannya bisa membuat Platina bereaksi seperti itu. Tak habis pikir pula tentang apa yang salah dengan kakak perempuannya. Kesalahan yang bisa membuat Platina tidak suka kepadanya. “Apapun yang kami lakukan, selalu saja Kak Amethys pasti lebih baik dari kami. Bilang saja kalau masakannya lebih enak dari masakanku!” Platina melanjutkan ocehan kesalnya. “Tentu saja. Masakan Kak Amethys itu sudah sekelas koki istana.” Opal menjawab dengan jujur. Bahwa masakan Amethyst memang sangat lezat tak bercela. "Puji saja dia terus!" “Tina? Kamu kenapa sih?" Platina tidak menjawab pertanyaan Opal. Malah memajukan bibir sebagai bentuk perwujudan rasa kesalnya. "Tidak perlu malu atau iri hati, setiap orang pasti memilki kelebihan dan kekurangannya masing-masing ...” Opal berusaha untuk menghibur si gadis ngambek. “Dia sempurna!
Malam hari setelah memakan masakan Platina, Opal merasakan tubuhnya tidak karuan. Beberapa kali dia muntah-muntah bahkan diare. Beberapa kali pula dia harus keluar masuk ke dalam toilet untuk menyelesaikan kedua urusan itu. Sungguh sensasi yang sangat menyiksa. "Astaga Opal, kamu habis makan apa sih kok sampai kayak begini?" Amethys mengomeli adiknya yang terkapar tak berdaya di atas ranjang. "Hehehe," Opal hanya meringis sebagai jawaban. Tak mungkin untuk mengatakan alasan sakitnya kepada sang kakak. 'Mana mungkin aku bilang kalau karena masakan Platina kan?' "Pasti karena Platina kan?" Namun bukan si jenius Amethyst Sumeragi jika tidak dapat menebak alasan sakitnya Opal. "Dia kasih kamu makanan apa lagi?" "Gak tahu." Akhirnya Opal menjawab. Karena percuma juga berbohong kepada sang kakak, bisa semakin panjang urusannya. "Kok bisa gak tahu?" "Ya karena bentuk makanannya gak jelas. Gosong sampai gak kelihatan bahannya apa." Opal menjawab dengan pasrah. "Astaga, hahahaha." Ameth
“... Jasper itu sudah dewasa, Paman. Dia sudah berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Dia tidak seharusnya untuk terus dikekang seperti ini. Bahkan Paduka Ratu sekali pun tidak berhak membatasi segala kebebasannya.” Suara Amethys mulai terdengar bergetar putus asa. Sepertinya gadis itu bingung menghadapi kekerasan hati dari orang-orang di hadapannya. “Sebagai seorang ratu mungkin beliau tidak berhak, tapi sebagai seorang ibu beliau mempunyai hak penuh untuk menentukan mana yang terbaik dan mana yang berbahaya bagi putranya.” Jawab Bibi Agata dengan nada halus keibuannya. Jawaban itu membuat Amethyst tidak bisa memberikan jawaban lagi. Sebagai seorang wanita dan calon ibu, dia dapat mengerti logika yang disampaikan oleh istri perdana menteri itu. “Seperti yang kita semua ketahui, Gear tidaklah berbahaya. Semua tergantung dari pilotnya masing-masing, untuk apa gear itu digunakan.” Opal bangkit perlahan dari kursinya. Dia menghampiri kakaknya yang berdiri di tengah ruangan. Dia ber